Di dunia pendidikan, peran guru ternyata tak sekadar mengajar di kelas. Terkadang, tanggung jawab yang harus diemban guru melampaui tugas utamanya tersebut.Â
Salah satu contoh yang kerap terjadi adalah saat atasan meminta guru muda untuk mengerjakan tugas "tak terduga."Â
Fenomena ini bukanlah hal asing bagi saya, sebagai seorang guru muda yang seringkali dianggap mampu dan cekatan dalam menuntaskan tugas tambahan.
Tugas tambahan tersebut ada yang masih relevan dengan profesi sebagai pendidik, seperti menjadi teknisi ANBK, panitia ujian, atau penggerak Komunitas Belajar di sekolah.Â
Peran-peran ini tentu dapat diterima karena berhubungan langsung dengan peningkatan kualitas pendidikan dan pengembangan profesionalisme guru. Namun, tidak semua tugas tambahan yang diberikan berkaitan langsung dengan tanggung jawab seorang guru.
Pada beberapa kesempatan, saya pernah diminta untuk menyelesaikan tugas administrasi yang seharusnya tidak menjadi beban guru. Misalnya, mengurus berkas-berkas administrasi atau mengelola data yang bukan menjadi bagian dari deskripsi kerja seorang pendidik.Â
Bahkan, pernah suatu ketika saya diminta untuk mengedit video pendek, tugas yang sebenarnya lebih cocok dilakukan oleh staf administrasi (tata usaha) atau tenaga kependidikan lainnya.
Guru Muda yang Dianggap "Multitasking"
Menghadapi situasi seperti ini, penting bagi guru muda untuk bisa menetapkan batasan yang jelas antara tugas pokok dan tugas tambahan yang dapat diterima. Profesionalisme memang harus dijaga agar tidak terjadi eksploitasi yang justru dapat mengurangi efektivitas dalam mengajar.Â
Berdiskusi atau komunikasi yang baik dengan atasan musti perlu dilakukan untuk menjelaskan kapasitas dan tanggung jawab seorang guru secara jelas.
Tidak bisa dipungkiri bahwa kemampuan multitasking adalah kelebihan yang dimiliki oleh guru muda. Meskipun menjadi multitasking sebenarnya tidak boleh sering dilakukan oleh siapapun.