Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Dikelola oleh Akbar Fauzan, S.Pd.I, Guru Milenial Lulusan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta | Mengulik Sisi Lain Dunia Pendidikan Indonesia | Ketua Bank Sampah Sekolah, Teknisi Asesmen Nasional ANBK, Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri Diterbitkan Bentang Pustaka

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Puasa Media Sosial: Mengapa "Social Media Detox" itu Penting?

30 Maret 2024   02:13 Diperbarui: 30 Maret 2024   02:18 1208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Planning oleh Ivan Samkov (pexels.com)

Menahan diri dari platform media sosial tersebut tidak hanya membantu kita menghindari konten-konten yang mungkin tidak pantas dilihat ketika sedang berpuasa, tetapi juga membuka ruang untuk lebih fokus pada ibadah, refleksi, dan kegiatan yang membawa manfaat.

Puasa media sosial dalam bulan Ramadhan tidak hanya tentang menghindari segala bentuk konten yang negatif atau tidak produktif, tetapi juga tentang mengalihkan perhatian kita pada hal-hal yang lebih bermakna. 

Karena bulan Ramadhan adalah kesempatan untuk lebih mendekatkan diri pada Allah SWT, melalui membaca Al-Qur'an, berdzikir, bersedekah, dan berbuat baik kepada sesama.

Dengan memanfaatkan waktu yang biasanya hanya dihabiskan untuk media sosial lalu menggantinya dengan aktivitas-aktivitas yang lebih positif dan produktif, kita dapat meningkatkan kualitas ibadah kita selama bulan Ramadhan. 

Ini bukan hanya tentang menahan diri dari hawa nafsu dan sesuatu yang tidak diinginkan yang diluar kendali kita, tetapi juga tentang memanfaatkan waktu dan energi kita dengan cara yang paling bermanfaat dan berkah. 

Puasa media sosial dapat menjadi salah satu langkah sederhana namun berharga guna memperkaya pengalaman spiritual kita selama bulan Ramadhan ini.

Planning oleh Ivan Samkov (pexels.com)
Planning oleh Ivan Samkov (pexels.com)

Tips controlling media sosial 

1. Pentingnya self control dan manajemen waktu 

Hendaknya kita dapat mengatur pemanfaatan waktu yang tepat selama Ramadhan ini, kapan untuk ibadah, mengerjakan aktivitas penting, menyelesaikan tugas, maupun kapan untuk bermedia sosial.

Kita sebenarnya tetap bisa bermedia sosial selama berpuasa namun mungkin hanya untuk menghindari kejenuhan tanpa harus berlama-lama sampai lupa waktu.

2. Membatasi aktivitas yang berpotensi negatif

kalau misalnya di linimasa kita ada berita atau informasi terbaru, maka kita harus terlebih dahulu menahan diri untuk tidak langsung berkomentar atau memberikan tanggapan yang malah dapat mengundang perdebatan atau pertentangan dari orang lain hingga lahirnya hate comment (ujaran kebencian) meskipun disampaikan secara bercanda atau sarkas.

3. Unfollow akun yang kerap membagikan konten unfaedah

Kadang kita mem-follow suatu akun karena kebetulan membagikan konten yang bagus atau menghibur. Namun, ternyata kadang-kadang kerap pula membagikan konten yang bikin heboh karena mungkin berharap viral dan jangkauan yang lebih luas terhadap konten tersebut. Maka lebih baik kita berhenti mengikuti akun-akun yang tidak amanah seperti itu.

4. Tidak asal klik konten explore-FYP-viral

Biasakan untuk membaca informasi judul pada bagian "hook" sebuah konten video pendek atau reels. Jangan asal klik karena bisa saja itu konten yang harusnya dihindari saat kita sedang berpuasa.

5. Tetap menjalan prinsip: literasi-etika-tanggung jawab digital

Kehidupan digital kita dalam bermedia sosial saat ini harus didukung dengan literasi digital, etika digital hingga tanggung jawab digital yang baik. Agar kita benar-benar bijak dan mampu membawakan diri dalam aktivitas di media sosial. Supaya kita bertanggung jawab atas komentar dan share yang kita lakukan.

6. Selalu peduli kesehatan mental dan spiritual

Aktivitas yang kita lakukan di media sosial bisa saja mempengaruhi mental health misalnya depresi setelah menerima hate comments karena kita asal kasih komentar gak ngotak, emosi setelah baca-baca komentar yang ditinggalkan orang lain di postingan akun portal, hingga merasa hidup tidak tenang setelah melihat konten flexing dari influencer yang sebenarnya itu hanya endorsement.

7. Detoks media sosial sebelum kecanduan 

Bukan tidak mungkin bila seseorang bisa saja menjadi kecanduan media sosial. Dari kecanduan hingga gangguan mental, dampak negatifnya mulai terasa jelas. Interaksi manusia yang seharusnya secara langsung telah tergantikan oleh komunikasi virtual yang serba cepat dan dangkal. Dengan mudahnya penyebaran konten, seringkali sulit untuk membedakan antara fakta dan opini, antara berita asli dan hoax yang meresahkan. Ini menciptakan tantangan baru dalam upaya kita untuk tetap kritis dan terinformasi dengan baik karena terlanjur kecanduan.

Semoga bermanfaat..
Literasi: 1, 2, 3.

*****
Salam berbagi inspirasi.
== Akbar Pitopang ==

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun