Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Akun ini dikelola Akbar Fauzan, S.Pd.I

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Urgensi Mewujudkan Sekolah Inklusi bagi ABK untuk Kesetaraan Pendidikan Indonesia

20 September 2022   05:02 Diperbarui: 24 September 2022   08:00 1351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Membedakan indikator pembelajaran dan penilaian hasil belajar untuk siswa ABK (Dok. Tanoto Foundation via Kompas.com)

Selanjutnya akan ada dua alternatif; dititipkan ke SLB atau jika hasil rekomendasi psikolog menyatakan ABK ini tetap di sekolah reguler maka siswa itu harus didampingi guru pendamping khusus (GPK). 

GPK pada Sekolah Inklusi (Dok. Anjas Permata/Kompasiana)
GPK pada Sekolah Inklusi (Dok. Anjas Permata/Kompasiana)

Tentu kendalanya sekolah tidak memiliki biaya yang memadai untuk menghadirkan GPK di sekolah reguler. Disinilah sebenarnya harus ada “duduk bersama” antara sekolah dan orangtua.

Syukur-syukur jika orangtua bersedia menanggung biaya untuk guru pendamping khusus.

Di banyak sekolah inklusi, keberadaan GPK ini untuk mendampingi masing-masing ABK. 1 ABK, 1 GPK. GPK ini nantinya yang akan mendampingi ABK selama pembelajaran di kelas bersama siswa normal lainnya.

Indikator pembelajaran untuk ABK tetap akan dibedakan dengan siswa yang normal. Hal ini dapat sejalan dengan konsep Kurikulum Merdeka yakni semua anak itu kondisinya berbeda-beda. 

Maka perlakukan lah gaya mengajar dan gaya belajar bagi setiap siswa pun berbeda termasuk untuk para ABK.

Menyamakan persepsi untuk kelayakan dan kesetaraan pendidikan

Semua pihak harus menyamakan persepsi bahwa sejatinya setiap anak memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang layak di mana pun anak akan bersekolah. 

Ruh yang harus ada yakni kesetaraan dalam pendidikan. Jika sekolah tidak memberikan hak tersebut kepada para siswa termasuk kepada ABK, maka telah terjadi pelanggaran UUD 1945 pasal 31 ayat 1, “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran".

Lalu didukung oleh adanya Permendikbud Nomor 70 tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusi.

Jangan lagi ada diantara kita semua yang menyebut “anak cacat”, tapi “anak istimewa”. Jangan menyebut anak inklusif, tapi anak berkebutuhan khusus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun