Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Dikelola oleh Akbar Fauzan, S.Pd.I, Guru Milenial Lulusan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta | Mengulik Sisi Lain Dunia Pendidikan Indonesia | Ketua Bank Sampah Sekolah, Teknisi Asesmen Nasional ANBK, Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri Diterbitkan Bentang Pustaka

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Pendidik Indonesia di Persimpangan Jalan antara Passion dan Financial Freedom

5 Agustus 2023   09:22 Diperbarui: 7 Agustus 2023   08:02 933
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi tentang guru Indonesia. (KOMPAS.com/ ANDREAS LUKAS ALTOBELI)

Di tengah carut-marut dunia kerja di bidang pendidikan, semangat untuk memajukan dunia pendidikan dan mencerdaskan kehidupan bangsa tetap membara. 

Meskipun kesejahteraan masih menjadi tantangan, antusiasme yang tinggi dari calon mahasiswa untuk memilih jurusan pendidikan menunjukkan keyakinan bahwa panggilan jiwa dan passion dapat mengantarkan pada kesuksesan, meski dalam kesederhanaan.

Perguruan tinggi di negeri ini masih berkomitmen membuka jurusan bidang pendidikan. Meski terdapat tantangan di sektor ini, minat yang kuat untuk bergabung dalam barisan tenaga pendidik belum juga surut. 

Mahasiswa yang memilih jalur ini sadar akan tantangan yang dihadapi, namun mereka penuh tekad untuk memberikan kontribusi nyata bagi kemajuan pendidikan di negeri ini. Agaknya seperti itu.

Seturut dengan itu, kehadiran para pahlawan jalur pendidik ini, memiliki peran krusial dalam membentuk generasi unggul. 

Semangat untuk mencerdaskan anak bangsa menjadi pendorong utama yang mengatasi kendala ekonomi. 

Mereka menyadari bahwa upaya ini adalah investasi jangka panjang yang akan memberikan dampak besar bagi masa depan Indonesia.

Para calon mahasiswa yang tertarik dengan dunia pendidikan telah memahami bahwa menjadi pendidik bukanlah sekadar pekerjaan atau rutinitas, melainkan panggilan jiwa untuk membentuk karakter, pengetahuan, dan etika generasi penerus. 

Keyakinan mereka muncul dari kesadaran bahwa perubahan nyata dimulai dari ruang-ruang kelas, tempat di mana inspirasi dan pengetahuan ada untuk anak-anak.

Mungkin, bagi sebagian orang, kesejahteraan dalam dunia pendidikan masih terlihat kabur dan membingungkan. 

Namun, bagi mereka yang benar-benar menjadi pendidik sebagai panggilan hidup, mereka memandang bahwa kesejahteraan bukanlah sebuah pergunjingan tanpa akhir. 

Lebih dari itu, mereka mengejar kebahagiaan dari setiap keberhasilan dan kegembiraan yang muncul ketika melihat bibit unggul tumbuh dan berkembang di bawah naungannya.

Dengan terus majunya teknologi dan tantangan pendidikan yang semakin kompleks, dibutuhkan lebih banyak tenaga pendidik yang berdedikasi dan berintegritas untuk menghadapinya. 

Para calon mahasiswa yang memilih jurusan pendidikan harus berani menghadapi tantangan ini, dengan keyakinan bahwa transformasi pendidikan yang mensejahterakan tenaga pendidiknya di negeri ini akan diraih di kemudian hari.

Nah, meskipun ada carut-marut dan tantangan dalam dunia kerja di bidang pendidikan, semangat para pejuangnya (baca: guru honorer) tak pernah luntur. 

Dengan melihat antusiasme calon mahasiswa yang tinggi untuk memajukan dunia pendidikan dan mencerdaskan kehidupan bangsa, kita menyadari bahwa harapan masih terus menyala meski kadang tak terlalu bersinar terang. 

Panggilan jiwa dan passion akan menjadi pendorong yang kuat untuk mencapai kesejahteraan para guru honorer ini.

Karena ketika seseorang guru mendedikasikan diri untuk memberikan yang terbaik bagi bangsa, maka kesuksesan sejati telah diraih, meskipun dalam kesederhanaan.

Akankah terus begitu sepanjang hayat pendidikan negeri ini?

Fenomena sarjana pendidikan enggan berkarier menjadi guru honorer

Di era yang semakin kompetitif ini, para sarjana pendidikan dihadapkan pada sebuah dilema yang krusial.

Apakah memilih jalur karier dengan mengajar berstatus guru honorer atau mencoba peruntungan di dunia kerja di luar pendidikan, seperti di kantor atau perusahaan. 

Keputusan ini bukanlah hal yang mudah, terutama bagi Generasi Z saat ini yang harus memikirkan segala aspek sebelum membuat keputusan yang berpengaruh pada masa depan mereka. Aspek finansial tidak bisa diabaikan begitu saja.

Dulu, berkarier sebagai guru honorer sering kali dipandang sebagai jalan yang menjanjikan, dengan harapan akan ada pengangkatan menjadi guru ASN di kemudian hari. 

Namun, di masa kini, harapan itu semakin memudar seiring dengan berbagai kebijakan dan aturan yang berubah-ubah dari pergantian Menteri Pendidikan dan pejabat terkait. 

Guru honorer kini harus menghadapi kenyataan yang membuat hati gundah-gulana bahwa peluang untuk diangkat menjadi ASN semakin tipis, dan mereka harus tetap bertahan dengan segala keterbatasan yang meliputinya.

Tak dapat dipungkiri, masalah finansial menjadi sebuah pertimbangan yang mempengaruhi keputusan para sarjana pendidikan. 

Tuntutan ekonomi yang semakin tinggi menuntut kestabilan penghasilan (financial stable). sedangkan bekerja sebagai guru honorer dengan honor yang tak menentu tentu bukanlah jaminan kesejahteraan finansial (financial freedom). 

Inilah yang menyebabkan banyak sarjana pendidikan enggan untuk langsung bekerja di instansi pendidikan begitu mereka lulus sebagai fresh graduate. 

Saya melihat faktanya bahwa para fresh graduate ini berusaha mencari peluang kerja di luar kualifikasinya di bidang pendidikan karena terdapat peluang stabilitas finansial yang lebih baik.

Di tengah-tengah perdebatan dan dilema ini, maka dibutuhkan perhatian lebih dari pemerintah dan pemangku kebijakan terkait untuk mencari solusi dari masalah yang sangat krusial ini. 

Peningkatan kesejahteraan dalam bentuk kepedulian, perhatian, penghargaan dan pengakuan terhadap peran guru honorer perlu diupayakan. Sekaligus mencari cara untuk memberikan stabilitas finansial yang lebih baik bagi para pendidik. 

Kemungkinan adanya jalur lain selain menjadi PNS, sebagaimana isu marketplace guru dan PPPK paruh waktu bagi guru honorer harus dipertimbangkan dengan cermat dan penuh tanggung jawab.

Dilema antara mengajar sebagai guru honorer atau banting setir di dunia kerja lain memang tak sepenuhnya mudah untuk dihadapi oleh pada fresh graduate sarjana pendidikan. 

Para sarjana pendidikan dalam memutuskan pilihan akhir adalah mencari keseimbangan antara panggilan jiwa untuk mengajar dan kebutuhan finansial untuk bisa survive. 

Meskipun tantangan pengupahan di instansi pendidikan masih terlalu minimalis, harapannya adalah agar dunia pendidikan tetap menarik minat calon-calon pendidik yang berbakat. 

Supaya cita-cita untuk mencerdaskan bangsa tetap terjaga dan berjaya. serta peradaban pendidikan di negeri tetap on the right way.

Anda semua perlu mengetahui bahwa kisah yang diutarakan di atas, berawal dari pengalaman saya sendiri. 

Indonesia butuh regenerasi pendidik berkualitas demi pencapaian mutu pendidikan

Dunia pendidikan di Indonesia berada di persimpangan jalan yang menentukan masa depannya. Dikarenakan adanya fenomena sarjana pendidikan yang terpaksa beralih ke bidang lain yang lebih kompetitif menimbulkan kekhawatiran dan kesenjangan. 

Ada hal yang menghantui bahwa dunia pendidikan bisa saja kehilangan talenta-talenta berbakat yang memiliki passion kuat untuk memajukan pendidikan. Padahal, Indonesia membutuhkan regenerasi tenaga pendidik berkualitas demi keberlanjutan pendidikan yang bermutu dan berkualitas. 

Apabila para talenta berkualitas ini memilih hengkang, bagaimana pendidikan di negeri ini bisa maju dan berperadaban?

Tidak dapat disangkal bahwa sebenarnya peran pendidik adalah kunci utama dalam membentuk karakter dan potensi generasi penerus bangsa yang diharapkan negara. 

Para sarjana pendidikan adalah aset berharga yang diharapkan akan melanjutkan misi mulia ini. Namun, tantangan ekonomi dan ketidakpastian karir seringkali menghadang jurang bagi mereka dalam dunia pendidikan.

Dalam dunia kerja yang semakin kompetitif, kebijakan dan upah yang masih kurang layak bagi guru honorer membuat banyak sarjana pendidikan ragu untuk mengabdikan diri ke dunia pendidikan. 

Para pejuang NIP ini merasa terhimpit oleh tekanan finansial, sehingga mencari alternatif di luar instansi pendidikan menjadi pilihan yang worth it. Sebuah keputusan yang bisa dipahami, namun dampaknya bisa jadi fatal.

Bagaimana bisa dunia pendidikan maju dan berkembang jika para guru bertalenta dan berbakat ini berpaling? 

Mereka adalah sosok-sosok dengan semangat juang tinggi dan keyakinan kuat bahwa pendidikan adalah ujung tombak perubahan. Dengan passion yang menjadi kekuatan utama yang mendorong kemajuan pendidikan di Indonesia.

Akan tetapi, mana mungkin bila mereka saja yang berjuang untuk pendidikan negeri ini, sedangkan kelangsungan hidup dan kehidupannya juga harus diperjuangkan dengan lantang.

Untuk mengatasi permasalahan ini, perlu adanya upaya bersama dari berbagai pihak. Pemerintah harus menaruh perhatian lebih pada dunia pendidikan dengan memberikan penghargaan serta insentif yang layak bagi para pendidik. 

Selain itu, masyarakat juga memiliki peran penting dalam memperjuangkan pendidikan yang lebih baik. Dukungan dan penghargaan terhadap profesi pendidik harus ditanamkan sejak dini. 

Dunia pendidikan di Indonesia memang sudah sangat lama tersandung batu karang yang sangat besar. Sepatutnya hal ini juga menjadi momentum untuk mencari solusi terbaik. 

Jangan biarkan talenta-talenta guru berbakat ini terbuang lalu menguap, melainkan tahan mereka untuk tetap berjuang demi dunia pendidikan yang lebih mantap. 

Sadarilah bahwa masa depan Indonesia juga berada di tangan guru-guru yang "berdaya" dan memperoleh "tanda jasa" yang pantas maka pembelajaran berkualitas serta kemajuan pendidikan bangsa yang diharapkan akan terwujud.

*****
Salam berbagi dan menginspirasi.
== Akbar Pitopang ==

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun