Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Best Teacher 2022 dan Best In Specific Interest Nominee 2023 | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Melihat Seragam Sekolah dan Wajah Pendidikan Kita

1 Mei 2024   07:50 Diperbarui: 2 Mei 2024   12:20 629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi seragam sekolah dasar. Foto: KOMPAS.com/M. Elgana Mubarokah

Jika seragam sekolah bisa bicara, mungkin ia akan menjadi bintang utama dalam sebuah drama kontroversial yang mengguncang masyarakat pada beberapa waktu yang lalu. 

Isu perubahan seragam sekolah telah menjadi pusat perhatian, memicu gelombang perdebatan maupun diskusi yang tak terduga. Meskipun kenyataannya tidak ada perubahan, guncangan yang dihasilkan telah mengupas berbagai aspek terkait seragam sekolah dari berbagai sudut pandang.

Salah satu sorotan utama adalah mahalnya biaya seragam sekolah. Bagi sebagian orang, membeli seragam sekolah bukan hanya sekedar pembelian rutin setiap anak masuk sekolah, tapi menjadi pengeluaran besar yang membebani dompet. 

Hal ini menyulut pertanyaan tentang aksesibilitas pendidikan, dimana mahalnya seragam bisa menjadi hambatan bagi keluarga kurang mampu. Dan menjadi gesekan tersendiri antara wali murid dan pihak sekolah.

Namun, dibalik nilai materi yang harus diperhitungkan, seragam sekolah juga membawa filosofi tersendiri. Konsep kesetaraan, identitas, dan rasa kebersamaan terkandung dalam setiap jahitan seragam. 

Seragam sekolah bukan hanya sekedar pakaian, tapi simbol solidaritas dalam kehidupan masyarakat sekolah yang beragam.

Tak ketinggalan, ada pula yang membahas fenomena menarik dimana beberapa sekolah memilih untuk tidak menetapkan aturan seragam sekolah. Seragam dengan pakaian yang bebas memberikan kebebasan ekspresi bagi siswa, namun juga menimbulkan pertanyaan tentang identitas sekolah. 

Apakah seragam sekolah menggunakan pakaian bebas menciptakan lingkungan belajar yang lebih inklusif atau justru memperkuat kesenjangan sosial diantara siswa? Misalnya seperti itu.

Isu mengenai seragam sekolah telah membuka "kotak hitam" terkait masalah pendidikan. Dari biaya hingga filosofi, dari aturan hingga kebebasan, setiap aspek seragam sekolah menjadi cermin dari kompleksitas sistem pendidikan saat ini. 

Masyarakat diundang untuk lebih mendalami dan memahami peran seragam sekolah dalam hal karakter dan budaya sekolah. 

Mungkin, dari perdebatan ini, kita bisa menemukan titik temu untuk menciptakan sistem pendidikan yang lebih inklusif dan berkeadilan.

Siswa di sekolah kami dan seragamnya. (foto Akbar Pitopang)
Siswa di sekolah kami dan seragamnya. (foto Akbar Pitopang)

Harmoni perbedaan seragam sekolah di satu sekolah 

Setiap sekolah khususnya sekolah negeri sudah pasti akan mengikuti aturan seragam sekolah sebagaimana yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Begitu pula di sekolah tempat saya mengajar saat ini yakni di SD negeri. 

Setidaknya ada 5 seragam sekolah yang diberlakukan yakni, seragam nasional, pramuka, batik, pakaian olahraga dan pakaian adat.

Semuanya bergulir dengan baik dan tidak ada masalah berarti. Ketika ada siswa pindahan, mereka tetap bisa mengenakan seragam dari sekolah lama. Jika memungkinkan biasanya siswa pindahan hanya perlu membeli seragam olahraga yang baru karena terdapat identitas sekolah.

Namun beberapa tahun terakhir ini saya perhatikan untuk seragam batik, ternyata warna dan motifnya berubah-ubah. Sehingga membuat antara siswa lama dengan siswa baju menjadi berbeda seragamnya khususnya dari segi warna. 

Akan tetapi ternyata hal tersebut tidak dipermasalahkan baik oleh wali murid maupun siswa karena tidak adanya aksi bullying lantaran perbedaan seragam dalam satu sekolah yang sama

Mungkin, ini adalah bukti bahwa harmoni dalam lingkungan sekolah bisa terwujud ketika kita saling menghormati satu sama lain, bahkan dalam hal sekecil perbedaan seragam. Karena sebenarnya yang terpenting adalah siswa semuanya bisa belajar dengan baik dan nyaman.

Bagaimana dengan seragam sekolah yang dikenakan murid di daerah pelosok Indonesia. (via Kompas)
Bagaimana dengan seragam sekolah yang dikenakan murid di daerah pelosok Indonesia. (via Kompas)

Pencitraan seragam sekolah dan esensi pendidikan 

Seragam sekolah bukan sekadar pakaian, melainkan juga lambang kesetaraan di antara siswa-siswi. Dengan mengenakan seragam yang sama, diharapkan tidak ada perbedaan perlakuan berdasarkan status sosial atau ekonomi.

Di tengah perdebatan praktis tentang seragam sekolah, terdapat dimensi yang lebih dalam yang seringkali terabaikan. 

Misalnya fenomena sekolah swasta yang membebaskan aturan seragam menarik perhatian tersendiri. Beberapa institusi pendidikan memilih membiarkan siswa memilih pakaian sesuai keinginan mereka. Meskipun demikian, hal ini tampaknya tidak menimbulkan masalah berarti. Fokus lebih dititikberatkan pada prestasi dan karakter siswa sesuai dengan kebijakan sekolah masing-masing.

Namun, apakah kita pernah membayangkan bagaimana masalah seragam sekolah ini terjadi di sekolah-sekolah di daerah pelosok? 

Siswa-siswa di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar) mungkin menghadapi tantangan yang berbeda. 

Seragam nasional menjadi barang mewah, dan seringkali mereka hanya bisa mengenakan pakaian apa pun yang ada. Namun, semangat mereka untuk mengejar pendidikan tetap membara, menyentuh hati kita.

Di balik ragam persoalan dalam aturan seragam sekolah, cerita fakta dari daerah pelosok ini mengingatkan kita pada esensi pendidikan, yakni semangat dan tekad untuk belajar. 

Meskipun terbatas oleh situasi ekonomi dan infrastruktur yang mungkin kurang mendukung, siswa-siswa di daerah 3T tetap gigih mengejar impian mereka. 

Semangat ini seharusnya menjadi inspirasi bagi kita semua, bahwa pendidikan adalah hak bagi setiap individu, tidak peduli dari mana asal dan latar belakangnya.

Saat seragam sekolah yang akhirnya dicorat-coret saat siswa lulus. Jangan sampai terus terjadi. (KOMPAS.COM/SYARIFUDIN)
Saat seragam sekolah yang akhirnya dicorat-coret saat siswa lulus. Jangan sampai terus terjadi. (KOMPAS.COM/SYARIFUDIN)

Merawat seragam sekolah dalam semangat berkelanjutan

Ketika isu seragam sekolah menjadi sorotan, perdebatan pun meluas ke berbagai arah. Dari penekanan atas nilai-nilai kesetaraan hingga penerimaan atas keberagaman ekspresi diri siswa, semuanya turut menjadi bagian dari wacana yang berkembang. 

Penting bagi kita untuk tidak hanya melihat seragam sekolah sebagai kain yang dikenakan, tetapi juga sebagai simbol yang memperjuangkan nilai-nilai penting dalam masyarakat pendidikan kita.

Namun, di sisi lain, ada tradisi yang menyedihkan dalam budaya sekolah, yaitu tradisi corat-coret seragam sekolah di hari pengumuman kelulusan. Betapa mirisnya rasanya melihat seragam yang seharusnya dihargai harus dicoret-coret begitu saja.

Tradisi corat-coret seragam bukan hanya merusak pakaian fisik, tetapi juga melukai makna simbolis di balik seragam itu sendiri. 

Apakah siswa sudah melupakan pesan yang seharusnya disampaikan oleh seragam sekolah? 

Pesan tentang kesetaraan, persatuan, dan rasa hormat terhadap institusi pendidikan yang memberi kita wadah untuk tumbuh dan berkembang.

Bagaimana mungkin kita merayakan pencapaian akademis sambil merusak simbol dari perjuangan dan persatuan kita?

Makna dari seragam sekolah bukan hanya sebagai aturan yang harus dipatuhi, tetapi sebagai lambang nilai-nilai yang ingin kita perjuangkan dalam dunia pendidikan. 

Mungkin saatnya bagi kita untuk merenung. Mari kita lihat seragam sekolah dengan mata yang lebih luas, melampaui setiap jahitan dan warnanya sebagai representasi dari perjuangan bersama kita dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang inklusif dan beradab. 

Dan mungkin, dari sinilah kita dapat menemukan arti yang sejati dari seragam sekolah sebagai simbol dari nilai-nilai yang kita anut dan perjuangkan dalam pendidikan kita hari ini.

Rincian harga pembelian kain seragam di salah satu SMAN Tulungagung Jawa Timur. (SLAMET WIDODO/Kompas.com)
Rincian harga pembelian kain seragam di salah satu SMAN Tulungagung Jawa Timur. (SLAMET WIDODO/Kompas.com)

Merdeka belajar dan mahalnya seragam sekolah

Dari semua perbincangan yang melingkupi polemik seragam sekolah, satu masalah yang tetap menonjol adalah biaya seragam yang membebani banyak orang tua. Harga seragam sekolah yang cenderung mahal seringkali menjadi momok yang sulit diatasi. 

Bagi sebagian orang tua, ini bukan hanya sekedar masalah keuangan, tetapi juga pertarungan nyata antara kebutuhan dan ketersediaan finansial.

Untuk menanggulangi besarnya biaya seragam sekolah, mungkin solusinya terletak pada peran lebih aktif dari komite sekolah. Dengan komite sekolah mengambil alih urusan pengadaan seragam sekolah, faktor kepentingan bisnis dari pihak-pihak ketiga bisa dieliminasi. 

Dengan demikian, harga seragam sekolah dapat ditekan, menjadikannya lebih terjangkau bagi para orang tua.

Pengambilalihan pengadaan seragam sekolah oleh komite sekolah juga bisa memberikan manfaat tambahan. Misalnya, komite sekolah dapat bekerja sama dengan produsen lokal untuk memproduksi seragam dengan harga yang lebih terjangkau. 

Selain itu, mereka juga dapat mengembangkan program bantuan atau skema cicilan bagi orang tua yang kesulitan secara finansial.

Langkah-langkah ini tidak hanya akan membantu mengurangi beban keuangan bagi orang tua, tetapi juga mengaktifkan peran komunitas sekolah dalam mendukung pendidikan yang inklusif dan berkelanjutan. 

Dengan demikian, masalah biaya seragam sekolah bisa menjadi lebih teratasi. Sehingga semua siswa dapat meraih hak mereka untuk mendapatkan pendidikan dan merdeka belajar tanpa hambatan masalah seragam sekolah.

*****
Salam berbagi dan menginspirasi.
== Akbar Pitopang ==

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun