Terlebih lagi dengan kehadiran akun-akun bodong (second account) dalam ruang digital seringkali memperkuat perilaku-perilaku negatif ini.
Intensitas penggunaan media sosial di antara kita telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Dari menit hingga waktu berjam-jam terbuang begitu saja dalam aktivitas melihat, menyukai, dan berbagi konten di media sosial.Â
Waktu yang seharusnya dialokasikan untuk beribadah, mengurus rumah, menyelesaikan tugas, atau berinteraksi secara langsung dengan keluarga dan teman, malah jadi sering terabaikan deh.
Kehadiran media sosial telah memicu dampaknya terhadap kesehatan mental dan kesejahteraan kita. Ketergantungan yang semakin parah malah sering berujung pada perasaan cemas hingga kurangnya kepercayaan diri.Â
Seharusnya kita perlu menyadari bahwa media sosial hanyalah alat, dan bagaimana kita menggunakan semestinya benar-benar dalam kendali kita (self control).
Kita memang harus menetapkan batasan-batasan dalam penggunaan media sosial, serta memprioritaskan waktu dan perhatian kita untuk hal-hal yang benar-benar penting dalam kehidupan kita.Â
Lebih dari sekadar hiburan, kita perlu memperlakukan media sosial dengan bijak serta menggunakannya sebagai alat untuk berbagi, belajar, dan terhubung dengan orang lain tanpa melupakan nilai-nilai dalam hidup kita.
Signifikan puasa media sosial dan kualitas 10 hari terakhir Ramadan
Menahan diri dari makan, minum, dan... media sosial?
Selain menahan diri dari makan dan minum selama waktu yang telah ditentukan, puasa Ramadhan juga menuntut kita untuk menahan nafsu dan mengendalikan diri dari segala godaan yang mungkin mengganggu kualitas ibadah kita.
Salah satu godaan di era modern yang dapat mengganggu konsentrasi dan mempengaruhi kita adalah media sosial.Â
Dalam bulan Ramadhan, kita juga dapat memanfaatkan momen ini sebagai kesempatan untuk "puasa" dari media sosial.Â