Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Akun ini dikelola Akbar Fauzan, S.Pd.I

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Sepenggal Romantisme Jalan Kaki Semasa Sekolah

14 Oktober 2022   13:04 Diperbarui: 14 Oktober 2022   22:35 1271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbicara tentang jalan kaki bagi orang Indonesia menjadi sebuah topik pembicaraan yang cukup menarik untuk di telisik. Walau katanya orang Indonesia sudah dicap sebagai orang paling malas di dunia untuk jalan kaki. 

Ya, menurut data yang dilansir dari Kompas.com, bahwa peneliti Stanford University menilai Indonesia sebagai negara yang warganya paling malas jalan kaki karena hanya berjalan 3.513 langkah setiap harinya. Sebagai pembanding, negara yang warganya paling rajin jalan kaki adalah Hongkong dengan rata-rata 6.880 langkah per hari.

Peneliti itu mungkin hanya mengambil sampel dari orang dewasa di Indonesia yang kini banyak yang terserang virus "mager". Coba yang disurvei adalah semua orang Indonesia termasuk anak-anak atau pelajar di sekolah maka hasilnya mungkin tidak akan menempatkan orang Indonesia sebagai yang paling malas jalan kaki se-dunia.

Pokoknya jangan mau dicap sebagai penduduk sebuah negara yang warganya dianggap paling malas jalan kaki. Walaupun sedikit memaksa, ada alasannya yang bisa diterima secara logis dan humanis.

Namun sebenarnya orang Indonesia punya sepenggal kisah di dalam hidupnya tentang indahnya momen jalan kaki. 

Ingatkah Anda kapan terakhir kali menikmati momen berjalan kaki?

Bagi penulis secara pribadi menikmati momen jalan kaki yang tak terlupakan adalah ketika semasa sekolah atau sebagai seorang pelajar yang sedang menuntut ilmu.

Penulis punya penggalan kisah tersendiri di setiap jenjang sekolah. Masing-masing punya kesyahduan dan keharuan yang tersimpan rapat dalam ingatan dan perasaan.

Jarak jalan kaki semasa SD yang penulis lewati (tangkapan layar pribadi/Google maps)
Jarak jalan kaki semasa SD yang penulis lewati (tangkapan layar pribadi/Google maps)
Momen yang paling berkesan adalah ketika semasa SD. Berbeda dengan teman-teman sekampung yang mendaftar ke SD yang ada di kampung kami. Penulis malah beruntung sekali bisa disekolahkan oleh orang tua ke SD yang berada di kota. 

Namun untuk berangkat dan pulang sekolah perlu menggunakan moda transportasi darat seperti angkot atau ojek. Karena jarak antara rumah dengan sekolah adalah lebih kurang 3,8 KM. Sepertinya yang terlihat di foto pencitraan udara diatas.

Saat itu penulis baru duduk di bangku Kelas 1 SD. Di masa-masa awal tentu saja segala sesuatunya perlu adaptasi dan proses pengenalan secara berkelanjutan kepada seorang bocah yang berasal dari kampung.

Hal yang paling krusial saat itu adalah tentang bagaimana cara untuk pulang sendiri ke rumah menggunakan angkot atau angkutan umum. 

Dari kecil sebenarnya memang penulis sudah diarahkan untuk dapat mandiri dalam melakukan segala sesuatu.

Karena kedua orang tua kami sama-sama bekerja maka tidak ada ritual antar-jemput ke sekolah layaknya siswa yang lain.

Oleh sebab itu penulis harus bisa pulang sendiri ke rumah dengan menggunakan angkot dengan cara menyisihkan uang untuk membayar ongkosnya.

Namun yang namanya anak SD yang masih labil dan belum mampu mengelola keuangannya dengan baik. Sehingga pada hari itu penulis menghabiskan semua uang jajan yang diberikan oleh orang tua tanpa menyisihkan uang 1 rupiah untuk membayar ongkos angkot.

Kira-kira ketika tidak ada uang untuk bayar ongkos, bagaimana caranya ya untuk bisa pulang ke rumah?

Ya, mau nggak mau tentu solusinya adalah harus dengan berjalan kaki.

Dan pada akhirnya penulis memutuskan untuk jalan kaki dari sekolah menuju rumah yang jaraknya cukup jauh. Anehnya jarak sejauh itu tidak menjadi sebuah penghalang bagi seorang anak SD untuk mau jalan kaki dan dibawah teriknya sinar matahari di siang bolong. 

Tapi coba kita ulangi kembali momen jalan kaki semasa SD ketika kini kita sudah dewasa pasti kita punya 1001 alasan untuk menolaknya.

Pada saat itu penulis jalan kaki berdua dengan teman yang arah tujuan rumah kami memang searah. Buah dari momen yang sangat unik dan menggelitik tersebut, kami terus menjalin persahabatan hingga kini.

Luar biasa!

Seperti itu jalan di Kabupaten 50 Kota yang penulis lewati setiap hari ketika berangkat sekolah saat SMP (sumber: pu.go.id)
Seperti itu jalan di Kabupaten 50 Kota yang penulis lewati setiap hari ketika berangkat sekolah saat SMP (sumber: pu.go.id)
Ketika penulis melanjutkan jenjang pendidikan ke tingkat SMP, jalan kaki memiliki kisah yang menarik dan pantas untuk diulik sekali lagi. 

Pun ketika SMP, penulis melanjutkannya di sekolah yang berada di wilayah lain yang jaraknya cukup jauh dari rumah. Tapi sayangnya rute jalan yang dilewati menuju ke sekolah tidak ada satupun angkot yang melintas. 

Alhasil satu cara terbaik untuk bisa sampai ke sekolah adalah dengan jalan kaki.

Walau jaraknya terbilang cukup jauh tapi nyatanya setiap hari penulis selalu jalan kaki baik berangkat maupun ketika pulang sekolah.

Rutinitas jalan kaki tersebut dilakukan hingga di penghujung kelas 2 SMP. Karena ketika sudah naik ke kelas 3 SMP, penulis sudah bisa membeli sepeda dari tabungan sendiri.

Momen jalan kaki semasa SMP cukup menantang. Walaupun jalan yang dilintasi banyak yang berlubang atau berkerikil, namun jalan kaki tetap terasa menyenangkan tanpa sedikitpun mengeluh.

Apalagi ketika itu jalan yang dilintasi untuk menuju ke sekolah melewati jalan yang di kiri-kanannya adalah persawahan dan ladang warga.

Amazing sekali!

Penulis semasa SMA rutin jalan kaki setiap Ahad pagi menuju kawasan Ngalau Indah dan Puncak Marajo seperti ini (via jurnalandalas.com)
Penulis semasa SMA rutin jalan kaki setiap Ahad pagi menuju kawasan Ngalau Indah dan Puncak Marajo seperti ini (via jurnalandalas.com)
Lain lagi cerita jalan kaki semasa SMA. Saat itu penulis kembali memilih SMA yang berada di kota yang jaraknya cukup jauh dari rumah sehingga mendorong penulis untuk tinggal di asrama yang kebetulan disedikan oleh sekolah. 

Bersama teman-teman asrama kami sering jalan kaki setiap Ahad pagi menuju lokasi tempat wisata yang jaraknya tidak terlalu jauh dari sekolah atau asrama kami.

Ba'da subuh kami sudah siap-siap untuk jalan kaki menuju lokasi spot wisata andalan kota Payakumbuh yang kami maksud yakni, Goa Ngalau Indah. 

Tempat wisata itu menawarkan gua stalaktit yang bisa dilintasi untuk menuju puncak sebuah bukit yang dari sana kita bisa menikmati keindahan lanskap Kota Payakumbuh yang masih rimbun dan dalam suasana hening tertutup embun.

Oleh sebab itulah maka penulis dan teman-teman semasa SMA menjadikan kebiasaan jalan kaki setiap Ahad pagi jadi sebuah rutinitas yang sangat seru dan menyenangkan.

Semasa kuliah, penulis rutin jalan kaki ke kampus. Berikut Kawasan Malioboro yang sering penulis tapaki ketika weekend (Shutterstock via Kompas.com)
Semasa kuliah, penulis rutin jalan kaki ke kampus. Berikut Kawasan Malioboro yang sering penulis tapaki ketika weekend (Shutterstock via Kompas.com)
Kebiasaan jalan kaki di masa sekolah berlanjut hingga ke jenjang perguruan tinggi.

Kala itu penulis yang berstatus sebagai mahasiswa rantau lantaran memilih untuk kuliah di Kota Pelajar, Jogja.

Hampir setiap hari penulis selalu jalan kaki ketika hendak berangkat dan pulang dari kampus.

Karena memang di masa-masa awal perkuliahan penulis belum memiliki kendaraan pribadi sehingga untuk menuju kampus ditempuh dengan cara berjalan kaki.

Momen jalan kaki semasa kuliah menjadi sebuah kenangan yang masih hangat dalam ingatan penulis hingga kini.

Bagaimana tidak, seringkali saat itu penulis berjalan kaki menuju kampus demi mengikuti perkuliahan yang dijadwalkan di siang atau sore hari. 

Jogja termasuk kota yang panas. Alhasil, walaupun jarak dari tempat tinggal ke kampus tidak terlalu jauh namun tetap saja keringat selalu bercucuran lantaran melintasi panasnya jalanan akibat terik matahari.

Namun demikian penulis sangat menikmati kebiasaan jalan kaki semasa kuliah. Karena penulis bisa berinteraksi dengan warga sekitar dengan segala keramahtamahan sesuai dengan slogan "Yogyakarta Berhati Nyaman".

Kebiasaan jalan kaki menuju kampus ini menjadi rutinitas penulis yang berlanjut hingga semester 5 perkuliahan. Karena pada semester berikutnya, penulis sudah bisa membeli sepeda sebagai moda transportasi menuju kampus.

Selain itu, Jogja yang terkenal dengan Malioboro yang memiliki pedestrian yang cukup memadai bagi pejalan kaki. Sehingga jalan kaki bolak-balik dari Tugu ke Nol Kilometer pun menjadi menyenangkan untuk dijalani kala itu.

Jalan kaki di pelosok negeri. Anak-anak SDN Mawan berjalan kaki pulang sekolah di Distrik Mandobo, Kabupaten Boven Digoel, Papua (KOMPAS/AGUS SUSANTO)
Jalan kaki di pelosok negeri. Anak-anak SDN Mawan berjalan kaki pulang sekolah di Distrik Mandobo, Kabupaten Boven Digoel, Papua (KOMPAS/AGUS SUSANTO)
Itulah penggalan-penggalan kisah indah dan begitu romantisnya momen jalan kaki semasa sekolah. Oleh sebab itu, momen jalan kaki ini tidak bisa kita lupakan dari cerita kehidupan.

Sepertinya sah-sah saja bila orang Indonesia dikatakan paling malas jalan kaki. Akan tetapi itu hanya cocok disandingkan untuk orang-orang yang sudah dewasa karena memiliki beragam aktivitas dan kesibukan.

Tetapi bagi anak sekolah, jalan kaki menjadi sebuah hal yang melekat dalam keseharian yang pada akhirnya menjadi sebuah kenangan yang tak terlupakan.

Kondisi anak-anak di pedesaan atau yang berada di pelosok negeri tercinta ini juga tidak luput dari kebiasaan jalan kaki. Karena untuk bisa sampai ke sekolah, banyak sekali siswa yang harus melewati jalan yang menembus hutan, jalan tanah dan berlumpur, bahkan mendaki gunung lewati lembah bagaikan lirik soundtrack film Doraemon yang setiap Ahad pagi selalu menjadi tontonan "anak zaman old".

Bila berdasarkan hasil survei, orang Indonesia memang nomor 1 di dunia sebagai yang paling malas jalan kaki. Akan tetapi bukan berarti orang Indonesia tidak pernah jalan kaki semasa hidupnya. 

Nah, sebenarnya jalan kaki itu menarik sekali kan..

Yuk, kita biasakan untuk jalan kaki lagi..

***

Salam berbagi dan menginspirasi.

Akbar Pitopang untuk Kompasiana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun