Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Akun ini dikelola Akbar Fauzan, S.Pd.I

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Keluarga Bukan Sekadar Follower, Bisa Cegah Anak Jadi "Monster"

31 Juli 2024   20:24 Diperbarui: 1 Agustus 2024   05:40 1119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di era media sosial yang tampak begitu canggih dan menarik, hampir semua kalangan dari muda hingga tua memiliki kehidupan digitalnya sendiri. Orang tua, yang sebelumnya mungkin terkesan awam dengan teknologi, kini aktif di berbagai platform media sosial. Bahkan, anak-anak yang masih sangat belia sudah akrab dengan dunia maya, seringkali memiliki akun media sosial sendiri. Fenomena ini telah memperlihatkan kepada kita bahwa media sosial telah menjadi portofolio digital, merekam jejak kehidupan melalui unggahan dan status-status yang dibagikan.

Namun, muncul pertanyaan yang cukup menarik untuk didiskusikan. Apakah sesama anggota keluarga perlu saling "follow" akun media sosial? 

Pertanyaan ini tidak hanya tentang hubungan antar anggota keluarga, tetapi juga bagaimana kita melihat peran media sosial dalam kehidupan keluarga. 

"Follow" di media sosial bukan sekadar menekan tombol, melainkan juga tanda perhatian dan kepedulian. Ini bisa menjadi cara untuk tetap terhubung dan mengikuti perkembangan kehidupan satu sama lain, terutama bagi keluarga yang mungkin terpisah oleh jarak/merantau.

Di satu sisi, saling mengikuti di media sosial dapat menjadi bentuk transparansi dan kepercayaan. Anggota keluarga dapat lebih mudah berkomunikasi dan berbagi momen penting dalam hidup ini. Apapun yang kita "share", keluarga kita berhak tahu lebih dulu daripada orang lain. 

Selain itu, dengan mengikuti akun media sosial keluarga, kita bisa lebih memahami minat dan hobi mereka, yang mungkin tidak selalu terungkap dalam interaksi sehari-hari. 

Namun, di sisi lain, ada kekhawatiran mengenai privasi. Beberapa anggota keluarga mungkin merasa tidak nyaman dengan "pengawasan" di media sosial. Bagi sebagian orang, media sosial adalah tempat untuk berekspresi "tanpa batasan". Dengan keluarga sebagai "follower" bisa menjadi tekanan. Mereka mungkin merasa harus berhati-hati dalam berbagi konten atau momen tertentu. 

Nah, keputusan untuk saling "follow" di media sosial adalah sebuah dinamika hubungan keluarga yang perlu diperhatikan. Bagi saya pribadi, saya memilih opsi untuk saling follow media sosial keluarga. 

Orang lain yang tidak kita kenal saja di-follow, kok keluarga sendiri gak di-follow? Keluarga masa gitu?

Karena yang terpenting adalah menjaga komunikasi yang terbuka dan memahami kebutuhan satu sama lain. Media sosial hanyalah alat, bagaimana kita harus cerdas menggunakannya untuk mempererat hubungan adalah keputusan kita. 

Dengan memahami kelebihan dan kekurangannya, kita bisa menciptakan hubungan keluarga yang lebih harmonis, baik di dunia nyata maupun di dunia maya.

Jadi, apakah sesama anggota keluarga perlu saling "follow" di media sosial? Tentu saja iya. 

Yang pasti, media sosial telah menjadi bagian penting dari kehidupan kita dan bisa menjadi sarana untuk menjalin kebersamaan. Dengan bijak menggunakan media sosial, kita bisa membangun hubungan yang lebih erat dan penuh pengertian dalam keluarga.

Ilustrasi anak/pelajar yang sedang mengakses media sosial (Dok. iStock via Kompas.com) 
Ilustrasi anak/pelajar yang sedang mengakses media sosial (Dok. iStock via Kompas.com) 

Wajib Follow Media Sosial di Fase Anak Sibuk Mencari Jati Diri

Media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita sehari-hari, termasuk anak-anak yang sedang berada dalam fase pencarian jati diri. Mereka mengeksplorasi berbagai hal, mulai dari hobi hingga komunitas, yang semuanya bisa ditemukan di dunia maya. 

Oleh karena itu, penting bagi orangtua dan anggota keluarga lainnya untuk saling follow di media sosial. 

Ini bukan soal ingin tahu atau ikut campur, tetapi lebih kepada memberikan pengawasan yang tepat dan memastikan keselamatan anak-anak dalam menghadapi dinamika kehidupan media sosial dengan konten dan arus informasi yang begitu cepat.

Ketika saling terhubung di media sosial, ini bisa menjadi sarana komunikasi yang lebih akrab. Orangtua dapat melihat apa yang anak-anak bagikan, termasuk minat dan kegiatan mereka. Lebih dari sekadar mengawasi, ini adalah cara lain untuk mengenal lebih dekat kehidupan anak-anak di luar rumah. 

Misalnya, jika seorang anak tertarik dengan fotografi atau content creator, maka orangtua dapat memberikan dukungan moral dan materi. Hal ini bisa memotivasi mereka untuk lebih mendalami minatnya dengan positif.

Kunci utama yang harus selalu dipegang orangtua dan anak atau anggota keluarga lainnya adalah harus selalu membangun komunikasi yang terbuka dan saling percaya. 

Ketika anak merasa dihargai dan dipercaya, mereka akan lebih terbuka dalam berbagi cerita secara langsung, baik suka maupun duka. Sehingga media sosial tidak menjadi "pelarian".

Seturut dengan itu, mengikuti akun media sosial anak dan anggota keluarga juga membantu orangtua untuk lebih melek teknologi dan tren terkini. Anak-anak sering kali begitu cepat mengadopsi platform atau aplikasi baru. Sehingga dengan mengikuti mereka, orangtua juga bisa tetap up-to-date dengan perkembangan zaman serta bisa memberikan panduan yang relevan.

Orangtua Sibuk Bermedia Sosial, Orangtua Juga Perlu Kontrol!

Media sosial bukan hanya tempat untuk bersosialisasi, tetapi juga cermin perilaku kita di dunia maya. Dalam banyak kasus, tidak hanya anak-anak yang perlu diawasi dalam menggunakan media sosial, tetapi orangtua juga. 

Dalam hal ini, saya punya sebuah pengalaman. Saya sempat berjumpa dengan seorang anak yang menawarkan barang untuk dijual. Lalu, saya menanyakan asal sekolah anak tersebut. Ternyata di sekolahnya ada guru yang saya kenal. Yang kemudian mengungkap fakta bahwa orangtuanya lebih sibuk ber-tiktok ria daripada memperhatikan perkembangan anaknya. Orangtuanya kurang peduli dengan proses belajar anaknya di sekolah karena sibuk dengan media sosial.

Hal ini menunjukkan pentingnya pengawasan bukan hanya untuk anak-anak, tetapi juga bagi para orangtua.

Saling follow antar anggota keluarga di media sosial dapat berfungsi sebagai bentuk kontrol sosial yang efektif. Ini bukan sekadar untuk mengetahui aktivitas anak, tetapi juga untuk memantau perilaku orangtua. Di era dimana media sosial menjadi primadona, banyak orangtua yang terjebak dalam tren dan konten viral. Seringkali orangtua mengabaikan tanggung jawab mereka sebagai pendidik pertama bagi anak-anak dan keluarga. 

Dengan adanya interaksi dan pengawasan dari anggota keluarga lainnya, orangtua dapat lebih sadar akan tindak-tanduk dan tanggung jawab di dunia digital.

Dengan saling follow juga dapat meminimalisir perilaku tidak pantas yang mungkin muncul dari orangtua di media sosial. Misalnya, seperti berbagi konten yang tidak sesuai atau berpartisipasi dalam komentar yang "berisiko". 

Orangtua mungkin akan lebih berhati-hati dalam memilih konten yang akan dibagikan. Hal ini bukan hanya melindungi reputasi keluarga, tetapi juga memberikan contoh yang baik bagi anak-anak dan generasi muda tentang bagaimana menggunakan media sosial secara bijak.

Ketika anggota keluarga sama-sama berada di media sosial, ada kesempatan untuk saling belajar dan berbagi pengalaman. Orangtua bisa memberikan arahan tentang etika digital, sementara anak-anak bisa mengajarkan teknologi atau fitur-fitur terbaru. 

Interaksi ini tidak hanya memperkuat ikatan keluarga tetapi juga meningkatkan literasi digital secara keseluruhan.

Orangtua perlu bersinergi dengan pihak sekolah mengedukasi anak didik tentang akses gadget yang bertanggung jawab. (foto Akbar Pitopang)
Orangtua perlu bersinergi dengan pihak sekolah mengedukasi anak didik tentang akses gadget yang bertanggung jawab. (foto Akbar Pitopang)

Follow Media Sosial dan "Controlling" terhadap Karakter dan Proses Belajar Anak

Di era kecerdasan buatan (artificial intelligence), media sosial turut menjadi arena penting bagi pembentukan karakter anak. Dengan beragam konten berbasis AI yang tersebar, baik yang mendidik maupun yang kurang pantas, pengawasan menjadi sangat krusial. 

Sebagai seorang guru, saya sering menemui situasi dimana anak-anak terpapar konten negatif, baik saya temukan secara sengaja maupun tidak sengaja. Akan tetapi, hal ini sering terjadi tanpa sepengetahuan orangtua, yang terkadang kurang aktif memantau aktivitas anak mereka di dunia maya. Saling follow di media sosial menjadi langkah awal yang penting, tetapi tidak cukup jika anak-anak menyembunyikan aktivitas mereka.

Orangtua kerap terkejut saat diberitahu tentang konten-konten yang kurang pantas yang diakses oleh anak-anak mereka. Ini menunjukkan bahwa masih banyak anak yang berusaha menyembunyikan aktivitas online mereka dari orangtua. 

Dalam beberapa kasus, mereka membuat akun lain (akun alter) atau menggunakan fitur "close friends" di Instagram untuk membatasi siapa saja yang bisa melihat konten tertentu. 

Kejadian seperti ini seharusnya membuat orangtua sadar akan pentingnya menjadi lebih proaktif dalam pengawasan. Bukan hanya dengan sekedar saling follow, tetapi juga dengan memahami cara kerja dan fitur-fitur media sosial yang digunakan oleh anak-anak mereka.

Pengawasan yang efektif memerlukan pendekatan yang lebih personal dan komunikatif. Orangtua perlu menciptakan lingkungan yang aman dan terbuka bagi anak-anak untuk berbicara tentang pengalaman mereka di media sosial.

Dengan cara ini, orangtua dapat memberikan bimbingan yang sesuai dan membangun kepercayaan, sehingga anak merasa nyaman untuk berbagi tanpa rasa takut atau cemas.

Bersama dengan guru, penting bagi orangtua untuk memberikan edukasi tentang literasi digital dan etika digital serta konsekuensi dari perilaku online. Anak-anak perlu memahami bahwa tindakan mereka di media sosial bisa berdampak jangka panjang, baik bagi diri mereka sendiri maupun orang lain. 

Dalam hal ini termasuk memberikan arahan tentang privasi, keamanan, dan bagaimana menjaga citra diri secara positif. 

Dengan pemahaman ini, diharapkan anak-anak dapat menjadi pengguna media sosial yang lebih bijak dan bertanggung jawab.

Kolaborasi guru dan orangtua sangat penting dalam menjaga anak-anak di media sosial. Sebagai pendidik, guru dapat memberikan informasi dan masukan yang berguna bagi orangtua tentang perilaku anak-anak di sekolah dan dunia maya. Ini bisa menjadi jembatan yang menghubungkan pengawasan di rumah dan di sekolah. 

Dengan demikian, saling follow di media sosial bukan sekadar formalitas. Melainkan bagian dari upaya bersama untuk memastikan bahwa anak-anak tumbuh dengan karakter yang kuat dan positif di era digital.

Tiada Keluarga yang Sempurna, Ayo Saling Follow!

Media sosial bisa menjadi pedang bermata dua, yakni meskipun bisa mendekatkan, bisa juga menjauhkan. Terlalu banyak fokus perhatian pada media sosial bisa mengabaikan komunikasi tatap muka yang lebih mendalam. 

Oleh karena itu, penting untuk menyepakati batasan yang sehat. Sesama anggota keluarga perlu memahami kapan waktu untuk offline dan fokus pada hubungan nyata, bukan hanya yang digital.

Saling follow di media sosial dapat memperkuat ikatan keluarga. Ketika anggota keluarga memberi like atau komentar pada postingan satu sama lain, ini bisa menjadi bentuk dukungan dan apresiasi yang sederhana tapi bermakna. 

Selain itu, ini juga membuka ruang untuk diskusi yang lebih mendalam tentang berbagai topik yang menarik minat keluarga. 

Jadi, jangan anggap sepele tindakan kecil seperti saling follow, karena itu bisa membawa pengaruh besar dalam menjaga keharmonisan dan kesejahteraan keluarga di era digital ini.

Dalam ekosistem digital, saling follow di media sosial dapat mendorong kita untuk lebih bertanggung jawab dalam penggunaan waktu mereka di platform digital. 

Daripada terjebak dalam scroll tanpa henti atau sibuk meladeni konten-konten viral, kita bisa memanfaatkan media sosial untuk hal-hal yang lebih positif. Seperti belajar hal baru atau mendukung perkembangan anak dan keluarga. 

Dengan begitu, media sosial bukan lagi menjadi alat distraksi (pengalih perhatian), tetapi menjadi medium untuk tumbuh bersama sebagai keluarga.

Semoga bermanfaat..

*****
Salam berbagi dan menginspirasi.
== Akbar Pitopang ==

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun