Faktor-faktor seperti penasaran tentang sensasi yang mereka rasakan yang dipicu awalnya dari rasa gatal di area genital, atau bahkan mungkin karena perasaan jenuh dapat menjadi pemicu aktivitas ini. Penting untuk mencoba memahami apa yang mungkin memotivasi anak untuk melakukan masturbasi agar dapat merespons dengan bijaksana.
Untuk orang tua dan guru, mengenali tanda-tanda masturbasi pada anak sejak dini adalah langkah penting dalam pengasuhan.
Ada beberapa hal yang bisa ditempuh oleh orangtua untuk menghadapi penemuan perilaku yang terindikasi masturbasi pada anaknya.
Pertama-tama, melakukan upaya komunikasi dengan cara heart to heart. Bicaralah dengan anak dengan penuh pengertian dan tanpa menyalahkan. Tanya secara baik-baik apa yang mempengaruhi anak sehingga bisa melakukan hal tersebut.Â
Apa pun alasan anak, orangtua harus terbuka dan mau menerimanya dengan lapang dada. Jangan sesekali orangtua menampakkan sikap panik atau tidak terima atas perbuatan tersebut, karena anak bisa benar-benar merasa tertekan.
Kedua, mengedukasi dengan cara kekinian. Selanjutnya orangtua perlu mengajarkan anak tentang batasan privasi dan perilaku yang sesuai. Orangtua bisa mencarikan buku-buku atau sumber literasi yang sesuai untuk usia anaknya. Bisa pula melalui video atau konten-konten digital yang dapat membantu menjelaskan topik terkait edukasi seks dan kesehatan reproduksi. Setelah itu, silakan dikaitkan dengan konteks agama, sosial-budaya, etika dan moral, serta hukum yang berlaku.
Yang paling penting adalah menciptakan pemahaman yang aman dan mendukung bagi anak agar mereka dapat mengembangkan kesadaran yang sehat tentang tubuh dan seksualitas mereka.
Ketiga, perhatikan kesehatan mental anak. Jika aktivitas masturbasi terkait dengan masalah kesehatan seperti iritasi kulit yang menyebabkan gatal, konsultasikan dengan dokter spesialis untuk diberi obat yang sesuai. Selain itu, yang paling penting pula untuk diperhatikan adalah kesehatan mental anak yang terkadang lebih sulit dipulihkan kembali.Â
Orangtua hendaknya mampu membicarakan dengan anak secara tenang dan tanpa menyalahkan atau mengadili (justifikasi). Dorong komunikasi dengan anak sehingga mereka merasa nyaman berbicara tentang tubuh dan seksualitas mereka supaya orangtua memperoleh feedback yang diharapkan.
Jika anak merasa ditegur atau dihakimi karena perilaku ini, itu bisa mempengaruhi regulasi emosi. Mereka mungkin merasa bersalah, tertekan, atau cemas, yang dapat berdampak pada perkembangan sosial dan emosional mereka. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk memosisikan diri dengan baik dalam menghadapi situasi ini.
Keempat, mengawasi perilaku anak saat memegang smartphone. Anak-anak Alpha atau anak-anak kecil masa kini sejak dini sudah dikenalkan dengan perangkat seperti smartphone dengan berbagai alasannya. Namun, terkadang orangtua belum siap seratus persen dalam upaya melakukan fungsi controlling. Banyak orangtua yang tidak sadar bahwa anak ternyata sempat terpapar konten di ponsel meskipun misalnya hanya berupa iklan.Â