Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Best Teacher 2022 dan Best In Specific Interest Nominee 2023 | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Puasa Media Sosial: Mengapa "Social Media Detox" itu Penting?

30 Maret 2024   02:13 Diperbarui: 30 Maret 2024   02:18 924
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi puasa media sosial. (pexels.com/MART PRODUCTION)

Dunia digital dan media sosial telah menjadi hal tak terpisahkan dalam kehidupan kita saat ini. Mulai dari pagi hingga malam hari, ponsel pintar kita menjadi jendela menuju dunia maya yang tak pernah tidur. 

Kehadiran media sosial telah mengubah lanskap interaksi manusia secara fundamental. Informasi baru, berita terkini, dan hiburan dapat diakses dengan mudah di genggaman tangan kita. 

Setiap klik, like, atau share merupakan bagian dari kontribusi kita dalam ekosistem digital dan membentuk interaksi yang tak terhitung jumlahnya di media sosial ini

Di balik itu, ada juga konsekuensi yang perlu kita pertimbangkan seperti ketergantungan pada media sosial telah menjadi masalah serius bagi banyak individu, baik anak kecil hingga orang dewasa. 

Meskipun demikian, media sosial juga memperluas jangkauan komunikasi kita secara global. Kita dapat berinteraksi dengan orang dari berbagai belahan dunia, menjembatani kesenjangan akses dan bahasa. 

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami peran media sosial dalam kehidupan kita dengan cermat. 

Sambil menghargai manfaatnya, kita juga harus waspada terhadap dampak negatifnya. Dengan menggunakan media sosial secara bijak, bertanggung jawab, dan selektif adalah kunci untuk memanfaatkan potensinya sebaik mungkin.

Dengan tetap menjaga keseimbangan dalam kehidupan nyata kita, kita dapat meraih manfaatnya tanpa terjebak dalam perangkap yang mungkin mengintai di balik layar media sosial.

Social Media oleh pixabay (pexels.com)
Social Media oleh pixabay (pexels.com)

Konten media sosial dan tantangan kontemporer

Saat kita berbicara tentang media sosial, tidak dapat dipungkiri bahwa ada sisi gelap yang harus diakui. Misalnya, konten yang tidak semestinya, komentar kasar, hingga tindakan bullying atau penyerangan personal merupakan realitas yang sering kita temui di dalamnya. 

Terlebih lagi dengan kehadiran akun-akun bodong (second account) dalam ruang digital seringkali memperkuat perilaku-perilaku negatif ini.

Intensitas penggunaan media sosial di antara kita telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Dari menit hingga waktu berjam-jam terbuang begitu saja dalam aktivitas melihat, menyukai, dan berbagi konten di media sosial. 

Waktu yang seharusnya dialokasikan untuk beribadah, mengurus rumah, menyelesaikan tugas, atau berinteraksi secara langsung dengan keluarga dan teman, malah jadi sering terabaikan deh.

Kehadiran media sosial telah memicu dampaknya terhadap kesehatan mental dan kesejahteraan kita. Ketergantungan yang semakin parah malah sering berujung pada perasaan cemas hingga kurangnya kepercayaan diri. 

Seharusnya kita perlu menyadari bahwa media sosial hanyalah alat, dan bagaimana kita menggunakan semestinya benar-benar dalam kendali kita (self control).

Kita memang harus menetapkan batasan-batasan dalam penggunaan media sosial, serta memprioritaskan waktu dan perhatian kita untuk hal-hal yang benar-benar penting dalam kehidupan kita. 

Lebih dari sekadar hiburan, kita perlu memperlakukan media sosial dengan bijak serta menggunakannya sebagai alat untuk berbagi, belajar, dan terhubung dengan orang lain tanpa melupakan nilai-nilai dalam hidup kita.

Ilustrasi kecanduan media sosial. (myella via Kompas.com)
Ilustrasi kecanduan media sosial. (myella via Kompas.com)

Signifikan puasa media sosial dan kualitas 10 hari terakhir Ramadan

Menahan diri dari makan, minum, dan... media sosial?

Selain menahan diri dari makan dan minum selama waktu yang telah ditentukan, puasa Ramadhan juga menuntut kita untuk menahan nafsu dan mengendalikan diri dari segala godaan yang mungkin mengganggu kualitas ibadah kita.

Salah satu godaan di era modern yang dapat mengganggu konsentrasi dan mempengaruhi kita adalah media sosial. 

Dalam bulan Ramadhan, kita juga dapat memanfaatkan momen ini sebagai kesempatan untuk "puasa" dari media sosial. 

Menahan diri dari platform media sosial tersebut tidak hanya membantu kita menghindari konten-konten yang mungkin tidak pantas dilihat ketika sedang berpuasa, tetapi juga membuka ruang untuk lebih fokus pada ibadah, refleksi, dan kegiatan yang membawa manfaat.

Puasa media sosial dalam bulan Ramadhan tidak hanya tentang menghindari segala bentuk konten yang negatif atau tidak produktif, tetapi juga tentang mengalihkan perhatian kita pada hal-hal yang lebih bermakna. 

Karena bulan Ramadhan adalah kesempatan untuk lebih mendekatkan diri pada Allah SWT, melalui membaca Al-Qur'an, berdzikir, bersedekah, dan berbuat baik kepada sesama.

Dengan memanfaatkan waktu yang biasanya hanya dihabiskan untuk media sosial lalu menggantinya dengan aktivitas-aktivitas yang lebih positif dan produktif, kita dapat meningkatkan kualitas ibadah kita selama bulan Ramadhan. 

Ini bukan hanya tentang menahan diri dari hawa nafsu dan sesuatu yang tidak diinginkan yang diluar kendali kita, tetapi juga tentang memanfaatkan waktu dan energi kita dengan cara yang paling bermanfaat dan berkah. 

Puasa media sosial dapat menjadi salah satu langkah sederhana namun berharga guna memperkaya pengalaman spiritual kita selama bulan Ramadhan ini.

Planning oleh Ivan Samkov (pexels.com)
Planning oleh Ivan Samkov (pexels.com)

Tips controlling media sosial 

1. Pentingnya self control dan manajemen waktu 

Hendaknya kita dapat mengatur pemanfaatan waktu yang tepat selama Ramadhan ini, kapan untuk ibadah, mengerjakan aktivitas penting, menyelesaikan tugas, maupun kapan untuk bermedia sosial.

Kita sebenarnya tetap bisa bermedia sosial selama berpuasa namun mungkin hanya untuk menghindari kejenuhan tanpa harus berlama-lama sampai lupa waktu.

2. Membatasi aktivitas yang berpotensi negatif

kalau misalnya di linimasa kita ada berita atau informasi terbaru, maka kita harus terlebih dahulu menahan diri untuk tidak langsung berkomentar atau memberikan tanggapan yang malah dapat mengundang perdebatan atau pertentangan dari orang lain hingga lahirnya hate comment (ujaran kebencian) meskipun disampaikan secara bercanda atau sarkas.

3. Unfollow akun yang kerap membagikan konten unfaedah

Kadang kita mem-follow suatu akun karena kebetulan membagikan konten yang bagus atau menghibur. Namun, ternyata kadang-kadang kerap pula membagikan konten yang bikin heboh karena mungkin berharap viral dan jangkauan yang lebih luas terhadap konten tersebut. Maka lebih baik kita berhenti mengikuti akun-akun yang tidak amanah seperti itu.

4. Tidak asal klik konten explore-FYP-viral

Biasakan untuk membaca informasi judul pada bagian "hook" sebuah konten video pendek atau reels. Jangan asal klik karena bisa saja itu konten yang harusnya dihindari saat kita sedang berpuasa.

5. Tetap menjalan prinsip: literasi-etika-tanggung jawab digital

Kehidupan digital kita dalam bermedia sosial saat ini harus didukung dengan literasi digital, etika digital hingga tanggung jawab digital yang baik. Agar kita benar-benar bijak dan mampu membawakan diri dalam aktivitas di media sosial. Supaya kita bertanggung jawab atas komentar dan share yang kita lakukan.

6. Selalu peduli kesehatan mental dan spiritual

Aktivitas yang kita lakukan di media sosial bisa saja mempengaruhi mental health misalnya depresi setelah menerima hate comments karena kita asal kasih komentar gak ngotak, emosi setelah baca-baca komentar yang ditinggalkan orang lain di postingan akun portal, hingga merasa hidup tidak tenang setelah melihat konten flexing dari influencer yang sebenarnya itu hanya endorsement.

7. Detoks media sosial sebelum kecanduan 

Bukan tidak mungkin bila seseorang bisa saja menjadi kecanduan media sosial. Dari kecanduan hingga gangguan mental, dampak negatifnya mulai terasa jelas. Interaksi manusia yang seharusnya secara langsung telah tergantikan oleh komunikasi virtual yang serba cepat dan dangkal. Dengan mudahnya penyebaran konten, seringkali sulit untuk membedakan antara fakta dan opini, antara berita asli dan hoax yang meresahkan. Ini menciptakan tantangan baru dalam upaya kita untuk tetap kritis dan terinformasi dengan baik karena terlanjur kecanduan.

Semoga bermanfaat..
Literasi: 1, 2, 3.

*****
Salam berbagi inspirasi.
== Akbar Pitopang ==

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun