Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Akun ini dikelola Akbar Fauzan, S.Pd.I

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Guru Bukan "Menghambakan Murid" di Era Kurikulum Merdeka

4 Agustus 2023   13:59 Diperbarui: 28 September 2023   23:27 1311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di dunia digital dan era media sosial yang semakin mudah diakses, video viral yang menggambarkan insiden kontroversial dapat menarik perhatian masyarakat dengan cepat. 

Salah satu video yang menyita perhatian belakangan ini adalah adegan seorang siswa yang secara kasar menghardik ibu gurunya. Kedengarannya memang miris, sehingga video ini memicu huru-hara di kalangan netizen.

Dalam video tersebut, terlihat seorang siswa berteriak-teriak kepada sang guru, bahkan menantangnya untuk duel fisik. Tanggapan sang guru mencerminkan seolah tidak dapat mempercayai bahwa seorang muridnya berani berbicara dengan begitu tidak sopan. 

Video ini dengan cepat menyebar di media sosial dan memancing reaksi emosi dari berbagai kalangan.

Netizen yang menyaksikan video tersebut mengungkapkan rasa kejengkelan dan ketidaksetujuan mereka terhadap perilaku siswa tersebut. Mereka menegaskan bahwa seorang guru tidak boleh dihina atau diintimidasi oleh muridnya, terlepas dari situasi atau masalah yang terjadi di dalam kelas. 

Siswa yang bersikap kasar terhadap gurunya jelas dianggap telah melampaui batas dan perlu mendapatkan pembinaan secara serius.

Namun, ketika isu ini semakin berkembang lalu muncul video lain yang mengungkapkan sisi lain dari kisah ini. Sang guru yang menjadi korban perlakuan kasar itu ternyata mengajukan permohonan maaf secara terbuka. 

Permohonan maaf sang guru ini mengejutkan banyak orang. Banyak yang memberikan apresiasi atas sikap bijaksana sang guru yang memilih untuk "mengalah" secara damai. 

Hal ini juga memicu perhatian khalayak tentang pentingnya dialog dan pemahaman di antara siswa dan guru untuk mencapai hubungan yang lebih harmonis di dalam kelas.

Peristiwa ini tentu saja mengajarkan kita sebuah pelajaran berharga tentang pentingnya hormat dan penghormatan di dunia pendidikan. 

Guru sebagai pilar dalam pembentukan karakter dan pengetahuan siswa seharusnya mendapatkan tempat yang layak dalam hati setiap murid dan kalangan stakeholder. 

Kita perlu menyadari bahwa pendidikan adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya guru semata. Semua pihak, termasuk pemerintah, orang tua, dan masyarakat, harus bersama-sama menciptakan lingkungan yang mendukung dan menghargai proses belajar-mengajar. 

Kita tidak boleh mengabaikan persoalan yang muncul, melainkan menghadapinya dengan kepala dingin dan memperbaiki apa yang perlu diperbaiki.

Dalam era teknologi dan media sosial yang mempercepat penyebaran informasi, setiap aksi dan respons kita dapat menjadi bagian dari gunjingan publik. 

Oleh karena itu, mari kita bersama-sama menciptakan lingkungan digital yang beradab dan penuh empati, agar video viral yang mengandung pesan negatif dapat diimbangi oleh informasi yang membangun dan inspiratif.

Pengalaman ini dapat menjadi cambuk bagi kita untuk mengintrospeksi diri tentang bagaimana murid memperlakukan gurunya. dan bagaimana guru merespons tindakan muridnya. 

Dengan berkomunikasi, kita dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih harmonis dan memberdayakan, sehingga setiap anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi individu yang baik, berakhlak, tidak hanya sekedar berpengetahuan luas.

Proses belajar dan meraih pendidikan guna memanusiakan anak didik. (foto Akbar Pitopang)
Proses belajar dan meraih pendidikan guna memanusiakan anak didik. (foto Akbar Pitopang)

Kemerdekaan belajar dan pendidikan, menyalurkan energi melalui pembelajaran berdiferensiasi

Kurikulum Merdeka telah membawa angin segar dalam dunia pendidikan dengan memperkenalkan konsep pembelajaran berdiferensiasi. 

Bagi guru, tugasnya tidak hanya menyampaikan informasi tetapi juga mengupayakan pendekatan yang dapat menjangkau semua siswa dengan gaya belajar yang berbeda. 

Pembelajaran berdiferensiasi menekankan pada pendekatan yang mencakup aspek proses, produk, konten, dan lingkungan, sehingga memungkinkan siswa untuk meraih potensi terbaik mereka dan mengalirkan energi berlebih ke dalam banyak kegiatan positif.

Melalui pembelajaran berdiferensiasi, guru menciptakan lingkungan belajar dimana setiap siswa merasa dihargai dan didorong untuk tumbuh sesuai dengan potensinya. 

Proses pembelajaran tidak lagi menjadi rutinitas, tetapi lebih menggairahkan dan menantang bagi siswa dengan berbagai gaya belajar sesuai profil siswa. Guru akan memahami keunikan dan kebutuhan individu setiap siswa, sehingga mereka dapat menyesuaikan strategi pengajaran yang tepat.

Dengan pendekatan ini, siswa tidak lagi merasa tertekan atau kehilangan minat dalam belajar. Sebaliknya, mereka akan merasa termotivasi dan bersemangat untuk mencari tahu lebih banyak. 

Dalam lingkungan pembelajaran yang berdiferensiasi, siswa dapat merasa lebih percaya diri dan merasa diterima. Mereka dihargai sebagai individu yang unik dengan potensi yang tak terbatas. 

Energinya tidak lagi terbuang sia-sia dalam perasaan frustrasi atau kurangnya minat untuk belajar, melainkan digerakkan ke arah kegiatan positif yang dapat mengembangkan kreativitas dan kemampuan siswa.

Hal ini sangat penting untuk mencegah terjadinya insiden seperti yang terlihat dalam video viral, di mana seorang siswa secara kasar menantang gurunya untuk berduel. 

Ketika siswa merasa diabaikan atau tidak terperhatikan dalam proses pembelajaran, mereka dapat merasa frustasi dan akhirnya menunjukkan perilaku yang tidak pantas. 

Namun, dengan pembelajaran berdiferensiasi maka siswa dapat merasa termotivasi dan didorong untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran.

Pendekatan-pendekatan dalam Kurikulum Merdeka dan Pembelajaran Berdiferensiasi harus terus diperkuat dan didukung oleh semua pihak terkait, diantaranya pemerintah, sekolah, guru, orang tua, dan masyarakat/stakeholder. 

Melalui kerjasama dan sinergitas, kita dapat menciptakan sistem pendidikan yang lebih inklusif dan berkualitas, di mana setiap siswa memiliki peluang yang sama untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensinya.

Mengubah paradigma pendidikan memerlukan komitmen dan dedikasi dari semua pihak. Pembelajaran berdiferensiasi adalah langkah dimana setiap siswa dapat meraih kebebasan/merdeka dalam belajar dan mengalirkan energi berlebih mereka ke dalam banyak kegiatan positif. 

Dengan menciptakan lingkungan yang mendukung dan menginspirasi, guru dapat membentuk generasi penerus yang berkualitas dan penuh tanggung jawab terhadap diri mereka sendiri dan masyarakat di sekitar mereka nantinya.

Kekeliruan tentang konsep "merdeka" dalam dunia pendidikan saat ini

Kurikulum merdeka telah menjadi isu yang semakin mencuat dalam dunia pendidikan. Seiring dengan popularitasnya, seringkali pemahaman tentang arti sebenarnya dari "kurikulum merdeka" menjadi kabur dan terkadang disalahartikan. 

Banyak orang memahami bahwa kurikulum merdeka memberikan kebebasan penuh bagi siswa, seakan-akan mengizinkan mereka untuk bertindak tanpa batas. 

Namun, pada kenyataannya, konsep ini jauh lebih dalam dan kompleks daripada sekadar memberi "kebebasan" kepada siswa.

Dalam konteks pendidikan, "kurikulum merdeka" seharusnya lebih tentang memberikan kemerdekaan bagi anak didik untuk berproses dalam pembelajaran. Ini berarti memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan inisiatif, kreativitas, dan kemampuan berpikir kritis, aktif mencari, memproses, dan menganalisis informasi, bukan sekadar menerima pengetahuan secara pasif.

Penting untuk menekankan bahwa "merdeka belajar" dalam pembelajaran berkualitas tidak berarti memberikan kebebasan tanpa kendali. Sebaliknya, itu berarti memberikan panduan dan dukungan yang tepat dari guru untuk membantu siswa mencapai potensi terbaik mereka dalam proses pembelajaran. 

Guru berperan sebagai fasilitator yang membantu siswa merumuskan pertanyaan, mencari jawaban, dan menerapkan pengetahuan dalam situasi nyata atau kehidupan sehari-hari.

Salah satu aspek penting dari kurikulum merdeka adalah pembentukan karakter siswa. Dalam prosesnya, siswa diajarkan nilai-nilai moral, etika, dan tanggung jawab sebagai bagian dari perkembangan kepribadian. 

Kurikulum merdeka mencakup dimensi pembentukan karakter Profil Pelajar Pancasila sebagai landasan moral bagi siswa. Dengan demikian, pendidikan bukan hanya tentang mendapatkan pengetahuan akademis, tetapi juga tentang menjadi individu yang bertanggung jawab, berbudi pekerti, dan berakhlak mulia.

Hal ini menuntut kerjasama yang erat dan dukungan antara guru, orang tua, dan masyarakat. Guru harus melibatkan orang tua dalam pembelajaran siswa dengan menjalin komunikasi terbuka. Sedangkan masyarakat juga harus turut berperan dalam mendukung proses pendidikan dengan menciptakan lingkungan yang kondusif.

Jadi, mari kita menghapus pemahaman yang sempit tentang "kurikulum merdeka" dan lebih memahami esensinya yang sebenarnya. Kurikulum merdeka seharusnya tentang memberikan kebebasan dalam pembelajaran yang bertanggung jawab, bukan memberikan kebebasan untuk bertindak di luar kendali. 

Dengan mengimplementasikan konsep ini dengan bijaksana, kita dapat menciptakan generasi yang lebih berkualitas dan berkarakter, mampu beradaptasi dengan perubahan, dan memiliki tanggung jawab terhadap diri mereka sendiri, masyarakat, dan negara.

Langkah-langkah kemerdekaan dalam belajar dan proses pendidikan bagi seluruh peserta didik berkarakter. (foto Akbar Pitopang)
Langkah-langkah kemerdekaan dalam belajar dan proses pendidikan bagi seluruh peserta didik berkarakter. (foto Akbar Pitopang)

Stop intimidasi dan berpihaklah pada proses belajar dan pendidikan

Video viral tentang seorang siswa yang berbicara kasar kepada gurunya dan bahkan mengajaknya untuk berduel telah menyita perhatian masyarakat. Namun, situasi semakin rumit ketika muncul video klarifikasi pasca kejadian tersebut. 

Video klarifikasi menunjukkan seorang guru yang nampak dalam tekanan dan intimidasi. Meskipun detail permasalahan belum diketahui secara konkrit, seakan-akan membenarkan tindakan kasar siswa akan menimbulkan kekhawatiran akan penurunan moral dan etika dalam dunia pendidikan.

Kasus ini harus dijadikan pembelajaran bahwa pendidikan adalah proses panjang yang memerlukan pemahaman yang mendalam dan komitmen bersama. 

Sebuah video viral hanya menampilkan potongan kecil dari kisah yang lebih besar, dan seringkali kebenarannya tergantung pada konteks yang mungkin tidak terlihat oleh semua orang. Oleh karena itu, kita harus bijaksana dalam menanggapi isu-isu dalam dunia pendidikan.

Bukanlah hal yang bijaksana untuk menyalahkan guru secara sepenuhnya tanpa mengetahui seluruh fakta dan kondisi yang terjadi di dalam kelas. Guru, sebagai pendidik berada dalam posisi yang rumit dan menantang. 

Para guru harus menghadapi berbagai macam tantangan, termasuk siswa dengan gaya belajar yang berbeda, masalah pribadi, dan tuntutan untuk mencapai hasil yang baik dalam proses belajar-mengajar. Situasi yang sulit tersebut tetap harus dihadapi oleh guru.

Bukan berarti kita harus membenarkan tindakan kasar siswa, namun reaksi masyarakat yang terlalu emosional hanya akan membuat situasi semakin rumit. Sebagai gantinya, kita harus mencari cara untuk memahami situasi secara mendalam dan berusaha mencari solusi atau tindakan konstruktif untuk menghadapinya. 

Keterbukaan dan dialog antara semua pihak terlibat dalam dunia pendidikan sangat penting untuk mencari pemahaman bersama dan mengatasi masalah dengan bijaksana.

Semua pihak, baik guru, siswa, orang tua, dan masyarakat, harus saling menghargai dan menghormati peran masing-masing dalam proses pendidikan. 

Guru telah berdedikasi untuk menyampaikan pengetahuan dan membentuk karakter siswa. Namun, siswa juga membutuhkan dukungan dan perhatian orangtua untuk berkembang menjadi individu yang bertanggung jawab dan bermoral.

Kasus ini juga menekankan pentingnya memahami bahwa pendidikan bukanlah hal yang instan, tetapi memerlukan waktu dan kesabaran. 

Proses panjang ini membutuhkan kerjasama dari semua pihak untuk mencapai perbaikan dan pembaharuan yang berkelanjutan. 

Kita harus menghargai proses yang dihadirkan oleh guru dan seluruh tenaga pendidik yang ada di seluruh dunia.

Dalam dunia yang semakin terhubung secara digital dan serba cepat seperti saat ini, kita harus melatih diri untuk menghadapi isu-isu kontroversial dengan kepala dingin dan hati terbuka. 

Kita harus mencari pemahaman yang mendalam dan berusaha untuk mencari solusi yang dapat memajukan dunia pendidikan ke arah yang lebih baik. 

Ingatlah bahwa tidak ada satupun guru yang ingin melihat anak didiknya menjadi liar atau "lost control." 

Mari bekerjasama dan bersama-sama bekerja menuju pendidikan yang lebih baik. Berikanlah apresiasi yang pantas bagi peran guru dalam membentuk generasi penerus yang berkualitas dan beretika.

*****
Salam berbagi dan menginspirasi.
== Akbar Pitopang ==

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun