Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Akun ini dikelola Akbar Fauzan, S.Pd.I

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Meninjau Ulang Kurikulum Merdeka Sebelum Jadi Kurikulum Nasional

9 Maret 2024   10:30 Diperbarui: 10 Maret 2024   10:00 3142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dengan mengeksplorasi Kurikulum Merdeka memungkinkan guru merencanakan strategi yang lebih tepat sesuai dengan tujuan nasional. (foto Akbar Pitopang)

Tantangan infrastruktur pendidikan yang masih buruk di berbagai daerah merupakan hambatan nyata dalam implementasi Kurikulum Merdeka, terutama ketika kurikulum ini sangat erat kaitannya dengan penerapan teknologi dalam pembelajaran. 

Misalnya, pelaksanaan ANBK (Asesmen Nasional Berbasis Komputer) dan penerapan Platform Merdeka Mengajar (PMM) memerlukan akses internet yang baik untuk dapat diakses dengan lancar. Namun, kenyataannya, banyak daerah masih menghadapi kendala dalam hal fasilitas internet yang buruk atau bahkan tidak tersedia sama sekali.

Kondisi ini menjadi sumber masalah serius bagi guru dan siswa dalam menerapkan Kurikulum Merdeka. Perjuangan yang harus dihadapi oleh para pendidik dan peserta didik untuk mengatasi keterbatasan infrastruktur ini seringkali memunculkan tantangan dan kesulitan dalam proses pembelajaran. 

Guru dan siswa harus berjuang lebih keras untuk menyesuaikan diri dengan kurikulum baru yang memanfaatkan teknologi dalam pembelajaran, terlebih lagi jika akses internet masih terbatas.

Kendala-kendala seperti ini menjadi cerminan dari masalah klasik yang masih dihadapi dalam dunia pendidikan di negeri ini, dimana kesenjangan infrastruktur pendidikan antar daerah masih menjadi persoalan yang belum terselesaikan secara menyeluruh. 

Dalam menghadapi tantangan ini, diperlukan upaya kolaboratif untuk mencari solusi yang efektif dan berkelanjutan. Langkah-langkah konkret seperti peningkatan infrastruktur internet, pelatihan teknologi bagi guru dan siswa, serta pengembangan alternatif untuk pembelajaran terdiferensiasi dapat menjadi langkah dalam mengatasi hambatan ini.

Tantangan pendidikan berkualitas berjibaku dengan belum merata akses internet di penjuru Indonesia. (Dok Orangtua Marselinus Ekung via Kompas.com)
Tantangan pendidikan berkualitas berjibaku dengan belum merata akses internet di penjuru Indonesia. (Dok Orangtua Marselinus Ekung via Kompas.com)

Kelima, implementasi belum optimal

Kritik terhadap penerapan Kurikulum Merdeka yang masih ala kadarnya memang menjadi sorotan penting. Banyaknya kegiatan yang belum dilaksanakan secara utuh dalam kurikulum ini, seperti Asesmen Diagnostik di awal semester, proses penilaian yang masih terpusat, serta pelaksanaan projek yang belum optimal, menunjukkan bahwa masih banyak ruang untuk perbaikan dan peningkatan dalam implementasi Kurikulum Merdeka.

Faktor-faktor seperti kurangnya pelatihan dan dukungan yang memadai bagi guru, serta kurangnya pengawasan dari pihak terkait. Kondisi ini juga mencerminkan perlunya sistem pengawasan dan evaluasi yang lebih ketat dalam mengawasi implementasi Kurikulum Merdeka. 

Dengan adanya pengawasan yang lebih baik, sekolah dan guru akan lebih terdorong untuk melaksanakan kurikulum ini secara lebih konsisten dan efektif. 

Keenam, politisasi pendidikan

Isu politisasi dalam dunia pendidikan seringkali menjadi perhatian utama. Perubahan kurikulum yang terjadi setiap kali terjadi pergantian presiden atau menteri pendidikan telah menjadi pola yang terlalu sering terjadi. Ini menimbulkan pertanyaan tentang konsistensi dan stabilitas dalam pengembangan kurikulum yang akan berdampak langsung pada proses pembelajaran.

Kurikulum seharusnya didasarkan pada penelitian, bukan pada preferensi atau kebijakan politik. Penting bagi kurikulum untuk tetap relevan, mengikuti perkembangan global, dan menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan dunia kerja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun