Sebagai bagian dari kurikulum pendidikan, pengembangan keterampilan debat dapat membentuk karakter siswa yang kritis, terbuka terhadap perbedaan, dan mampu membangun solusi bersama.Â
Dengan demikian, generasi penerus dapat menjadi agen perubahan positif dalam masyarakat, mencegah konflik dengan inisiasi dialog, dan membangun fondasi untuk masyarakat yang lebih harmonis di masa depan.
Dalam era Kurikulum Merdeka yang diterapkan di sekolah-sekolah saat ini, Profil Pelajar Pancasila dengan enam dimensinya memberikan landasan penting untuk membentuk karakter siswa yang mampu berdebat dengan bijak.Â
Tiga dimensi yang khususnya relevan untuk kemampuan berdebat yang sehat adalah bergotong-royong, berkebhinekaan global, dan bernalar kritis.
Dimensi bergotong-royong mengajarkan siswa pentingnya bekerja sama dan saling mendukung, bahkan dalam perbedaan pendapat.Â
Berkebinekaan global membuka wawasan mereka terhadap keberagaman budaya dan pemikiran di seluruh dunia.
Sedangkan bernalar kritis membantu mereka mengembangkan kemampuan analisis dan evaluasi yang diperlukan dalam sebuah debat.
Dalam proses pembelajaran berdiferensiasi, diskusi kelompok menjadi wadah yang sangat relevan dalam membentuk karakter siswa yang mampu berdebat dengan etika dan adab.Â
Diskusi kelompok mendorong siswa untuk saling mendengarkan, menghormati perbedaan pendapat, dan mencari solusi bersama. Ini tidak hanya melatih keterampilan komunikasi, tetapi juga membentuk sikap bijak dan toleransi terhadap perbedaan.
Para pendidik harus memandang diskusi kelompok sebagai kegiatan pembelajaran yang memiliki tujuan dan manfaat jangka panjang. Guru memiliki peran penting dalam mempersiapkan anak didik menjadi generasi yang siap menerima segala perbedaan dan mampu berdebat dengan cara yang santun dan arif bijaksana.Â
Hal ini menjadi kunci agar perselisihan tidak berkembang menjadi konflik yang merugikan masyarakat.