Dilansir dari viva.co.id, pada 2018 yang lalu Gubernur Jawa Barat akan menerapkan kurikulum mitigasi bencana Jepang ke sekolah di Jawa Barat, mulai jenjang SD, SMP dan SMA atau sederajat.
Hanya saja pengimplementasian kurikulum kebencanaan ini jelas masih sangat kurang. Walaupun sudah diinisiasi beliau sejak 2018 yang lalu namun hasilnya masih belum maksimal.
Cara siswa menghadapi suasana panik saat terjadi gempa masih perlu ditingkatkan lagi. Berdasarkan rekaman video yang telah beredar di media sosial tentang suasana terjadinya gempa di ruangan kelas di sebuah kampus memperlihatkan sikap mahasiswa yang berhamburan seketika saat terjadinya gempa.Â
Bukannya berlindung di bawah meja, para mahasiswa ini malah berlari ke satu titik pintu keluar akibatnya ada yang terlihat terkena reruntuhan plafon ruangan kelas tersebut.
Itu artinya kurikulum kebencanaan yang dimaksud oleh beliau masih belum berjalan maksimal dan butuh perbaikan serta evaluasi lebih lanjut.
Para pengamat pendidikan memberikan rekomendasi kepada pemerintah bahwa kurikulum kebencanaan ini wajib diterapkan di sekolah secara serius.
Bahkan kurikulum mitigasi bencana ini sebaiknya dimulai bahkan sejak jenjang pendidikan TK.
Terkait dengan hal tersebut, Kompas.com menghubungi Pengamat Pendidikan Ina Liem. Saat dihubungi, Ina menilai bahwa mitigasi bencana memang perlu untuk dimasukkan ke dalam kurikulum.Â
Selain karena Indonesia adalah daerah rawan bencana, di masa mendatang sepertinya juga makin rawan karena ulah manusia.
Dengan adanya merdeka belajar ala Kurikulum Merdeka yang diterapkan saat ini, melalui problem-based learning maka sekolah bisa menggunakan konten lokal dengan melihat potensi bencana di daerah masing-masing.Â
Selain itu, sebagai tambahan pengetahuan tentang penanggulangan bencana lokal maka sekolah juga bisa menggunakan local wisdom yang ada.Â