Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Dikelola oleh Akbar Fauzan, S.Pd.I, Guru Milenial Lulusan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta | Mengulik Sisi Lain Dunia Pendidikan Indonesia | Ketua Bank Sampah Sekolah, Teknisi Asesmen Nasional ANBK, Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri Diterbitkan Bentang Pustaka

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Belajar dari Kasus Suap Rektor Unila, Jalur Mandiri Rawan Korupsi Perlu Evaluasi

25 Agustus 2022   03:26 Diperbarui: 29 Agustus 2022   09:56 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seleksi penerimaan melalui jalur mandiri rawan terjadi korupsi (via KOMPAS.com)

Ada yang menarik pada Topik Pilihan yang diangkat Kompasiana kali ini terkait penerimaan suap yang diterima rektor Universitas Lampung yang terjaring OTT dari KPK terkait proses penerimaan calon mahasiswa baru jalur mandiri.

Jumlah yang sangat fantastis dimana hampir 5 miliar dana dirangkum dalam proses penerimaan calon mahasiswa jalur mandiri di Unila tersebut.

Diinformasikan oleh KPK bahwa sejak tahun 2006 hingga  Agustus 2016 ada 37 kasus korupsi di lingkungan kampus semacam ini.

Menurut penulis itu bukanlah angka yang sesungguhnya dimana jika KPK dapat mengerahkan kemampuan dan kelihaiannya dalam meneliti kasus korupsi maka jumlahnya akan membengkak lantaran jumlah kampus di Indonesia ini yang mencapai ratusan.

Hal ini mengingatkan penulis kepada memori pada beberapa tahun silam. Tepatnya di tahun 2013 yang lalu, kami sempat menemani kerabat yang hendak mencoba peruntungan untuk dapat diterima di kampus dengan jurusan impian melalui jalur mandiri.

Sebenarnya dalam proses penerimaan calon mahasiswa baru ini pihak kampus bisa melakukannya melalui berbagai cara dan metode.

Ada mahasiswa yang diterima lewat jalur SNMPTN yang didalamnya termasuk jalur undangan (PMDK) melalui penelusuran nilai rapot pada sekolah menengah, SBMPTN berdasarkan hasil ujian tulis secara serentak, bidik misi, beasiswa prestasi, hingga jalur mandiri yang ditetapkan oleh masing-masing PTN.

Sedangkan untuk jalur mandiri ini calon mahasiswa tetap akan menjalani serangkaian tes --- yang ditentukan oleh pihak kampus --- namun dibarengi dengan pihak mahasiswa yang akan menyiapkan uang tambahan melebihi UKT yang ditentukan kampus agar dapat "memuluskan" langkahnya agar diterima sebagai calon mahasiswa baru di kampus tersebut. 

Sebagaimana yang tadi sempat kami singgung bahwa kami pernah menemani kerabat untuk mendaftar di beberapa kampus pilihan melalui jalur mandiri.

Jadi, pada waktu itu penulis masih berstatus sebagai seorang mahasiswa dan menjalani masa kuliah pada semester keenam.

Karena ada kerabat --- bukan kerabat kandung melainkan berasal dari kampung yang sama --- yang mengetahui penulis berkuliah di daerah yang sama dengan kampus yang akan ia tuju, akhirnya ia meminta bantuan penulis untuk menemaninya selama mengikuti proses seleksi penerimaan masuk universitas tersebut.

Ibaratnya penulis menjadi "guide" atau penunjuk jalan agar ia dan keluarganya tidak tersesat.

Penulis yang kala itu sudah cukup menguasai rute perjalanan menuju beberapa tempat dan sudut lokasi yang akan dituju menerima tawaran tersebut untuk membantu menemaninya menuju lokasi kampus tujuan.

Hanya sekedar informasi saja tanpa bermaksud lain, kerabat ini hendak melamar sebagai calon mahasiswa baru jurusan kedokteran.

Ya, kebetulan orang tuanya memiliki kesanggupan dan kemampuan finansial yang memadai sehingga ia dapat memilih jurusan yang terbilang sebagai salah satu jurusan eksklusif di kampus Indonesia karena terkenal akan biaya kuliahnya yang sangat mahal.

Sedangkan kala itu pula kerabat ini ditemani langsung oleh keluarganya agar proses ia mengikuti seleksi masuk universitas jalur mandiri ini dapat dikawal langsung oleh orang tuanya.

Dalam proses masuk universitas jalur mandiri ini penulis sempat menangkap sinyal informasi mengenai biaya yang akan disiapkan oleh pihak mahasiswa demi adanya peluang diterima di jurusan dan di kampus tersebut.

Dari UKT yang ditentukan kampus, orang tuanya sudah berinisiatif akan menggelontorkan dana sebesar Rp 70 juta agar bisa diterima di kampus tersebut.

Walaupun dikala itu penulis juga sempat mendengar orang tuanya mengatakan bahwa potensi anaknya bisa diterima di kampus tersebut masih misteri lantaran ada indikasi bahwa orang tua calon mahasiswa lain juga akan menggelontorkan uang namun dengan jumlah yang lebih besar. 

Bagaikan sebuah acara lelang, siapa yang mampu mematok harga yang tinggi maka ialah yang akan menjadi pemenangnya. semakin besar dana yang digelontorkan maka akan semakin besar peluang untuk diluluskan memilih jurusan impian di kampus tersebut.

Dengan cara seperti itu tentu sudah ada indikasi praktek yang negatif yang akan mengarah kepada tindakan tak terpuji seperti korupsi.

Orang tua yang mampu dari segi finansial tentu tak akan mempermasalahkan besaran dana yang akan dikeluarkan asalkan anaknya bisa lulus.

Nah, kesempatan seperti itulah yang oleh sebagian oknum kampus seperti rektor dan jajarannya menjadikannya sebagai peluang mengumpulkan pundi-pundi rupiah yang sangat menjanjikan.

Maka jangan heran jika dana yang terkumpul bisa menjadi Rp 5 miliar dari praktek kotor dalam proses penerimaan calon mahasiswa baru.

Penulis sendiri yang diterima sebagai mahasiswa jalur undangan di salah satu universitas negeri dengan biaya kuliah yang kala itu memperoleh subsidi dari pemerintah merasa sangat "speechless" ketika mengetahui praktek semacam itu dalam proses penerimaan mahasiswa baru. Karena sebelumnya memang tidak mengetahui "permainan uang" semacam itu pada jalur mandiri.

Sebagai seorang mahasiswa yang kala itu mungkin masih "polos" merasa tidak menyangka saja jika ingin diterima di kampus dengan jurusan impian yang dituju, mau tidak mau harus mengeluarkan sejumlah uang yang tergolong sangat besar tersebut.

Namun, pada akhirnya kerabat tadi tidak jadi kuliah di jurusan yang tadi sempat diincar melalui jalur mandiri karena merasa ada indikasi permainan uang dalam proses penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri ini.

Penerimaan mahasiswa jalur mandiri perlu desakan untuk dievaluasi

Kini, sebagai seseorang yang menjalani tupoksi dalam bidang pendidikan, menilai praktek semacam ini harus segera ditinggalkan. 

Praktek permainan semacam itu tentu bisa menciptakan iklim dunia pendidikan terasa cacat dan menjadi jelek dalam pandangan sebagian masyarakat di luar sana.

Proses penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri yang harus menggelontorkan dana seperti yang dijelaskan tadi mungkin sah-sah saja jika dana yang disetorkan mahasiswa akan dimanfaatkan untuk keperluan atau kebutuhan pihak kampus secara jelas dan terukur yang telah mendapat persetujuan dari pusat atau Kemdikbudristek.

Dengan tetap mengutamakan proses awal penerimaan calon mahasiswa melalui seleksi akademik, psikologis, dan segala rangkaian tes masuk lainnya dengan cara yang jujur dan bertanggung jawab.

Hanya saja mungkin bagi sebagian oknum kampus, mereka lebih silau dengan nominal rupiah yang sangat menjanjikan tersebut yang pada akhirnya terjerumus ke dalam kategori korupsi menurut pemeriksaan pihak KPK.

Mengetahui fakta bahwa praktik tidak terpuji ini telah menjadi sebuah "budaya" dalam lingkungan kampus, maka kami merekomendasikan kepada Kemdikbudristek untuk mengevaluasi tata cara penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri ini.

Mengevaluasi bukan berarti harus proses penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri ini harus dihapus. 

Penerimaan calon mahasiswa jalur mandiri ini bisa dikatakan sebagai sebuah "previlege" bagi kalangan yang mampu dari segi finansial namun juga memiliki kemampuan otak yang bisa diandalkan.

Proses penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri ini sebagai upaya memberikan kesempatan kepada orang tua yang mampu agar anaknya tetap dapat melanjutkan studi di jurusan yang eksklusif yang oleh sebagian kalangan masyarakat lainnya menjadi sebuah jurusan yang tidak dapat dijangkau dari segi biaya, kecuali ia diterima melalui jalur beasiswa.

Hal yang perlu diperbaiki dari proses penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri ini adalah transparansi keuangan dan alokasi dana yang jelas oleh pihak kampus.

Semoga kedepannya tidak ada lagi oknum kampus yang bermain dalam siklus permainan uang semacam ini yang pada akhirnya jika ketahuan tentu bukan oknum yang bersangkutan saja yang akan menanggung malu namun juga seluruh civitas akademika. 

Nama baik kampus tersebut akan tercoreng dan terpaksa juga harus menanggung malu. 

Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar-Kampus Merdeka kali ini bisa dijadikan momentum guna memperbaiki permasalahan yang ada sehingga dapat kembali pada tujuan awal yakni melayani masyarakat dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, bukan "mencederai" kehidupan bangsa.

*****

Salam berbagi dan menginspirasi.

[Akbar Pitopang]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun