Pernahkah anda mendengar istilah Phimosis (fimosis)?
Walau terdengar keren, tapi ternyata hal yang sebenarnya terjadi adalah dapat membuat bayi rewel dan merasa tidak nyaman pada saat hendak buang air kecil atau urin.
Ya, fimosis merupakan kondisi di mana kulup atau kulit yang menutupi kepala penis sulit untuk ditarik ke belakang. Hal itu dapat terjadi karena adanya penyempitan di ujung kulit depan penis bayi.Â
Mengutip Kompas.com, Dokter Mahdian Nur Nasution, SpBS mengatakan bahwa fimosis umumnya terjadi sejak bayi lahir. Tetapi, bisa juga terjadi pada orang dewasa karena kebersihan penis yang tidak terjaga dengan baik.Â
Oleh karena itu, orangtua harus mengenali tanda-tanda fimosis pada anak. Apabila dibiarkan, fimosis bisa berpotensi menyebabkan infeksi.Â
Hal paling dominan sebagai indikasi terjadinya fimosis ini adalah ketika bayi merasa tidak nyaman ketika hendak pipis. Acapkali kondisi ini menyebabkan bayi akan menangis ketika pipis lantaran merasa perih.
Seperti itulah yang dirasakan oleh bayi kami beberapa waktu yang lalu.
Pada awalnya kami tidak pernah mengira bayi kami akan kesulitan untuk buang air kecil. Ketika ia menangis pada saat pipis kami mengira hal itu sebuah hal yang wajar yang dialami oleh para bayi lantaran merasa tidak nyaman karena popok atau celana yang dikenakannya basah karena air pipis.
Tapi lambat laun bayi menunjukkan gejala yang sama. Kondisi ini terjadi di umur dibawah 1 tahun.Â
Ketika kuantitas pipis bayi semakin meningkat karena intensitas pergerakan yang dilakukannya disertai konsumsi ASI yang semakin pesat. Sehingga bayi menjadi sering pipis. Sehingga kami selaku orangtua tidak tega melihat bayi menjadi menderita ketika hendak pipis.
Ketika istri mengkonsultasikan kondisi yang dialami bayi kami kepada dokter, dapat diterka bahwa kondisi seperti yang kami paparkan di atas sebagai tanda terjadinya fimosis.
Dokter menganjurkan kepada kami untuk mencoba terlebih dahulu membuka kulup penis bayi. Jika merasa kesulitan untuk melakukannya itu berarti terjadi penyempitan pada bagian ujung kulit depan penis bayi.
Hal yang kami rasakan ketika itu adalah kami memang merasa kesulitan untuk menarik ujung kulit penis bayi ke belakang.Â
Saat itu kami mencoba melakukannya di saat bayi kami masih sedang sibuk bergerak. Sehingga bayi pun merasa tidak nyaman dan menunjukkan ekspresi tanda kesakitan.
Lalu dokter juga mengatakan bahwa fimosis dapat dikenali ketika orangtua memandikan bayinya. Maka kami juga dianjurkan untuk mencoba menarik kulup ke belakang sehingga kepala penis dapat terlihat. Jika hal tersebut tidak dapat dilakukan dengan muda maka kemungkinan besar anak memang telah mengalami tanda-tanda fimosis.Â
Pada saat itu di saat memandikan bayi, kami memang merasa kesusahan untuk melakukannya. Tetap saja bayi tidak bersedia bagian kulupnya ditarik ke belakang karena mungkin merasa perih. Padahal sejatinya bagian kulup bersifat elastis sehingga bisa dengan mudah ditarik ke belakang ketika dalam kondisi normal.Â
Selanjutnya kami langsung memeriksakan kondisi kesulitan buang air kecil yang dialami bayi kami ke dokter.
Ketika dokter melakukan pemeriksaan, pada saat bersamaan dokter menarik kulup penis bayi ke belakang.Â
Selanjutnya, dokter menerangkan kembali tanda-tanda telah terjadinya fimosis ini kepada kami.
Apa sajakah tanda-tanda fimosis?
1. Ujung kulit penis (kulup) tak mudah ditarik ke belakang.
Sebagaimana yang kami jelaskan diatas, kondisi demikian bisa menjadi tanda terjadinya fimosis. Lantaran kulup penis bayi susah untuk ditarik ke belakang sehingga perlu agak dipaksa terlebih dahulu. padahal kulup bersifat elastis.
2. Urine tertahan atau terjadi penggelembungan di bagian kulup.
Jadi kalau pipis akan menggelembung dulu, urine tertahan di ujung kulit atau kulupnya dulu. Setelah tekanan gelembung tinggi, baru kemudian urine keluar. Kondisi demikian dapat menyebabkan urine biasanya tersisa di balik kulit penis. Lama-kelamaan, sisa urine dan kotoran lainnya dapat mengendap dan memicu pertumbuhan bakteri.Â
3. Anak mengalami demam.Â
Dari sisa urine dan kotoran lainnya yang mengendap dan memicu pertumbuhan bakteri, kondisi tersebut tentu dapat menimbulkan terjadinya infeksi di bagian penis atau pada saluran kemih sehingga anak akan demam.Â
Itulah tanda-tanda terjadinya gejala fimosis pada bayi atau anak. Gejala yang paling memiliki kecenderungan akan tanda terjadinya fimosis pada bayi kami adalah pada poin pertama.
Untung saja kami bergegas memeriksakan kondisi ini kepada dokter anak sehingga dapat dilakukan langkah pencegahan dengan cepat maka tidak sampai terjadinya infeksi karena bakteri atau bahkan demam secara berulang.
Jadi, intinya kepada para orangtua agar dapat lebih peka mencermati kondisi yang dialami bayinya. Pemahaman para orangtua selama ini adalah pada fase bayi, anak memang gampang demam karena bertambahnya kepandaian.
Tapi jika intensitas terjadinya demam cukup sering maka orangtua perlu mengkonsultasikan lebih lanjut terkait kondisi tersebut kepada dokter anak.
Ketika anak demam, ada 2 kemungkinan yang terjadi. Pertama adalah karena batuk pilek, sedangkan yang kedua mungkin karena masalah saluran kemih yang bermasalah.
Pada akhirnya, demam yang berulang kali terjadi bisa memengaruhi tumbuh kembang anak.Â
Bagaimana solusi penanganan fimosis pada bayi?
Terkait kasus fimosis pada anak laki-laki ini memang cukup banyak ditemui. Kondisi demikian sangat perlu dilakukan penanganan cepat lantaran bisa berdampak pada terjadinya infeksi bakteri karena penumpukan sisa urine dan kotoran pada bagian dalam kulup yang mengalami penyempitan tadi sehingga tidak mudah dibuka untuk dibersihkan.
Karena pada mulanya, infeksi terjadi di sekitar kulit, kemudian di bagian kepala penis, hingga akhirnya bisa sampai ke saluran kemih. Tentunya jika kondisi telah sampai pada tahap infeksi akan menjadi berbahaya pada bayi.
Fimosis bisa diatasi dengan menyunat atau memotong kulup pada penis anak (circumcision).Â
Mendengar hal tersebut kami merasa sangat tidak tega dilakukan kepada bayi kami. Apalagi di usianya yang kala itu sudah cukup aktif bergerak. Secara otomatis, jika dilakukan sunat tentu akan mengganggu baik pada pergerakan bayi maupun potensi terjadinya perdarahan berulang.
Jika kondisi ini bisa lebih cepat diketahui, misalnya di usia 1-2 bulan jika kulup bayi langsung disunat tentu tidak terlalu merepotkan dan proses penyembuhannya pun tergolong akan lebih cepat.
Kesimpulannya, ketika itu kami masih belum bersedia bayi kami disunat.
Lalu bagaimana solusinya selain dilakukan sunat?
Kemudian dokter menyarankan kepada kami untuk secara konsisten membuka kulup penis bayi untuk dilakukan pembersihan bagian dalam kulup tersebut.
Pertama, dikarenakan bayi susah untuk diajak kompromi untuk dilakukan pembukaan kulupnya di siang hari maka kami siasati dengan melakukannya pada malam hari disaat bayi sudah tertidur pulas.
Pada situasi kondisi kulup bayi sudah lebih rileks dan tidak kaku sehingga agak lebih memungkinkan untuk dilakukan penarikan kulit ke belakang.Â
Walaupun pada saat malam hari pun kami masih perlu melakukan sedikit pemaksaan ketika hendak menarik kulupnya.
Kedua, setelah kulup berhasil ditarik ke belakang maka orangtua harus segera membersihkan bagian dalam tersebut menggunakan air bersih atau tisu basah.
Gunanya agar kotoran yang mungkin mengendap di bagian dalam kulup dapat dibersihkan sehingga terhindar dari infeksi yang disebabkan kotoran dan bakteri dari sisa urine.
Karena konsisten melakukan kedua hal diatas, akhirnya kini anak kami telah bebas dari fimosis. anak kami sudah tidak lagi merasa kesulitan dan kesakitan ketika hendak pipis. Karena kulupnya sudah tidak sempit sehingga air pipis dapat mengalir dengan lancar.
Bagian kulup pun sudah lebih elastis sehingga pada saat bagian ujung kulit tersebut ditarik ke belakang, bayi sudah tidak lagi merasa perih atau kesakitan.
Pada masa-masa awal kami memang tidak tega atau bahkan tidak berani untuk menarik kulupnya ke belakang. lantaran merasa khawatir jika terjadi luka akibat proses penarikan tersebut.
Walaupun potensi terjadinya luka memang kemungkinan besar dapat terjadi. Kami mengetahui bahwa dari proses penarikan kulup ini memang telah terjadi sedikit sobekan kecil tapi kata dokter hal tersebut sangat wajar karena setelah itu akan kembali pulih dan terjadi elastisitas.
Jadi, orangtua tidak perlu terlalu takut untuk melakukannya. Karena kalau dibiarkan malah dampak buruk yang akan terjadi akan jauh lebih besar.
Kini, anak kami tidak lagi terkena fimosis. ia sudah bisa beraktivitas dan buang air kecil dengan normal tanpa sedikit pun merasa kesakitan. Tumbuh kembangnya pun telah berjalan dengan baik dan membanggakan.
Melalui cara yang kami lakukan di atas, fimosis dapat dicegah walau tanpa dilakukan sunat pada bayi.
Demikianlah pengalaman penanganan fimosis yang kami lakukan pada bayi kami. Dari apa yang kami paparkan di atas semoga dapat menambah wawasan dan pengetahuan para orangtua tentang fimosis ini khususnya bagi yang memiliki anak laki-laki.
Perhatikanlah secara konsisten kondisi alat reproduksi anak laki-laki, jika terjadi hal yang mencurigakan langsung konsultasikan kepada dokter anak.
*****
Salam berbagi dan menginspirasi.
[Akbar Pitopang]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H