Orang tua rela banting tulang, berangkat pagi pulang malam, pergi kerja atau dinas keluar kota dan sebagainya demi memperoleh pundi-pundi rupiah yang dapat menunjang segala kebutuhan dan alokasi dana pendidikan anak agar terencana dengan baik.
Lantaran perhatian utama para orang tua menyiapkan dana pendidikan anak, menyebabkan orang tua banyak yang luput dengan dana pensiun yang juga merupakan dana penting yang harus disiapkan sejak awal pula.
Banyak orang tua yang mengenyampingkan persiapan dana pensiunnya. beberapa alasannya mungkin lantaran bekerja sebagai ASN di instansi pemerintahan atau sebagai karyawan tetap di instansi swasta. sehingga dana untuk pensiun ini sudah tercover dengan baik melalui potongan gaji setiap bulannya.
Apa tujuan orang tua rela berkorban dan berjuang untuk menyiapkan dana pendidikan anak ini? tentu orang tua hanya ingin bercita-cita menyaksikan anaknya menjadi orang sukses di masa depan tanpa menyusahkan orang lain dalam kehidupannya.
Nah, di kala pensiun orang tua akan terus berusaha untuk survive menjalani kehidupan di masa tua, dengan atau tanpa dana pensiun sekalipun.
Ketika anak-anak sudah sukses dari hasil perjuangan orang tua menyiapkan dana pendidikan, maka selanjutnya tugas anak lah untuk membalas kebaikan orang tua.
Bukan berarti orang tua posisinya disini untuk menyusahkan anak atau menjadi beban finansial bagi anak-anaknya.Â
Namun sebagai seorang anak yang tahu diri dan tahu diuntung, pengorbanan dan perjuangan orang tua selama ini harus dibalas oleh anak yang berbakti.
Tiada orang tua yang ingin menyusahkan anak-anaknya apalagi jika dianggap sebagai beban sebagaimana yang disebut-sebut oleh orang luar dengan istilah "sandwich generation".
Bersumber dari laman sikapiuangmu.ojk.go.id, istilah sandwich generation diperkenalkan pertama kali pada tahun 1981 oleh seorang Profesor sekaligus direktur praktikum University Kentucky, Lexington, Amerika Serikat bernama Dorothy A. Miller. Generasi sandwich artinya bahwa orang dewasa yang harus menghidupi 3 generasi yaitu orang tuanya, diri sendiri, dan anaknya.
Istilah ini sebenarnya tidak cocok dikenalkan di Indonesia lantaran berseberangan dengan budaya luhur yakni sikap menghormati orang tua.