Hendaknya pembagian daging dilakukan secara adil dan sesuai ketentuan syariat. Berkurban, dilansir dari laman Muhammadiyah.or.id, merupakan ibadah sebagai ungkapan rasa syukur yang membangun kesadaran dan kepedulian kepada sesama, sebagai realisasi ketakwaan kepada Allah SWT dengan mengambil hikmah dari kisah Nabi Ibrahim a.s dan anaknya Nabi Ismail a.s.
Dengan merujuk kepada ayat-ayat dan hadist, maka orang yang menerima kurban dapat dikelompokkan pada empat, yaitu;Â
- 1) Shohibul qurban;Â
- 2) Orang yang sengsara lagi fakir [QS. al-Hajj: 28];Â
- 3) Orang yang yang tidak minta-minta (al-Qaani') maupun yang mintaminta (al-Mu'tar) [QS. al-Hajj: 36];Â
- 4) Orang-orang miskin (HR. Muslim dari Ali).
Sedangkan mengutip laman Badan Amil Zakat Nasional dan NU Online, menyebutkan bahwa daging kurban dibagi untuk yang berkurban, untuk fakir miskin, untuk tetangga dan kerabat (masyarakat biasa).
Sayangnya dalam pembagiannya kerap dikorupsi oleh oknum. Terkadang ada saja yang pulang membawa bagian hewan seperti kaki atau kepala utuh dengan jumlah yang sangat banyak. Padahal yang sebenarnya adalah semua bagian tubuh hewan kurban tetap dibagi-bagi.
Apakah panitia kurban atau pengurus mendapatkan upah atau berhak mengambil tambahan daging di luar jatah yang ditentukan?
Kembali mengutip laman Muhammadiyah.or.id, Ali Ra. ia berkata; Rasulullah saw. telah memerintahkan kepadaku agar membantu dalam pelaksanaan kurban untanya dan agar membagikan kulit dan pakaiannya dan beliau pun memerintahkan kepadaku agar aku tidak memberikan sedikitpun dari hewan kurban kepada jagal. Ia (Ali) berkata: Kami memberikan upah (jagal) dari harta kami." (HR. Abu Dawud).
Partisipasi dalam memotong dan mengurusi daging kurban sering kali disalah artikan oleh beberapa orang sebagai hak untuk mendapatkan tambahan daging, bahkan mengatur pembagian daging sesuka hati. Padahal, dalam ajaran Islam, mereka tidak berhak melakukan hal tersebut.Â
Proses penyembelihan dan distribusi daging kurban adalah bentuk gotong royong dan kebersamaan, bukan ajang untuk mencari keuntungan pribadi.
Gotong royong dalam Idul Adha seharusnya dilandasi oleh niat ikhlas dan semangat membantu sesama. Para peserta yang terlibat dalam proses penyembelihan seharusnya memahami bahwa peran mereka adalah untuk memfasilitasi ibadah kurban agar berjalan sesuai syariat, untuk kelancaran (efektifitas dan efesiensi) pelaksanaan kurban, bukan untuk mengambil keuntungan dari daging kurban yang seharusnya didistribusikan kepada yang berhak.Â
Jika ada keinginan untuk mendapatkan upah atas kerja keras yang dilakukan dalam proses penyembelihan dan distribusi daging, sebaiknya hal ini dibicarakan terlebih dahulu dengan shohibul qurban (orang yang berkurban).Â