Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | akbarpitopang.kompasianer@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Ada 3 Sumber Kekuatan untuk Menstimulasi Pentingnya Literasi Kesehatan Mental

25 Oktober 2022   07:25 Diperbarui: 25 Oktober 2022   07:30 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber kekuatan dari diri sendiri dalam menggapai kesehatan mental. (PEXELS/MIN AN via Kompas.com)

Isu kesehatan mental ini masih terus diperbincangkan lantaran mendiagnosa gangguan jiwa dapat dipengaruhi oleh berbagai spektrum.

Semua orang rentan terkena gangguan mental jika ia tidak mampu mengelola tekanan yang datang. 

Mengelola kesehatan mental ini memang harus sebisa mungkin mampu dikelola oleh setiap individu dengan mengenali dan menganalisa gejala-gejala yang mengarah kepada gangguan mental.

Namun, terkadang tidak semua orang mampu menjadi penyelamat untuk dirinya sendiri agar terbebas dari gangguan kesehatan mental.

Sehingga diperlukan pertolongan dari pihak eksternal untuk menuntun jalan menuju proses penataan kembali kondisi jiwa atau mental.

Selain diri sendiri sebagai pihak pertama kali yang semestinya dapat mengenali kondisi jiwanya secara personal, dibawah ini terdapat dua sumber kekuatan lainnya yang dapat membantu proses perbaikan masalah kesehatan mental.

Dengan adanya kemampuan pengenalan kondisi mental secara garis besar, dapat membawa seseorang tentang literasi kesehatan mental.

Mengutip laman Kementerian Kesehatan Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan, literasi kesehatan mental didefinisikan sebagai pengetahuan dan keyakinan mengenai  gangguan-gangguan mental yang membantu  rekognisi, manajemen, dan prevensi (Handayani, 2020). 

Dapat kita pahami bahwa literasi kesehatan yang dimaksud disini adalah tentang pengetahuan serta kesadaran penuh terhadap kesehatan jiwa. 

Menurut Kutcher dkk (2016), pengetahuan dan kesadaran akan gangguan mental atau kejiwaan akan turut berdampak pada peningkatan pengetahuan kesehatan mental secara umum, antara lain:

a. Pengetahuan tentang pencegahan gangguan mental;

b. Pengetahuan tentang kondisi dasar gangguan mental;

c. Pengetahuan tentang opsi pencarian pertolongan dan akses pengobatan;

d. Pengetahuan tentang strategi pertolongan mandiri yang efektif untuk gangguan mental ringan;

e. Keterampilan pertolongan pertama untuk mendukung orang lain yang mengalami gangguan mental atau berada dalam krisis kesehatan mental.

Dari informasi tersebut dapat kita simpulkan bahwa dengan adanya stimulasi berupa dorongan atau bantuan dari sisi eksternal dapat mengarahkan untuk memperoleh tindakan yang tepat misalnya dari psikolog atau psikiater/dokter kejiawaan.

Mari terlebih dahulu kita mencermati darimana saja sumber kekuatan untuk stimulasi proses penanganan kesehatan mental.

Kekuatan dari dalam diri untuk menyadari kondisi jiwa secara alami

Untuk menjaga kesehatan mental secara pribadi kita harus mampu menyadari seperti apa kondisi kejiwaan yang dialami. 

Kita harus mengerti dan memahami tentang seperti apa saja potensi yang dapat mempengaruhi mental diri sendiri. 

Kita harus mulai belajar untuk mampu mengendalikan diri ini agar tidak terjerat ke dalam hal-hal yang dapat mempengaruhi kesehatan mental. 

Pahamilah kondisi jiwa dengan mencintai diri sendiri melalui tiga hal yang selalu disampaikan oleh dr. Andri, yakni ikhlas, sabar dan sadar. Ketiga hal tersebut harus dapat kita terapkan dalam segala hal yang berhubungan dengan kehidupan kita di dunia ini.

Kita harus ikhlas dalam menerima segala sesuatu yang ada pada diri kita. Kita harus mengikhlaskan ketika diri ini tidak bisa mencapai sesuatu yang dapat melampaui kemampuan diri. 

Kita memang dituntut untuk meraih apa yang kita inginkan, namun jika diri kita tidak mampu mencapainya maka kita tidak harus terus-menerus memaksakan diri. 

Sumber kekuatan dari diri sendiri dalam menggapai kesehatan mental. (PEXELS/MIN AN via Kompas.com)
Sumber kekuatan dari diri sendiri dalam menggapai kesehatan mental. (PEXELS/MIN AN via Kompas.com)

Tuhan menciptakan segala sesuatu kepada setiap manusia dengan cara yang berbeda-beda sesuai dengan kadar dan batas tententu. Untuk itu setiap manusia harus ikhlas terhadap apa yang telah ia miliki atau terima dengan lapang dada.

Lalu, kita hendaknya dapat selalu bersikap sabar dalam menghadapi hal-hal yang di luar dugaan baik berupa cobaan, musibah, kemalangan, kehilangan maupun sebuah kegagalan.

Itu semua adalah cara Tuhan untuk menjadikan diri kita menjadi pribadi yang lebih bijak dan dewasa. Untuk menjadikan kita mampu dan kuat menghadapi segala hal yang ditakdirkan oleh Tuhan walaupun dalam sudut pandang manusia hal tersebut tidak gampang diterima begitu saja. 

Tuhan pasti akan memberikan cobaan kepada setiap manusia sesuai dengan kemampuannya. Oleh sebab itu ketika kita mengalami segala bentuk cobaan dari Tuhan hendaklah kita dapat memposisikan diri kita untuk selalu bersikap sabar. Bersabar dalam keindahan.

Kita harus selalu sadar tentang kondisi jiwa dan mental sehingga kita dapat mencari solusi untuk menanggulangi tanpa harus meratapi dan menyesal sepanjang hari.

Support system untuk mendorong proses penyembuhan jiwa

Terkadang apa yang kita alami tidak bisa kita kendalikan secara sadar. Dalam arti bahwa yang kita alami atau kita hadapi di luar kendali diri. Sehingga pada situasi tertentu mau tidak mau kita harus membutuhkan bantuan dari luar diri.

Sisi eksternal yang dapat membantu kita mengendalikan kesehatan mental dapat kita anggap sebagai support system.

Keberadaan support system memiliki andil yang cukup besar dalam upaya memberikan stimulasi dan tindak lanjut penyembuhan kesehatan mental.

Support system ini dapat berasal dari orang tua, anggota keluarga, teman maupun guru.

Bagi seorang anak atau remaja misalnya, orang tua dapat menjadi support system yang cukup ampuh dalam proses pengendalian karakter yang apabila tidak terkontrol dan terdapat menjadi sumber masalah yang dapat mempengaruhi kesehatan mental anak.

Pertolongan untuk anak menghadapi hal-hal yang tidak dapat dikendalikan atau tidak dapat diatasi maka orang tua dapat membantu menyelesaikan masalah tersebut agar tidak menimbulkan tekanan yang dapat mempengaruhi tingkat stres, frustasi hingga depresi yang akan dialami oleh anak.

Keberadaan teman yang baik juga dapat memberikan stimulasi dalam proses pengendalian kesehatan mental remaja. Ketika seorang remaja mengalami berbagai masalah dalam masa transisi tersebut maka teman yang baik tentu dapat memberikan solusi dan aspirasi sebagai bahan untuk menemukan sebuah solusi.

Diperlukan support system untuk bersama mengelola kesehatan mental (sumber: Pixabay)
Diperlukan support system untuk bersama mengelola kesehatan mental (sumber: Pixabay)

Dalam interaksi antar siswa di sekolah, support dari guru juga sangat diperlukan dalam mengendalikan berbagai model kenakalan siswa agar tidak memberikan efek buruk yang dapat mempengaruhi mental siswa di kemudian hari.

Terkadang dengan menjalin interaksi, berkomunikasi atau ngobrol bersama orang-orang yang dapat kita percayai akan membuat beban yang mengendap dalam diri ini menjadi hilang sehingga kita dapat merasa lebih "plong".

Tak masalah jika setelah kita menceritakan apa yang kita alami atau yang kita rasakan kepada pihak yang kita anggap sebagai support system tersebut tapi mereka tidak dapat memberikan solusi untuk menanggulangi masalah mental yang sedang dihadapi. 

Hal yang terpenting adalah kita harus menghindari kebiasaan mendiamkan sebuah masalah yang dapat berujung menjadi sebuah endapan toksik dalam diri yang dapat mempengaruhi kesehatan mental.

Di sisi lain, para support system harus dapat memposisikan dirinya menjadi seorang pendengar yang baik tanpa harus terburu-buru memberikan solusi atau bahkan menjustifikasi.

 Kekuatan spiritual dengan mendekatkan diri kepada Tuhan

Selain kita harus menyadari kondisi jiwa secara pribadi serta adanya dukungan dari support system untuk pengendalian gangguan jiwa yang sedang kita rasakan, kita perlu dengan kekuatan yang bersumber dari petunjuk dari Tuhan Yang Maha Esa.

Dengan mendekatkan diri kepada Tuhan dan menyampaikan segala apa yang kita alami dan rasakan secara jujur dan berterus terang kepada-Nya maka kita akan memperoleh petunjuk yang akan menjadikan kita menjadi lebih kuat.

Pendekatan diri kepada Tuhan ini adalah merupakan sebuah bentuk penyadaran bahwa setiap manusia membutuhkan kekuatan dari Yang Maha Berkuasa.

Pernahkah kita menyadari bahwa segala sesuatu yang kita alami adalah sudah diatur dan di setting sedemikian rupa oleh Tuhan?

Tujuan Tuhan memberikan kita sebuah masalah hidup bukan karena Tuhan tidak peduli dan memperhatikan diri kita. Melainkan sebaliknya Tuhan sangat menginginkan kita bercerita kepada Tuhan melalui doa-doa yang dipanjatkan.

Dokter Kejiwaan dr. Andri, Sp.KJ, FAPM., juga sempat menyatakan bahwa dalam proses penyembuhan gangguan jiwa ini juga dapat diraih melalui sumber kekuatan spiritual.

Pernyataan dr. Andri tentang sumber kekuatan spritual untuk meraih kesehatan mental. (Tangkap layar pribadi/Akbar Pitopang)
Pernyataan dr. Andri tentang sumber kekuatan spritual untuk meraih kesehatan mental. (Tangkap layar pribadi/Akbar Pitopang)

Sudah banyak kita melihat kasus kesehatan mental di luar sana yang dapat ditanggulangi melalui sumber kekuatan spiritual. 

Ada banyak kisah yang disampaikan oleh orang-orang yang sempat mengalami gangguan kesehatan mental bahwa dengan mendekatkan diri kepada Tuhan maka ia memperoleh ketenangan batin dan membuat hidupnya berubah menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Pentingnya memperoleh literasi kesehatan mental bagi setiap individu

Literasi kesehatan mental sebagaimana yang telah disinggung diatas sangat diperlukan dalam upaya proses perbaikan kondisi mental atau jiwa.

Dengan memperoleh literasi kesehatan mental yang memadai maka kita dapat menjalani proses penyembuhan gangguan kesehatan mental ini secara tepat dengan cara memperoleh bantuan dari psikolog atau psikiatri/dokter jiwa. 

Sebagaimana pada kisah seorang istri yang terindikasi mengalami gangguan kesehatan mental memperoleh dukungan dari suami untuk dilakukannya pemeriksaan kepada dokter jiwa di rumah sakit.


Terkait dengan pesatnya kejadian gangguan mental sayangnya tidak diikuti dengan cakupan pengobatan penderita. 

Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018, terdapat 6.7 per mil anggota rumah tangga di Indonesia yang menderita gangguan psikosis, namun hanya 85% yang pernah mengakses pelayanan kesehatan untuk berobat. 

Rendahnya cakupan ini salah satunya juga dipengaruhi oleh rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat yang berhubungan dengan literasi kesehatan mental.

Dengan segera memaksakan diri kepada psikolog dan atau dokter jiwa di rumah sakit maka kita dapat dengan cepat mengetahui seperti apa gangguan jiwa yang sedang dihadapi.

Kesembuhan jiwa yang mengantarkan kepada kesehatan mental dapat dilalui melalui serangkaian terapi pengobatan dan dengan mengkonsumsi obat-obatan yang diberikan dokter jiwa tersebut. 

Sebagaimana yang diterangkan dr. Andri dalam artikelnya tempo hari. Silahkan disimak kembali disini.

Nah, dalam upaya mencapai kesehatan mental kita memerlukan 3 sumber kekuatan yang berasal dari dalam diri, orang lain secara eksternal, serta kekuatan dari Tuhan secara spiritual.

Dari ketiga sumber kekuatan tersebut kita dapat menjalani kehidupan secara ikhlas, sabar dan sadar sehingga kita dapat mencapai sebuah kesehatan mental.

Dari ketiga sumber kekuatan tersebut pulalah kita dapat mengalami literasi kesehatan mental dengan baik sehingga kita dapat mengantarkan kita untuk memperoleh proses penyembuhan gangguan kesehatan mental sesuai hasil diagnosa dari ahlinya yang lebih akurat dan bertanggung jawab.

Semoga informasi ini bermanfaat bagi kita semua dalam upaya menggapai kesehatan mental.

### Referensi untuk wawasan lebih lanjut:

Kutcher, S., Wei, Y., & Coniglio, C. (2016). MENTAL HEALTH LITERACY: PAST, PRESENT, AND FUTURE. The Canadian Journal of Psychiatry, 61(3), 154-158.

Kementerian Kesehatan RI. 2018. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian RI.

Handayani, T., Ayubi, D., & Anshari, D. (2020). LITERASI KESEHATAN MENTAL ORANG DEWASA DAN PENGGUNAAN PELAYANAN KESEHATAN MENTAL. Perilaku dan Promosi Kesehatan: Indonesian Journal of Health Promotion and Behavior, 2(1), 9-17.


*****

Salam berbagi dan menginspirasi.

Akbar Pitopang untuk Kompasiana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun