Faktanya, ketika Ramadhan hingga lebaran kita menyadari bahwa sampah makanan itu meningkat. Saya pikir ini kontra produktif dengan semangat Ramadhan.Â
Kemudian kita bicara soal pakaian atau fast fashion (baju lebaran) yang hanya dipakai satu kali pada saat lebaran lalu kemudian disimpan.
Oke, baiklah. Maka ini yang menurut saya kita fokuskan untuk Ramadhan kali ini bahwa secara betul-betul kita beribadah lengkap secara vertikal dan secara horizontal.
Secara horizontal adalah kepada sesama/masyarakat yang kemudian mendorong kita melakukan perbaikan diri menjadi lebih sustainable.
Hal itu yang harus kita kedepankan sehingga nanti setelah lebaran dan pada 11 bulan kemudian kita telah menjadi pribadi yang lebih bertanggung jawab dalam hal keuangan.
Bijak menyikapi keinginan agar tidak tekor
Terkait dengan kebiasaan membeli pakaian baru, serta semuanya yang serba baru untuk Ramadhan atau lebaran.
Itu yang kadang-kadang menjadi tradisi yang sepertinya dipahami tapi salah kaprah oleh masyarakat kita. Padahal mungkin itu sebenarnya tidak diperlukan.Â
Bagaimana kemudian kita bisa mengenyampingkan kebiasaan beli-beli baru dan fokus pada prioritas agar keuangan tidak tekor saat Ramadan.
Tipsnya adalah kalau kita mau beli sesuatu maka kita harus melihat apakah kita benar-benar membutuhkannya, jika di rumah masih ada maka artinya tidak harus selalu baru.
Kita dianjurkan misalnya menggunakan pakaian bagus yang menunjukkan sikap mensyukuri nikmat Allah SWT. Tetapi kita juga harus melihat apakah ada fungsi yang bisa dimaksimalkan dari yang sudah kita miliki misalnya soal pakaian, sepatu atau barang yang lainnya.
Kekhawatiran yang disinggung adalah kalau kita bicara dari sisi keuangan atau return on investment dari pakaian-pakaian baru yang hanya dipakai pas lebaran.