Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Best Teacher 2022 dan Best In Specific Interest Nominee 2023 | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menyingkap Paradoks Keberagaman: Hijab dan Paskibraka

15 Agustus 2024   14:15 Diperbarui: 19 Agustus 2024   14:07 621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan budaya, suku, ras maupun agama. Bhineka Tunggal Ika, semboyan kebanggaan kita, mengajarkan bahwa meskipun berbeda-beda, kita tetap satu. Namun, baru-baru ini, kabar tentang dugaan pelarangan anggota Paskibra perempuan mengenakan hijab di Ibu Kota Nusantara (IKN) memicu perdebatan sengit. Bukan hanya soal seragam, melainkan juga soal semangat keberagaman dan toleransi yang terasa terusik. Pertanyaan besar pun muncul, apakah prinsip keberagaman sudah benar-benar diapresiasi dalam kehidupan nyata?

Kasus ini menyentuh langsung jantung dari identitas kita sebagai bangsa. Indonesia adalah negara berlandaskan hukum yang menjunjung tinggi kebebasan beragama dan kebebasan berekspresi, sebagaimana termaktub dalam UUD 1945. Apa jadinya jika hak-hak tersebut dicabut, bahkan dalam konteks yang semestinya menjadi simbol patriotisme seperti Paskibra? Ironisnya, alih-alih merayakan kebhinekaan, kita justru dihadapkan pada potensi diskriminasi yang melemahkan pesan persatuan.

Sejarah panjang bangsa ini menunjukkan bahwa keberagaman agama telah menjadi salah satu fondasi kekuatan kita. Dari Sabang hingga Merauke, masyarakat dengan beragam keyakinan mampu hidup berdampingan. Setiap warna dari mozaik agama ini saling melengkapi dan memperkuat identitas nasional. 

Jadi, ketika ada pembatasan atas ekspresi keyakinan tertentu, seperti pelarangan hijab, apakah ini sebuah langkah mundur dari semangat Pancasila dan UUD 1945?

Masalah ini juga mengingatkan kita akan pentingnya menjaga toleransi dalam praktik, bukan hanya retorika. Pemerintah, masyarakat, dan institusi negara memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa toleransi ini dijaga dengan baik. 

Bagaimana mungkin kita berbicara tentang persatuan dan kesatuan, jika dalam praktiknya masih ada kebijakan atau tindakan yang meminggirkan kelompok tertentu?

Lebih dari itu, kasus ini juga mencerminkan pentingnya pemahaman yang lebih mendalam tentang hak asasi manusia. Dalam konteks kebebasan beragama dan berekspresi adalah dua hal yang terus diperoleh. 

Apabila kita ingin menjadi bangsa yang dihormati di kancah internasional, penghormatan terhadap hak-hak dasar ini harus menjadi prioritas yang tidak bisa dinegosiasikan.

Nah, ini menjadi momentum bahwa kita masih punya banyak pekerjaan rumah dalam memperkuat nilai-nilai kebhinekaan yang sejati. Semangat keberagaman harus terwujud dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam program-program nasional seperti Paskibraka. 

Semoga polemik ini segera menemui solusi yang bijak, yang tidak hanya menghormati individu tetapi juga memperkuat semangat Bhineka Tunggal Ika dalam setiap langkah kita ke depan.

(Gambar dari Kompas.id)
(Gambar dari Kompas.id)

Salah Kaprah Makna Keseragaman

Kata "keseragaman" seringkali disalah artikan, dan kasus dugaan pelarangan hijab dalam Paskibraka di IKN adalah contoh nyata dari salah kaprah ini. Dengan alasan menciptakan keseragaman, anggota Paskibraka perempuan diduga diminta untuk melepas hijab mereka. 

Pertanyaannya, mengapa sesuatu yang menjadi identitas personal dan spiritual harus diseragamkan? Apakah benar keseragaman yang dicari, atau justru penyamarataan yang meminggirkan hak-hak individu?

Pancasila dan UUD 1945, sebagai dasar negara, telah dengan tegas mengakui kebebasan beragama dan kebebasan untuk menjalankan keyakinan. 

Sila pertama menggarisbawahi hak setiap warga negara untuk menganut dan menjalankan agamanya, tanpa paksaan atau diskriminasi. Dalam konteks ini, pelarangan hijab bukan hanya mengabaikan hak fundamental tersebut, tetapi juga melanggar prinsip keadilan yang seharusnya dipegang teguh dalam setiap kebijakan nasional.

Keseragaman seharusnya tidak berarti penyeragaman identitas. Justru, kekuatan Indonesia terletak pada kemampuannya untuk memadukan keberagaman dalam bingkai persatuan. 

Ketika seorang anggota Paskibraka memilih untuk mengenakan hijab, itu bukanlah sebuah gangguan terhadap keseragaman, melainkan ekspresi dari kekayaan budaya dan keyakinan yang ada di negeri ini. 

Mengabaikan hal ini sama saja dengan menutupi jati diri bangsa yang sebenarnya. Tidak bisa dipungkiri, tindakan seperti ini bisa dianggap sebagai bentuk ketidakadilan bagi mereka yang ingin menjalankan keyakinan agamanya. 

Paskibraka bukan sekadar tentang baris-berbaris atau kekompakan dalam pengibaran bendera negara kita, tetapi tentang penghormatan terhadap nilai-nilai nasional, termasuk di dalamnya penghargaan terhadap keberagaman. 

Saat identitas keagamaan diabaikan demi alasan keseragaman, kita sebenarnya sedang mempersempit makna persatuan itu sendiri.

Jika keseragaman yang diinginkan berarti mengorbankan identitas dan keyakinan, maka mungkin sudah saatnya kita mempertanyakan kembali makna dari persatuan dan kesatuan yang selalu kita banggakan. 

Keberagaman adalah bagian integral dari Indonesia, dan itu harus tercermin dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam Paskibraka. Mari menjaga agar nilai-nilai Pancasila benar-benar hidup dalam praktik, bukan hanya dalam pidato dan slogan.

Identitas anggota paskibraka muslimah adalah berhijab dan seharusnya diakomodir negara. (Dok. Sekretariat Presiden via Kompas.com) 
Identitas anggota paskibraka muslimah adalah berhijab dan seharusnya diakomodir negara. (Dok. Sekretariat Presiden via Kompas.com) 

Hijab: Identitas dan Hak yang Harus Dihormati

Memakai hijab bagi muslimah adalah sebuah tuntunan dalam ajaran Islam. Hijab adalah wujud ketaatan terhadap perintah Allah SWT dan identitas yang melekat pada setiap perempuan Muslim. 

Di Indonesia, sebagai negara yang menjunjung tinggi kebebasan beragama, muslimah seharusnya bebas untuk memakai hijab kapan saja dan di mana saja, termasuk dalam kegiatan nasional seperti Paskibraka. Ini adalah hak dasar yang tidak bisa dikompromikan.

Selama bertahun-tahun, kebebasan memakai hijab dalam Paskibraka telah berjalan baik tanpa masalah. Anggota Paskibraka yang mengenakan hijab tetap menjalankan tugasnya dengan penuh kehormatan dan rasa cinta kepada negara. 

Ini seharusnya menjadi bukti bahwa hijab bukanlah penghalang, melainkan bagian dari identitas yang memperkaya keanekaragaman dalam barisan tersebut. 

Mengapa sekarang harus ada pelarangan yang hanya meresahkan?

Hijab tidak hanya melambangkan ketaatan, tetapi juga menjadi pembeda identitas bagi wanita Muslim dengan non-Muslim. Ini bukanlah sesuatu yang bisa diabaikan atau dihapus begitu saja. 

Menghormati keputusan seorang muslimah untuk berhijab adalah bagian dari menghargai keyakinan dan identitasnya. Dalam masyarakat yang plural seperti Indonesia, penghargaan terhadap perbedaan ini adalah kunci dari persatuan yang kita junjung.

Ketika ada upaya untuk melarang hijab, bukan hanya kebebasan beragama yang sedang dipertaruhkan, tetapi juga rasa keadilan. Setiap individu berhak menjalankan ajaran agamanya tanpa tekanan atau pembatasan. Larangan seperti ini menciptakan ketidakadilan yang dapat merusak tatanan sosial dan keberagaman yang seharusnya kita rayakan sebagai kekuatan bangsa.

Oleh karena itu, mari kita ingatkan diri kita bahwa hijab adalah hak dan identitas seorang muslimah yang tidak boleh dipaksa untuk ditanggalkan karena situasi tertentu seperti mengikuti Paskibraka ini. 

Kebebasan untuk menjalankan ajaran agama dijamin oleh konstitusi. Semoga ke depan, kita lebih bijak dalam memaknai keberagaman, dan menghormati hak setiap orang untuk menjalankan keyakinannya dengan damai.

Kekuatan Indonesia ada pada keberagaman yang senantiasa dihormati bersama. (KOMPAS/RADITYA HELABUMI)
Kekuatan Indonesia ada pada keberagaman yang senantiasa dihormati bersama. (KOMPAS/RADITYA HELABUMI)

Menjaga Keberagaman, Merawat Keutuhan Bangsa

Indonesia telah membuktikan dirinya sebagai negara yang cukup baik dalam hal toleransi. Meski ada gesekan kecil, kita tetap berdiri kokoh sebagai NKRI. Bagaimana kita bisa terus hidup dalam damai dan menjaga indahnya keberagaman jika kita tidak saling menghargai satu sama lain. 

Sebagai guru, saya merasa sangat prihatin dengan isu yang mencederai semangat toleransi yang selama ini telah kita bangun bersama.

Di sekolah, saya dan rekan-rekan guru berusaha menanamkan nilai-nilai toleransi kepada anak didik. Kami menyadari bahwa keberagaman latar belakang agama adalah realitas yang harus dihormati. Meskipun mayoritas siswa kami beragama Islam, kami tetap menjaga keberagaman itu demi ketentraman dan kenyamanan bersama. 

Tidak ada pemaksaan bagi siswi non-Muslim untuk memakai hijab hanya demi keseragaman. Setiap murid memiliki hak untuk mengekspresikan identitasnya dengan cara yang menghormati keyakinan mereka.

Jika kita memaksakan keseragaman, kita sebenarnya sedang merusak esensi dari keberagaman itu sendiri. Tugas kami sebagai pendidik adalah menumbuhkan rasa saling menghargai di antara siswa, agar mereka tumbuh menjadi generasi yang mencintai perbedaan dan mampu hidup harmonis di tengah masyarakat yang majemuk.

Di sekolah, kami selalu berusaha menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi semua siswa. Kami percaya bahwa dengan menjaga toleransi, kita juga menjaga keutuhan bangsa. 

Ketika siswa belajar menghargai perbedaan dari usia dini, mereka akan tumbuh menjadi individu yang dapat berkontribusi pada perdamaian dan persatuan Indonesia. Inilah yang menjadi fondasi kokoh bagi bangsa kita.

Mari kita jaga bersama nilai-nilai toleransi ini. Indonesia dibangun oleh keberagaman yang ada di dalamnya. 

Dengan saling menghormati, kita dapat memastikan bahwa Indonesia akan tetap utuh dan bersatu selamanya, menjadi rumah bagi semua tanpa kecuali. Insya Allah.

*****
Salam berbagi dan menginspirasi.
== Akbar Pitopang ==

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun