Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Best Teacher 2022 dan Best In Specific Interest Nominee 2023 | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Tren Hunian Pinggir Kota Mengubah Peta Zonasi PPDB

10 Juni 2024   10:58 Diperbarui: 27 Juni 2024   15:50 505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi siswa baru. (DOK. SINERGIA ANIMAL via Kompas.com)

Tak sanggup membeli tanah di tengah kota, banyak warga kini memilih perumahan di pinggir kota. (Dok. PPDPP Kementerian PUPR via Kompas.com)
Tak sanggup membeli tanah di tengah kota, banyak warga kini memilih perumahan di pinggir kota. (Dok. PPDPP Kementerian PUPR via Kompas.com)

Dinamika persebaran siswa dampak pergeseran area pemukiman 

Penerapan jalur zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) telah membawa perubahan signifikan dalam dinamika persebaran siswa di perkotaan. Salah satu dampak yang mulai dirasakan adalah potensi kekurangan siswa di sekolah-sekolah yang berada di tengah kota. 

Fenomena ini bisa ditelusuri lebih dalam dengan memperhatikan perubahan pola hunian masyarakat, terutama pasangan muda yang membeli rumah KPR yang lokasinya cenderung di pinggir kota.

Saat ini, banyak pasangan muda lebih memilih untuk membeli rumah di pinggiran kota dibandingkan di pusat kota. Alasannya cukup jelas yakni harga tanah dan properti di tengah kota semakin mahal dan sulit dijangkau oleh masyarakat dengan pendapatan menengah ke bawah. 

Pinggiran kota menawarkan harga yang lebih terjangkau serta berbagai fasilitas yang mulai berkembang, menjadikannya pilihan menarik bagi keluarga muda.

Dengan sistem zonasi yang diberlakukan, siswa secara otomatis akan masuk ke sekolah yang berada di sekitar tempat tinggal mereka. Ini berarti, sekolah-sekolah di pinggiran kota cenderung akan menerima lebih banyak siswa karena peningkatan jumlah penduduk di kawasan tersebut. 


Sebaliknya, sekolah-sekolah di pusat kota yang jumlah penduduk usia sekolah semakin sedikit, berpotensi mengalami kekurangan siswa.

Untuk mengatasi ketimpangan ini, pemerintah perlu melakukan evaluasi dan penyesuaian terhadap kebijakan zonasi PPDB. Salah satu langkah yang bisa diambil adalah meningkatkan investasi dalam infrastruktur dan sumber daya pendidikan di sekolah-sekolah pinggiran kota, serta memberikan apresiasi bagi sekolah-sekolah di pusat kota untuk mengembangkan program-program unggulan yang dapat menarik siswa dari jalur yang masih relevan.

Ilustrasi anak sekolah dasar. (Kompasiana/Mustopa)
Ilustrasi anak sekolah dasar. (Kompasiana/Mustopa)

Risiko sekolah berada jauh dari zonasi tempat tinggal

Penerapan jalur zonasi dalam PPDB telah menciptakan dinamika baru dalam sistem pendidikan di perkotaan. Meskipun banyak pasangan muda atau masyarakat memilih untuk tinggal di perumahan di pinggiran kota, fenomena unik muncul di mana banyak anak dari keluarga ini tetap bersekolah di tengah kota. 

Hal ini biasanya terjadi karena anak didaftarkan ke dalam Kartu Keluarga (KK) neneknya yang masih tinggal di rumah utama di pusat kota. Dengan demikian, anak-anak ini dapat mengakses sekolah-sekolah yang lebih favorit atau bergengsi yang berada di tengah kota, meskipun rumah orangtua mereka berada di pinggir kota.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun