Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Dikelola oleh Akbar Fauzan, S.Pd.I, Guru Milenial Lulusan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta | Mengulik Sisi Lain Dunia Pendidikan Indonesia | Ketua Bank Sampah Sekolah, Teknisi Asesmen Nasional ANBK, Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri Diterbitkan Bentang Pustaka

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Orangtua Wajib Tahu, Ada 2 Hal Mindset pada Proses Pelaporan Hasil Belajar Siswa

21 Desember 2022   09:23 Diperbarui: 22 Desember 2022   03:30 1765
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Rapor atau Laporan Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik (foto Akbar Pitopang)

Masa belajar di Semester Ganjil pada Tahun Ajaran 2022-2023 telah berakhir. Pelaksanaan ujian semester atau sumatif akhir tahun telah dilaksanakan dengan lancar jaya tanpa kendala berarti. Itu artinya bahwa pembagian rapor pun telah dilaksanakan.

Ada banyak hal yang perlu kita cermati bersama terutama bagi para orangtua tentang pelaporan hasil belajar siswa selama satu semester.

Namun, kali ini ada dua hal yang cukup krusial yang saya garis bawahi yang perlu sekali dipahami oleh para orangtua khususnya wali murid saya.

Ulasan berikut ini ini sangat relevan sekali dengan apa yang selalu dialami atau dihadapi oleh guru ketika berhadapan langsung dengan orangtua pada saat proses pembagian rapor di sekolah.

Pertama, perihal peringkat kelas.

Hari Sabtu yang lalu saya sudah membagikan seluruh rapor untuk kelas 4B yang diterima oleh orangtua atau wali murid di sekolah.

Semua berjalan dengan baik, lancar dan sebagaimana mestinya. Sejak pukul 07.30 WIB, acara pembagian rapor ini telah dimulai.

Selanjutnya satu per satu orangtua atau wali murid datang ke sekolah dan langsung menemui saya di kelas.

Kemudian orangtua atau wali murid tersebut maju ke depan menghampiri meja wali kelas untuk menerima rapor anaknya.

Diawali dengan pengisian daftar tanda terima berupa nama penerima dan tanda tangan.

Setelah itu saya langsung menyerahkan rapor anak yang bersangkutan kepada orangtuanya.

Di kala rapor sudah berada di tangan orangtua, kemudian orangtua atau wali murid tersebut langsung membuka halaman laporan hasil pelajaran anaknya untuk semester yang telah lalu.

Kebanyakan yang saya perhatikan bahwa hal pertama kali yang orangtua akan lakukan adalah memperhatikan bagian nilai mata pelajaran berupa angka yang telah tertera di rapor.

Ada beberapa nilai mata pelajaran yang ditandai oleh orangtua misalnya nilai mata pelajaran pendidikan agama, matematika atau ilmu pengetahuan alam/sosial.

Kemudian, selanjutnya orangtua jelas akan bertanya tentang peringkat anaknya kepada guru.

Ya, memang benar bahwa untuk tampilan rapor yang berlaku saat ini tidak lagi mencantumkan peringkat anak di kelasnya. Hal ini bukan tanpa alasan bahwa khususnya pada Kurikulum Merdeka yang telah diimplementasikan ini, semua anak adalah istimewa dengan latar belakang kemampuan, bakat, profil belajar dan seterusnya.

Sistem peringkat kelas bisa saja diterapkan apabila seluruh siswa memiliki kemampuan yang sama.

Sedangkan yang kita tahu bahwa dalam satu kelas tersebut siswa memiliki latar belakang kemampuan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain.

Ada anak yang lahir mata pelajaran matematika, namun kurang pada mata pelajaran olahraga. Ada anak yang kurang pada mata matematika, tapi sangat pintar dalam pelajaran agama. Dan seterusnya.

Jadi, seluruh siswa memiliki level kemampuan yang berbeda-beda. Semua itu disesuaikan dengan minat, motivasi, bakat dan potensi anak terhadap suatu mata pelajaran.

Oleh sebab itu, saat ini seharusnya yang ditanyakan oleh orangtua bukan lagi tentang peringkat. Namun yang perlu diketahui oleh orangtua adalah tentang ketuntasan anaknya pada suatu pelajaran yang nilainya telah tercantum di dalam rapor.

Mungkin masih sedikit orangtua yang peduli dengan deskripsi yang terdapat di dalam rapor anaknya. Padahal deskripsi ini sangat penting untuk dipahami oleh orangtua bahwasanya deskripsi tersebut menjelaskan tentang tuntas atau tidaknya anak dalam suatu mata pelajaran.

Serta deskripsi tersebut menerangkan tentang pelajaran apa saja yang sudah dipahami oleh anak dengan baik.

Proses pembagian rapor siswa kepada orangtua atau wali murid di sekolah (foto Akbar Pitopang)
Proses pembagian rapor siswa kepada orangtua atau wali murid di sekolah (foto Akbar Pitopang)

Jadi, hendaknya mindset orangtua pada saat sekarang ini harus berubah bahwa yang perlu dipahami pertama sekali adalah tentang ketuntasan anak pada pelajaran yang telah dipelajari selama satu semester.

Hendaknya peringkat kelas bukanlah sebuah patokan untuk menentukan berhasil atau tidaknya anak di kelasnya. Untuk saat ini bahwa di rapor tidak ada lagi dicantumkan peringkat kelas.

Namun biasanya guru tetap melakukan perangkingan nilai secara manual. Tetap ada apresiasi dan apersepsi yang dilakukan oleh guru kepada orangtua terhadap anak yang memiliki tingkat ketercapaian atau ketuntasan belajar sesuai Capaian Kompetensi yang telah ditentukan.

Sedangkan bagi siswa lainnya yang perlu bimbingan maka ditekankan kepada orangtua adalah tentang bagaimana menjadi supporter atau support system bagi anak dalam memperbaiki gaya belajar agar menjadi lebih baik lagi pada semester berikutnya.

Kedua, tulus dan ikhlas dalam berbagi dengan guru.

Mindset kedua yang telah membudaya selama ini adalah terkait tentang pemberian hadiah untuk guru pada momen pembagian rapor.

Jika berniat hendak memberi sesuatu untuk guru maka sebenarnya tidak perlu dilakukan di momen pembagian rapor. Dan poin penting yang perlu diniatkan oleh orangtua jika hendak memberi adalah dilakukan dengan tulus dan ikhlas. 

Bahwasanya saya sempat menyimak percakapan orangtua murid dari sekolah lain tentang pemberian hadiah bagi guru ketika menjemput rapor anaknya.

Saya benar-benar telah menyimak percakapan orangtua terkait hal itu. Dan hal itu sejatinya sungguh tidak etis. Menurut saya seperti itu.

Pada intinya adalah bahwa sebenarnya guru tidak mengharapkan hal semacam itu dilakukan orangtua saat menerima rapor anaknya di sekolah.

Memberi atau tidaknya orangtua ketika menerima rapor anak di sekolah, hal itu bukanlah sebuah masalah.

Satu utama yang perlu dipahami para orangtua adalah hargailah perjuangan guru selama ini dalam mendidik dan membina putra-putri ayah dan bunda.

***

Demikianlah dua hal terkait mindset yang perlu diubah oleh orangtua terkait proses pelaporan hasil belajar siswa dan pembagian rapor.

Semoga informasi ini bermanfaat bagi para orangtua dan kita semuanya dalam memaknai arti sebuah proses belajar peserta didik dan nilai perjuangan dalam pendidikan. 

Salam edukasi.

*****
Terus berbagi dan menginspirasi.
Akbar Pitopang, Desember 2022.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun