Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Best Teacher 2022 dan Best In Specific Interest Nominee 2023 | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Sudah Kerja Keras Bagai Kuda, Gaji (Masih) Dipotong Tapera

5 Juni 2024   06:19 Diperbarui: 5 Juni 2024   15:10 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi membeli rumah dengan potongan Tapera. (PIXABAY/GERD ALTMANN via Kompas.com)

Namun, kemudahan ini saja belum cukup untuk mengimbangi rasa keberatan banyak pekerja terhadap potongan gaji yang mereka alami setiap bulan. Masih banyak yang merasa bahwa manfaat Tapera belum sebanding dengan beban finansial yang harus mereka tanggung.

Untuk meningkatkan kepercayaan dan penerimaan terhadap Tapera, pemerintah perlu memperjelas dan memperluas manfaat yang dapat diterima peserta. Subsidi atau potongan signifikan dalam pembelian rumah, misalnya, bisa menjadi insentif yang menarik. Selain itu, transparansi dalam pengelolaan dana juga sangat diperlukan pekerja untuk menepis anggapan bahwa Tapera akan bernasib sama seperti Asabri, Jiwasraya, dan lainnya.

Sejatinya, jika diterapkan dengan baik, Tapera bisa menjadi program yang tidak hanya menyedot iuran, tetapi juga memberikan manfaat nyata yang dirasakan oleh setiap pekerja, layaknya sebuah iuran dengan prinsip gotong royongnya.

(Tangkapan layar Akbar Pitopang via tapera.go.id)
(Tangkapan layar Akbar Pitopang via tapera.go.id)

Menanti manfaat Tapera saat pensiun, apakah sepadan?

Bagi banyak pekerja di Indonesia, program Tapera lebih terasa sebagai beban daripada berkah. Ketika gaji mereka dipotong, banyak yang merasa pasrah. Mereka terpaksa melihat Tapera sebagai solusi jangka panjang untuk masalah perumahan di Indonesia, meski belum merasakan manfaatnya secara langsung. Dengan membayar iuran atau menabung secara teratur, diharapkan masyarakat dapat memiliki dana yang cukup untuk membeli rumah. 

Namun, apakah harapan ini sebanding dengan kenyataan yang dihadapi?

Bagi sebagian orang yang telah memiliki rumah tanpa Tapera, mereka harus tetap membayar iuran setiap bulan sambil menunggu kapan Tapera bisa dicairkan. 

Ketika akhirnya mencapai masa pensiun, banyak yang kecewa karena jumlah yang diterima sangat sedikit dibandingkan dengan iuran yang sudah dibayarkan selama puluhan tahun. 

Misalnya, seorang guru PNS yang hanya menerima sekitar 8 juta rupiah dari Tapera setelah bertahun-tahun menyetor iuran. Jumlah ini terasa tidak sepadan dengan harapan dan pengorbanan yang telah dilakukan.

Rasa kecewa ini tidak hanya dirasakan oleh segelintir orang. Banyak pekerja yang merasa bahwa Tapera tidak memberikan manfaat yang nyata. Jumlah yang diterima saat pensiun jauh dari cukup untuk membeli rumah atau bahkan untuk memenuhi kebutuhan dasar lainnya. 

Situasi ini membuat banyak pekerja merasa bahwa Tapera "tidak ada gunanya" dan hanya menambah beban finansial mereka tanpa memberikan keuntungan yang sepadan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun