Dulu, berkarier sebagai guru honorer sering kali dipandang sebagai jalan yang menjanjikan, dengan harapan akan ada pengangkatan menjadi guru ASN di kemudian hari.Â
Namun, di masa kini, harapan itu semakin memudar seiring dengan berbagai kebijakan dan aturan yang berubah-ubah dari pergantian Menteri Pendidikan dan pejabat terkait.Â
Guru honorer kini harus menghadapi kenyataan yang membuat hati gundah-gulana bahwa peluang untuk diangkat menjadi ASN semakin tipis, dan mereka harus tetap bertahan dengan segala keterbatasan yang meliputinya.
Tak dapat dipungkiri, masalah finansial menjadi sebuah pertimbangan yang mempengaruhi keputusan para sarjana pendidikan.Â
Tuntutan ekonomi yang semakin tinggi menuntut kestabilan penghasilan (financial stable). sedangkan bekerja sebagai guru honorer dengan honor yang tak menentu tentu bukanlah jaminan kesejahteraan finansial (financial freedom).Â
Inilah yang menyebabkan banyak sarjana pendidikan enggan untuk langsung bekerja di instansi pendidikan begitu mereka lulus sebagai fresh graduate.Â
Saya melihat faktanya bahwa para fresh graduate ini berusaha mencari peluang kerja di luar kualifikasinya di bidang pendidikan karena terdapat peluang stabilitas finansial yang lebih baik.
Di tengah-tengah perdebatan dan dilema ini, maka dibutuhkan perhatian lebih dari pemerintah dan pemangku kebijakan terkait untuk mencari solusi dari masalah yang sangat krusial ini.Â
Peningkatan kesejahteraan dalam bentuk kepedulian, perhatian, penghargaan dan pengakuan terhadap peran guru honorer perlu diupayakan. Sekaligus mencari cara untuk memberikan stabilitas finansial yang lebih baik bagi para pendidik.Â
Kemungkinan adanya jalur lain selain menjadi PNS, sebagaimana isu marketplace guru dan PPPK paruh waktu bagi guru honorer harus dipertimbangkan dengan cermat dan penuh tanggung jawab.
Dilema antara mengajar sebagai guru honorer atau banting setir di dunia kerja lain memang tak sepenuhnya mudah untuk dihadapi oleh pada fresh graduate sarjana pendidikan.Â