Namun, sebahagiannya lagi mungkin sudah enggan karena faktor usia menjelang masa purna bakti yang tak lama lagi.
Bagi guru-guru muda, upaya meningkatkan kompetensi dan kemampuan pengoperasian perangkat yang terkoneksi dengan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) jelas mampu digapai dengan mudah begitu saja.
Sedangkan bagi guru-guru senior, untuk dapat memahami kondisi yang ada saat ini agar mampu menggunakan perangkat TIK memang tidaklah mudah seperti membalikkan telapak tangan.
Belum lagi pengaruh domisili ikut mempersulit upaya guru senior untuk belajar terkait teknologi ini.
Guru yang berada di daerah-daerah tentu akan menghadapi tantangan yang berat dibanding guru-guru yang bertugas di ruang lingkup wilayah perkotaan.
Karena itulah ditemukan adanya guru senior yang dengan terpaksa namun tetap sadar diri harus mengambil keputusan untuk pensiun dini.
Setelah diteliti lebih dalam ternyata yang mempengaruhi guru senior untuk pensiun dini lantaran kurangnya kerjasama dan dukungan dari guru-guru muda.
Ibaratnya, guru muda merasa ogah-ogahan untuk membantu urusan pekerjaan guru senior yang menyangkut digitalisasi pendidikan atau TIK.
Walau masa bakti guru senior tersebut masih tersisa sekitar 5 tahun lagi, namun tidak ada kata lain selain hal yang memungkinkan untuk dilakukan yakni pensiun dini.
Bagi guru senior yang bertugas di daerah mungkin tidak terlalu pusing memikirkan keputusannya memilih untuk pensiun dini. Lantaran adanya aset lahan produktif yang bisa diolah dan dikelola pasca pensiun dini.
Ada sawah, ladang, kolam ikan, dan lain sebagainya yang bisa dijadikan lahan untuk menghasilkan pundi-pundi rupiah pasca pensiun dini.