Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Dikelola oleh Akbar Fauzan, S.Pd.I, Guru Milenial Lulusan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta | Mengulik Sisi Lain Dunia Pendidikan Indonesia | Ketua Bank Sampah Sekolah, Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri Diterbitkan Bentang Pustaka

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kuliah Tidak Wajib tapi Penting di Era Kompetisi Global

27 Mei 2024   00:45 Diperbarui: 29 Mei 2024   07:35 668
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Ilustrasi SHUTTERSTOCK via Kompas.com)

Polemik mengenai biaya kuliah yang mahal serta pandangan bahwa kuliah adalah kebutuhan tersier dan tidak wajib, terus menjadi perbincangan hangat di masyarakat. Mahalnya Uang Kuliah Tunggal (UKT) dianggap menjadi hambatan besar bagi banyak calon mahasiswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Di tengah kondisi ini, pendidikan tinggi di Indonesia terasa semakin eksklusif, tidak hanya karena sulitnya proses seleksi, tetapi juga karena tingginya biaya yang harus dikeluarkan. 

Di media sosial, diskusi hingga caci maki mengenai mahalnya UKT dan status kuliah sebagai kebutuhan tersier semakin memanas. Banyak netizen yang berbagi pengalaman dan keluh kesah tentang beban biaya pendidikan yang tinggi. 

Isu ini tidak hanya menjadi perhatian kalangan mahasiswa dan orangtua, tetapi juga masyarakat umum yang peduli terhadap masa depan pendidikan di Indonesia. 

Keadaan ini mencerminkan realita bahwa akses terhadap pendidikan tinggi masih menjadi masalah serius yang perlu segera diatasi.

Realita pendidikan tinggi di Indonesia saat ini memaksa kita untuk menerima kondisi yang ada, meskipun dengan berat hati. 

Di satu sisi, ada pandangan bahwa tidak melanjutkan kuliah mungkin tidak apa-apa. Namun, di sisi lain, dunia kerja saat ini seringkali mensyaratkan kualifikasi minimal S1 dan pengalaman kerja untuk berbagai posisi. 

Hal ini menempatkan para calon mahasiswa, terutama yang berasal dari keluarga dengan pendapatan rendah, berada dalam dilema yang sulit. Mereka harus berjuang untuk bisa melanjutkan pendidikan tinggi meskipun biaya yang harus dikeluarkan sangat besar.

Keadaan ini membuat banyak orang tua dan mahasiswa merasa 'tercekik' dengan tingginya biaya kuliah. Meski ada beberapa program bantuan dan beasiswa yang disediakan oleh pemerintah maupun pihak swasta, namun jumlahnya masih terbatas dan belum mampu mengakomodasi semua yang membutuhkan. 

Banyak mahasiswa yang akhirnya harus kuliah sambil bekerja atau mencari pinjaman untuk bisa menutupi biaya kuliah mereka. Keadaan ini tidak hanya menguras finansial, tetapi juga energi dan waktu yang seharusnya bisa digunakan untuk fokus belajar.

Secara keseluruhan, polemik mahalnya biaya kuliah dan status belajar di pendidikan tinggi sebagai kebutuhan tersier tidak bisa diselesaikan dengan cara yang instan. 

Dibutuhkan usaha bersama dan kebijakan yang tepat agar pendidikan tinggi di Indonesia bisa lebih inklusif dan bisa diakses oleh semua kalangan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun