Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Akun ini dikelola Akbar Fauzan, S.Pd.I

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Relevansi Adat Minangkabau Mengkaji Isu Resesi Sex dan Child Free di Indonesia

8 Januari 2023   13:56 Diperbarui: 8 Februari 2023   11:52 1820
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kehidupan berkeluarga. Foto: DOk. Shutterstock/Tom Wang via Kompas.com)

Posisi seorang wanita di Minangkabau adalah sangat strategis dan memiliki peranan yang sangat penting dalam berbagai sendi kehidupan orang Minangkabau.

Wanita Minang akan disebut dengan "Bundo Kanduang" yang tidak hanya eksis di lingkup rumah tangga melainkan terlibat pula dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, kepemimpinan, perekonomian, harta pusaka, dan seterusnya.

Mengikuti posisi kaum pria, kaum wanita Minang juga mengambil peranan dalam memegang tampuk keberlangsungan kehidupan dan eksistensi sosial.

Maka dipastikan setiap keluarga Minang selalu mengidam-idamkan dikaruniai anak perempuan agar garis keturunannya tidak punah yang masih berlaku bagi keluarga modern terkini.

Walau misalkan apapun jenis kelamin anak yang dikaruniai Tuhan, setidaknya generasi Minang tidak menepis keinginan untuk memiliki anak. Minimal ada satu atau dua anak hendak dimiliki oleh keluarga Minang.

Ilustrasi kehidupan berkeluarga. Foto: DOk. Shutterstock/Tom Wang via Kompas.com)
Ilustrasi kehidupan berkeluarga. Foto: DOk. Shutterstock/Tom Wang via Kompas.com)

Pesan dan kesan bagi generasi untuk menepis ancaman resesi sex dan child free

Terlepas dari kedua hal diatas, akhirnya saya bisa terjun ke fase menempuh hidup baru.

Bagi saya pribadi kala itu tidak terlalu mengkhawatirkan sugesti yang berlaku dalam adat. Bahkan saya sempat akan dilangkahi atau didahului oleh kedua adik untuk menikah.

Namun, peran keluarga memang sangat besar untuk mendorong saya agar dapat segera menikah yang pada saat itu saya memang tidak terlalu memprioritaskan keinginan untuk menikah lantaran kesibukan kerja.

Saya yang kala itu juga masih bekerja di sebuah perusahaan swasta dengan beban dan tekanan kerja yang cukup berat membuat saya berpikir panjang jika hendak ingin menikah.

Saya pikir menikah itu harus mapan dulu. Padahal, menikah dulu baru mapan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun