Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Akun ini dikelola Akbar Fauzan, S.Pd.I

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Haruskah Anak Menghidupi Orangtua Pensiun Disebut "Sandwich Generation?"

30 Agustus 2022   07:27 Diperbarui: 5 September 2022   19:41 1207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karena fokus utama orang tua menyiapkan dana pendidikan anak, balaslah kebaikan orang tua untuk masa tuanya (Sumber: Jaewwaew Tato via sanook.com)

Memiliki anak adalah sebuah anugerah terindah dan cita-cita utama yang diinginkan oleh pasangan suami istri yang telah menikah.

Ketika telah memiliki anak, para orang tua akan mempersiapkan dan mengupayakan segala hal yang terbaik untuk kepentingan anak.

Termasuk salah satu yang takkan terlewatkan dari perhatian orang tua adalah biaya pendidikan anak.

Bahkan jauh sebelum menikah atau masih lajang pun banyak diantara calon orang tua yang sudah mulai mengambil ancang-ancang terkait "financial planning" untuk biaya pendidikan anak.

Tujuan orang tua bekerja tidak lain dan tidak bukan hanya untuk memenuhi segala kebutuhan dan keperluan hajat hidup dari anak-anaknya.

Akses terhadap pendidikan adalah suatu yang takkan luput walau mungkin banyak dari orang tua yang ketika masih muda tidak mendapatkan kesempatan untuk mengecap bangku sekolah pun pasti tidak akan membiarkan anak-anaknya juga mengalami hal yang demikian.

Untuk itu, para orang tua pasti akan benar-benar berusaha agar bagaimana anak-anaknya bisa bersekolah dan melanjutkan pendidikan hingga ke jenjang yang lebih tinggi.

Sejak orang tua masih dalam masa produktif atau masih bertugas menjalankan tupoksi profesinya maka sejak saat itu dana penghasilan yang diterima akan disisihkan untuk biaya pendidikan anak.

Alokasi dana pendidikan anak ini mengambil porsi yang cukup besar dalam kapasitas penghasilan orang tua.

Para orang tua rela melakukan berbagai hal pekerjaan sampingan di luar "main job" untuk menambah penghasilan agar dana yang sudah dialokasi untuk biaya pendidikan anak tidak mempengaruhi budgeting untuk kebutuhan mendasar lainnya dalam kehidupan rumah tangga.

Orang tua rela banting tulang, berangkat pagi pulang malam, pergi kerja atau dinas keluar kota dan sebagainya demi memperoleh pundi-pundi rupiah yang dapat menunjang segala kebutuhan dan alokasi dana pendidikan anak agar terencana dengan baik.

Lantaran perhatian utama para orang tua menyiapkan dana pendidikan anak, menyebabkan orang tua banyak yang luput dengan dana pensiun yang juga merupakan dana penting yang harus disiapkan sejak awal pula.

Orang tua selalu sisihkan penghasilan untuk pendidikan anak (SHUTTERSTOCK/AIRDONE via Kompas.com)
Orang tua selalu sisihkan penghasilan untuk pendidikan anak (SHUTTERSTOCK/AIRDONE via Kompas.com)
Banyak orang tua yang mengenyampingkan persiapan dana pensiunnya. beberapa alasannya mungkin lantaran bekerja sebagai ASN di instansi pemerintahan atau sebagai karyawan tetap di instansi swasta. sehingga dana untuk pensiun ini sudah tercover dengan baik melalui potongan gaji setiap bulannya.

Apa tujuan orang tua rela berkorban dan berjuang untuk menyiapkan dana pendidikan anak ini? tentu orang tua hanya ingin bercita-cita menyaksikan anaknya menjadi orang sukses di masa depan tanpa menyusahkan orang lain dalam kehidupannya.

Nah, di kala pensiun orang tua akan terus berusaha untuk survive menjalani kehidupan di masa tua, dengan atau tanpa dana pensiun sekalipun.

Ketika anak-anak sudah sukses dari hasil perjuangan orang tua menyiapkan dana pendidikan, maka selanjutnya tugas anak lah untuk membalas kebaikan orang tua.

Bukan berarti orang tua posisinya disini untuk menyusahkan anak atau menjadi beban finansial bagi anak-anaknya. 

Namun sebagai seorang anak yang tahu diri dan tahu diuntung, pengorbanan dan perjuangan orang tua selama ini harus dibalas oleh anak yang berbakti.

Tiada orang tua yang ingin menyusahkan anak-anaknya apalagi jika dianggap sebagai beban sebagaimana yang disebut-sebut oleh orang luar dengan istilah "sandwich generation".

Bersumber dari laman sikapiuangmu.ojk.go.id, istilah sandwich generation diperkenalkan pertama kali pada tahun 1981 oleh seorang Profesor sekaligus direktur praktikum University Kentucky, Lexington, Amerika Serikat bernama Dorothy A. Miller. Generasi sandwich artinya bahwa orang dewasa yang harus menghidupi 3 generasi yaitu orang tuanya, diri sendiri, dan anaknya.

Istilah ini sebenarnya tidak cocok dikenalkan di Indonesia lantaran berseberangan dengan budaya luhur yakni sikap menghormati orang tua.

Jika memang istilah ini dapat diterima oleh para generasi muda, seharusnya mereka juga dapat menerima istilah take and give. 

Bisa saja sandwich generation ini diterapkan dengan semangat take and give yang menyertainya. 

Sehingga tidak ada istilah "beban" karena ada kewajiban anak untuk mengurusi orang tuanya di masa pensiun atau di usia senja tersebut.

Menghidupi orang tua --- yang telah memperjuangkan keberhasilan untuk kita anaknya --- tidak akan membuat pengeluaran menjadi membengkak. 

Jika dibandingkan dengan dana yang diusahakan oleh orang tua dulu untuk menghidupi kita agar menjadi anak yang berhasil, maka tidak akan sebanding dengan dana yang akan kita kucurkan untuk keperluan memenuhi kebutuhan orang tua di masa pensiun.

Banyak orang yang menganggap bahwa beban yang ditanggung oleh anak atau generasi muda cukup berat. 

Apakah alasan orang tua yang lebih mempedulikan dana pendidikan anak dan mengenyampingkan dana pensiun, dicap sebagai bentuk kegagalan finansial orang tua?

Sungguh tak adil sekali. terlalu egois dan tega sekali anak-anak yang sudah menjadi orang berhasil namun sepakat dengan pemikiran seperti itu yang menganggap kegagalan orang tua menyiapkan dana pensiun sebagai sebuah beban.

Semoga saja anak-anak dan generasi muda Indonesia tidak sempit pemikirannya dan menyepakati konsep sandwich generation ini yang memposisikan orang tua di masa pensiun sebagai beban hidup.

Di luar sana banyak anak yang menelantarkan orang tuanya. baik orang tua yang punya pegangan dana pensiun, apalagi bagi orang tua yang tidak ada dana pensiun sama sekali.

Tapi, sekali lagi, bukan orang tua tidak berniat mempersiapkan dana pensiun, tapi dana yang ada sudah habis sebagai dana pendidikan anak.

Memang penting kiranya bagi orang tua untuk memiliki perencanaan finansial yang baik untuk masa tuanya guna menghindari terjadinya generasi sandwich.

Selain menyiapkan dana pendidikan anak hendaklah orang tua juga perlu menyiapkan dana pensiun untuk dinikmati di masa tua.

Langkah yang bisa ditempuh orang tua untuk mempersiapkan dana pensiun, diantaranya dengan cara: memiliki perencanaan yang jelas untuk program pensiun, memiliki rekening tersendiri untuk menampung dana pensiun yang dibatasi transaksi penarikannya, serta harus memiliki asuransi kesehatan lantaran di masa tua rentan akan resiko terserang penyakit.

Ilustrasi pensiun. (SHUTTERSTOCK/Khongtham via Kompas.com)
Ilustrasi pensiun. (SHUTTERSTOCK/Khongtham via Kompas.com)

 Bagi anak yang sudah mandiri dan mapan dari segi finansial, walaupun sudah menikah atau berkeluarga, janganlah menyia-nyiakan orang tua di masa tuanya.

Berbakti lah dengan ikhlas menghidupi orang tua, bahagiakanlah hari tuanya.

Karena orang tua sudah mengorbankan segalanya demi kesuksesan yang telah kita raih saat ini.

 

*****

Salam berbagi dan menginspirasi.

[Akbar Pitopang]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun