Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Akun ini dikelola Akbar Fauzan, S.Pd.I

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Titik Buta Program Profesi Guru Agama dan Saran untuk Pemerintah

3 Agustus 2024   06:01 Diperbarui: 7 Agustus 2024   13:00 1093
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: siswa bersalaman dengan guru PAI sebelum masuk kelas. (KOMPAS/ANDREAS LUKAS ALTOBELI)

Dalam dunia pendidikan, terdapat fenomena menarik yang dialami oleh para guru Pendidikan Agama Islam (PAI). Terutama bagi mereka yang direkrut oleh pemerintah daerah (Pemda) dan ditempatkan di sekolah negeri. Fenomena ini terletak pada dualitas administratif yang harus mereka jalani. Di satu sisi, mereka merupakan bagian dari dinas pendidikan setempat dan atau Kemdikbud. Sementara di sisi lain, administrasi dan proses lainnya tetap terikat dengan Kementerian Agama (Kemenag). 

Kondisi ini menciptakan situasi yang unik, di mana guru PAI menjalani dua jalur administrasi yang berbeda. Proses kenaikan pangkat, misalnya, dikelola oleh badan kepegawaian serta bidang pengembangan sumber daya manusia (SDM) di bawah naungan Pemda. 

Hal ini mencerminkan bahwa secara struktural, guru PAI berada sejajar dengan pegawai Pemda lainnya. Penggajian dan kesejahteraan mereka juga diatur oleh badan kepegawaian daerah atau Pemda.

Namun, kompleksitas tidak berhenti di situ. Meskipun terikat dengan Pemda, ketika berbicara tentang pengembangan keprofesionalan, seperti Pendidikan Profesi Guru (PPG), guru PAI tetap berada di bawah kendali Kemenag. 

Pemanggilan PPG dilakukan sesuai kebijakan Kementerian Agama. Ini menunjukkan bahwa dalam hal ini, Kemenag memegang peran kunci dalam pengembangan kompetensi guru PAI.

Dualitas ini menimbulkan tantangan tersendiri bagi para guru PAI. Mereka harus mampu beradaptasi dengan dua jalur birokrasi yang berbeda, yang masing-masing memiliki aturan dan regulasi yang "unik". 

Di satu sisi, mereka harus memenuhi tuntutan administrasi dan birokrasi Pemda. Sementara di sisi lain, mereka harus mematuhi kebijakan dan regulasi Kemenag. 

Ilustrasi: siswa bersalaman dengan guru PAI sebelum masuk kelas. (KOMPAS/ANDREAS LUKAS ALTOBELI)
Ilustrasi: siswa bersalaman dengan guru PAI sebelum masuk kelas. (KOMPAS/ANDREAS LUKAS ALTOBELI)

Peran Guru PAI dalam Dinamika Pendidikan Indonesia

Dalam kancah pendidikan Indonesia, guru PAI memegang peran penting yang tidak hanya berkutat pada pengajaran agama, tetapi juga melibatkan diri dalam pendidikan karakter.

Guru PAI yang diangkat oleh pemerintah daerah (Pemda) dan ditempatkan di sekolah negeri harus berhadapan dengan dua jalur birokrasi yang berbeda. Meski terkesan rumit, dualitas ini sebenarnya membuka pintu bagi para guru PAI untuk mengembangkan diri. 

Dengan keterlibatan di dua institusi yang berbeda, mereka mendapatkan pengalaman yang lebih kaya dan beragam. Pengalaman ini dapat memperkaya wawasan mereka, baik dari segi pengelolaan pendidikan umum maupun pendidikan agama Islam dan budi pekerti. 

Guru PAI juga berperan penting sebagai jembatan yang menghubungkan dunia pendidikan umum dengan pendidikan agama. Peran ini sangat krusial dalam membangun sinergi antara kedua bidang tersebut. Sehingga pendidikan agama tidak hanya dianggap sebagai pelengkap, tetapi juga sebagai bagian integral dari sistem pendidikan yang holistik. 

Dengan memahami kebutuhan dan tuntutan dari kedua sisi, guru PAI mampu menjembatani menciptakan harmoni dalam proses pendidikan di negeri ini.

Fenomena yang dialami guru PAI di sekolah negeri juga menjadi cerminan dari kompleksitas sistem pendidikan di Indonesia. 

Sistem pendidikan yang terdiri dari berbagai jalur dan pendekatan ini menunjukkan betapa pentingnya kerja sama antara pemerintah pusat dan daerah. Kolaborasi ini tidak hanya penting untuk penetapan kebijakan pendidikan, tetapi juga untuk mendukung pengembangan profesionalitas para pendidik.

Guru PAI dengan dualitas administrasi ini adalah contoh nyata dari tantangan sekaligus peluang dalam dunia pendidikan. Dalam menjalani peran ini, mereka tetap berfokus pada tujuan utama, yakni mendidik generasi muda dengan nilai-nilai agama dan pengetahuan yang luas. 

Demi membentuk individu yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga berbudi pekerti luhur.

Guru PAI mengikuti kegiatan uji kompetensi yang digelar Kemenag. (Foto Akbar Pitopang)
Guru PAI mengikuti kegiatan uji kompetensi yang digelar Kemenag. (Foto Akbar Pitopang)

Dilema Guru PAI dalam Program Profesi Guru

Di balik peran penting yang diemban guru PAI di sekolah negeri, terdapat kenyataan yang seringkali luput dari perhatian. Meski berstatus sebagai pendidik resmi yang diangkat oleh Pemda dan atau Dinas Pendidikan, nasib mereka masih terbilang minim perhatian dengan perlakuan yang berbeda tentunya di setiap daerah. 

Ada Pemda yang menunjukkan kepedulian tinggi terhadap guru PAI, mempercepat proses untuk mengikuti PPG. 

Namun, di beberapa daerah lain, guru PAI justru bagaikan seperti anak angkat Dinas Pendidikan Pemda dan anak tiri Kemenag.

Ketidakseimbangan ini tercermin dari alokasi kuota PPG yang seringkali tidak berpihak pada guru PAI yang dibawah naungan Dinas Pendidikan. Meski mereka mengajar di sekolah negeri dan berada di bawah administrasi Pemda, prioritas untuk mengikuti PPG tentu saja diberikan kepada guru kelas. 

Sementara itu, Kemenag cenderung lebih memprioritaskan guru PAI yang mengajar di sekolah-sekolah di bawah naungannya. Akibatnya, banyak guru PAI di sekolah negeri yang jumlahnya semakin menumpuk karena lamanya pemanggilan PPG.

Posisi ini membuat mereka seperti berdiri di persimpangan. Ini tentu menjadi hambatan bagi guru PAI yang ingin meningkatkan kompetensi dan kualifikasi melalui PPG.

Padahal kontribusi guru PAI dalam membentuk karakter siswa sangat signifikan. Mereka tidak hanya mengajarkan nilai-nilai agama, tetapi juga menjadi teladan moral yang penting bagi siswa. 

Dalam konteks ini, seharusnya, guru PAI mendapatkan perhatian yang sama dengan guru lainnya, mengingat peran mereka yang esensial dalam pendidikan karakter.

Dalam menghadapi situasi ini, diperlukan kebijakan yang lebih integratif dan komprehensif dari pemerintah pusat dan daerah. Kolaborasi antara Pemda dan Kemenag harus diperkuat untuk memastikan bahwa semua guru PAI mendapatkan kesempatan yang sama untuk berkembang, tanpa memandang "asal-usul" mereka. 

Perwakilan guru PAI menyampaikan aspirasi mengenai nasib PPG di Depag Kota Pekanbaru. (Foto koleksi Akbar Pitopang)
Perwakilan guru PAI menyampaikan aspirasi mengenai nasib PPG di Depag Kota Pekanbaru. (Foto koleksi Akbar Pitopang)

Perjuangan Guru PAI Melawan Keterbatasan Kuota PPG

Di tengah keterbatasan kuota, guru PAI di sekolah negeri tak tinggal diam dalam memperjuangkan nasib mereka. Mereka menghadapi tantangan dengan semangat juang yang tinggi, memilih untuk "antar bola" dengan menghadap langsung kepada para pemangku kebijakan. 

Para guru ini terpaksa tidak segan lagi bertemu dengan pejabat Pemda, anggota DPRD, serta pihak Dinas Pendidikan maupun Kemenag. Upaya ini dilakukan untuk memastikan bahwa suara mereka didengar untuk mengikuti PPG dapat terpenuhi.

Dalam upaya ini, konsolidasi menjadi kunci. Guru-guru PAI di daerah kami bergandengan tangan, menyatukan tekad agar bisa mendapatkan kuota PPG yang lebih besar dengan dukungan anggaran dari Pemda. 

Menyadari bahwa menunggu panggilan PPG dari Kemenag saja tidak cukup, mengingat kuota yang sangat terbatas dan tidak sebanding dengan jumlah guru PAI yang belum mengikuti PPG. Kondisi ini membuat mereka harus berpikir kreatif dan proaktif dalam mencari solusi.

Guru PAI kemudian mendatangi pihak terkait untuk menyampaikan keluhan dan aspirasi. Langkah ini diambil karena percaya bahwa dukungan dari Pemda bisa menjadi jalan keluar untuk mengatasi keterbatasan kuota PPG dari Kemenag. 

Dengan anggaran yang cukup, Pemda diharapkan dapat memberikan dukungan finansial bagi guru PAI untuk mengikuti PPG, yang merupakan syarat penting dalam peningkatan kompetensi dan profesionalisme guru di negeri ini.

Perjuangan ini sebenarnya tidak hanya tentang mendapatkan kuota PPG, tetapi juga tentang pengakuan dan penghargaan atas peran penting guru PAI dalam dunia pendidikan. 

Oleh karena itu, perjuangan guru PAI untuk mendapatkan kesempatan pengembangan profesional melalui PPG adalah bentuk dari upaya mereka untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

Semoga langkah mereka membuahkan hasil yang positif, memberikan akses yang lebih luas untuk PPG. Hingga pada akhirnya, meningkatkan kualitas pendidikan agama di Indonesia.

Guru PAI SDN Jurang Mangu Barat 01 mempersiapkan bahan penilaian harian yang diunggah ke platform pembelajaran, Jumat (29/1/2021) |KOMPAS/PRIYOMBODO
Guru PAI SDN Jurang Mangu Barat 01 mempersiapkan bahan penilaian harian yang diunggah ke platform pembelajaran, Jumat (29/1/2021) |KOMPAS/PRIYOMBODO

Saran untuk Pemerintah: Penyetaraan PPG PAI dengan Guru Kelas

Dalam ranah pendidikan, guru PAI di sekolah negeri berada dalam posisi yang memerlukan perhatian seperti halnya guru kelas yang memperoleh banyak kesempatan untuk PPG. Mengingat mereka direkrut oleh Pemda dengan status yang sama seperti guru kelas, sudah seharusnya Kemdikbud turut mengakomodasi mereka dalam program PPG.

Keberadaan guru PAI di sekolah negeri memiliki dampak yang signifikan dalam pengajaran nilai-nilai keagamaan yang sejalan dengan tujuan pendidikan nasional dan atau dalam implementasi Kurikulum Merdeka dengan Profil Pelajar Pancasila. 

Tanpa dukungan yang memadai untuk mengikuti PPG, mereka kehilangan kesempatan untuk mengembangkan kompetensi profesional yang diperlukan. 

Sementara itu, guru kelas sudah mendapatkan akses yang lebih luas dan terstruktur dalam program PPG, yang seharusnya juga dialokasikan bagi guru PAI mengingat sama-sama berstatus pegawai Pemda.

Memandang situasi ini, Kemdikbud perlu mengambil langkah dengan membuka pintu PPG bagi guru PAI di sekolah negeri. Supaya memberikan kejelasan nasib PPG mereka, yang selama ini masih mengambang padahal mereka berhubungan dengan dua kementerian, yakni Kemdikbud dan Kementerian Agama.

Bila Kemendikbud mengakomodasi PPG bagi guru PAI, ini dapat meningkatkan kompetensi, baik dalam bidang pedagogi maupun keilmuan agama. Sehingga dapat memberikan pendidikan yang lebih baik kepada anak didik. 

Selain itu, mereka juga dapat berkontribusi dalam memperkuat integrasi pendidikan agama dengan kurikulum nasional, serta menciptakan harmoni dalam proses belajar mengajar.

Nah, dengan mengakomodasi PPG untuk guru PAI melalui Kemdikbud, itu bisa menciptakan sistem pendidikan yang lebih inklusif dan berkeadilan. 

Guru PAI bukan hanya sekedar pelengkap dalam struktur pendidikan, tetapi menjadi pilar penting yang harus mendapatkan perhatian setara dengan guru kelas. 

Dengan langkah ini, kita tidak hanya memperjuangkan nasib mereka, tetapi juga memajukan kualitas pendidikan agama dan umum di Indonesia.

Pengakuan dan perhatian yang sepadan terhadap guru PAI akan membawa dampak positif bagi pendidikan secara keseluruhan. Dengan memberikan mereka akses yang setara dalam pengembangan profesional dapat meningkatkan kualitas pendidikan agama, juga memperkuat pondasi moral dan karakter generasi penerus bangsa.

Akhirul kalam, dengan demikian, guru PAI bisa menjalankan tugasnya dengan optimal, baik dalam mengajarkan maupun membentuk karakter siswa. Insya Allah.

Semoga bermanfaat..

*****
Salam berbagi dan menginspirasi.
== Akbar Pitopang ==

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun