Penerapan jalur zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) telah menjadi topik hangat dalam beberapa tahun ini. Kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan pemerataan pendidikan dan mengurangi kesenjangan akses antara sekolah-sekolah favorit dan non-favorit, ternyata menimbulkan berbagai tantangan dan masalah.Â
Salah satu masalah utama adalah kecurangan orangtua dalam penerimaan siswa, seperti fenomena titip Kartu Keluarga (KK) untuk mengincar sekolah-sekolah favorit. Meskipun tujuan kebijakan ini baik, pelaksanaannya belum sepenuhnya efektif dan adil.
Fenomena titip KK menjadi bukti bahwa beberapa orangtua masih bersikeras memasukkan anak-anak mereka ke sekolah favorit meskipun melanggar aturan zonasi. Mereka berusaha memanipulasi alamat tempat tinggal untuk mendapatkan akses ke sekolah-sekolah yang memiliki reputasi lebih baik.Â
Hal ini tidak hanya merugikan siswa lain yang seharusnya lebih berhak secara zonasi, tetapi juga mengganggu prinsip keadilan dan pemerataan yang diusung oleh kebijakan ini.
Selain kecurangan, ada kekhawatiran bahwa sekolah-sekolah yang berada di tengah kota akan kekurangan siswa. Dengan adanya kebijakan zonasi PPDB, sekolah-sekolah di pusat kota mungkin akan memiliki jumlah penduduk usia sekolah yang lebih sedikit.Â
Hal ini dapat menyebabkan persaingan yang ketat antar sekolah untuk mendapatkan siswa, dan pada gilirannya mempengaruhi kualitas pendidikan yang ditawarkan.
Persaingan mendapatkan siswa ini juga dapat memicu perubahan strategi di kalangan sekolah-sekolah tersebut. Sekolah mungkin akan meningkatkan promosi atau bahkan meningkatkan kualitas fasilitas dan program pendidikan untuk menarik minat siswa dari "jalur lain" yang masih bisa mendaftar misalnya melalui jalur prestasi atau afirmasi.Â
Namun, tidak semua sekolah memiliki sumber daya yang cukup untuk melakukan ini, yang pada akhirnya dapat menambah kesenjangan antara sekolah yang "mampu dan yang kurang mampu".
Di sisi lain, sekolah-sekolah di pinggiran kota yang semakin padat penduduk mungkin mengalami kelebihan kapasitas siswa. Hal ini dapat menyebabkan masalah baru seperti kekurangan fasilitas, perbandingan jumlah siswa dan tenaga pengajar yang tidak seimbang, dan penurunan kualitas pendidikan.Â
Siswa di daerah tersebut mungkin tidak mendapatkan pendidikan yang optimal karena sumber daya sekolah yang terbatas.
Disarankan kepada pemerintah perlu melakukan evaluasi terhadap kebijakan zonasi ini. Penegakan aturan perlu diperkuat. Selain itu, perlu ada peningkatan kualitas pendidikan secara merata di semua sekolah sehingga tidak ada lagi persepsi tentang sekolah favorit dan non-favorit.Â
Dengan demikian, diharapkan kebijakan zonasi dapat benar-benar mencapai tujuannya untuk pemerataan pendidikan dan mengurangi kesenjangan di sektor pendidikan.