Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Akun ini dikelola Akbar Fauzan, S.Pd.I

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Siswa Belajar Bela Diri tapi Memukul Teman Perempuan, Bagaimana Menanganinya?

9 Agustus 2022   06:27 Diperbarui: 10 Agustus 2022   05:05 1639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi siswa mengikuti ekstrakurikuler bela diri (KOMPAS.com/ALBERTUS ADIT)

Pola perilaku anak-anak atau siswa masa kini sangat beragam. Gaya pergaulan yang dialami anak saat ini seringkali mempengaruhi bagaimana cara anak bersikap dan menentukan sebuah respon terhadap suasana hati yang dialaminya.

Banyak hal yang terjadi saat ini yang bisa memengaruhi regulasi emosi pada anak-anak. Terkadang pengaruh dari orang tua di rumah bisa juga memengaruhi level emosional anak. 

Selain itu pengamatan dan pengalaman yang mereka dapatkan selama di lingkungan rumah dan atau di lingkungan masyarakat pun juga akan memengaruhi regulasi emosi anak. 

Sehingga ketika anak berada di lingkungan sekolah dan akan berinteraksi dengan teman-temannya dengan berbagai latar belakang watak dan kepribadian. 

Dari interaksi yang dilakukan anak di sekolah bisa saja diselingi oleh hal-hal yang bisa mengobok-obok perasaan sehingga mereka bisa saja menjadi emosional.

Kita akan sering menemukan anak-anak yang menjadi korban bully atau olok-olokan dari teman-temannya. 

Bisa jadi karena anak tersebut yang bersikap lemah di hadapan teman-temannya sehingga kondisi tersebut dimanfaatkan oleh teman yang merasa hebat untuk melancarkan aksinya kepada temannya yang dianggap lemah tersebut.

Suatu ketika ada siswa yang bisa dibilang agak pendiam yang mengaku menjadi korban olok-olokan dari temannya. Padahal siswa tersebut memiliki kekuatan untuk melawan lantaran ia merupakan siswa yang mengikuti ekstrakurikuler beladiri yang diadakan di sekolah. 

Sebuah kasus terindikasi kekerasan melibatkan tiga orang siswa di mana 2 siswa laki-laki dan 1 siswi perempuan. Tapi ada yang menjadi perhatian guru dan pihak sekolah adalah seorang siswa yang memiliki tubuh yang yang lebih besar dibandingkan dengan temannya yang mengikuti ekstrakurikuler beladiri. 

Lalu, entah apa masalahnya hingga pada akhirnya siswa tersebut berani untuk memukul temannya yang laki-laki tadi dan juga teman perempuannya.

Kejadian ini berlangsung di kelas pada saat mereka mengikuti bimbingan yang diberikan oleh salah seorang wali kelas. Guru tersebut menyaksikan langsung insiden tersebut dengan mata kepalanya sendiri. 

Kejadian itu tentu membuat guru tersebut syok karena tidak sepantasnya hal tersebut terjadi. Karena merasa hal tersebut tidak layak untuk terjadi di lingkungan sekolah yang pelakunya merupakan para siswa sendiri. 

Maka guru tersebut langsung menegur dan menasihati siswa yang tadi memukul temannya yang perempuan.

Ternyata respon yang diterima guru dari siswa tersebut sungguh mencengangkan. Lantaran siswa tersebut terkesan membangkang dan tidak terima dengan apa yang disampaikan oleh guru. Bahkan siswa tersebut mengutarakan niatnya untuk menghajar temannya itu habis-habisan setelah pulang sekolah. 

Kemudian ketiga siswa tersebut dipanggil ke ruang Kepala Sekolah untuk diinterogasi demi mengetahui seperti apa inti permasalahannya.

Sebenarnya kedua orang temannya tadi hanya sekedar bercanda. Dan candaannya masih cukup wajar dan masuk akal. Sebenarnya tidak mengarah kepada bully tapi memang ada sedikit unsur olok-olokan. 

Sepertinya apa yang dilakukan oleh kedua temannya masih dalam batas kewajaran. Maklum saja jika anak-anak seringkali berinteraksi dengan temannya dibarengi dengan hal-hal yang bersifat candaan. 

Hanya saja respon dari temannya yang menjadi pelaku pemukulan ini kurang bersahabat dan menjadi lebih emosional. Siswa tersebut menjadi serius menanggapinya lalu kemudian melakukan kekerasan secara fisik kepada teman yang perempuan. 

Ilustrasi (via freepik.es)
Ilustrasi (via freepik.es)

Lalu, bagaimana penanganan yang dilakukan oleh guru dan pihak sekolah?

Kasus seperti ini merupakan salah satu contoh kasus yang dialami siswa dianggap cukup serius sehingga harus segera dicarikan solusinya. 

Kasus seperti ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut karena memiliki dampak psikologis bagi siswa yang terlibat baik bagi pelaku maupun bagi korbannya.

Bagi siswa yang melakukan tindakan pemukulan kepada teman perempuan maupun kepada teman laki-laki yang badannya lebih kecil, apabila perbuatan yang telah ia lakukan itu dianggap hal yang biasa saja maka siswa tersebut akan merasa bahwa perbuatan yang telah dilakukan merupakan perbuatan yang wajar. 

Hingga ia akan merasa penting baginya untuk melampiaskan hasrat dan rasa sakit hatinya dengan cara kekerasan. 

Sedangkan bagi temannya yang mengalami tindakan pemukulan, misalkan bagi temannya yang perempuan akan merasa kehilangan kepercayaan kepada laki-laki yang sejatinya merupakan makhluk yang diciptakan Tuhan untuk melindungi kaum perempuan. 

Oleh sebab itu maka sebenarnya memang tidak pantas jika seorang perempuan harus mendapatkan perlakuan kasar dari temannya yang laki-laki.

Sebagai tindak lanjut, pihak sekolah sudah memanggil ketiga orang tua dari ketiga siswa yang terlibat tadi. Pihak sekolah telah menyampaikan kronologis kejadiannya seperti apa kepada masing-masing orang tua siswa tersebut. 

Kemudian ada beberapa hal yang perlu ditekankan kepada siswa diantaranya adalah sebagai berikut.

1. Bercanda tidak boleh melampaui batas

Siswa yang ingin bercanda dengan temannya harus mengerti kondisi yang sedang dialami oleh temannya. Karena belum tentu teman kita sedang dalam keadaan enjoy. Terkadang teman yang ingin diajak bercanda malah sedang ada masalah atau beban pikiran. 

Candaan yang ia terima mungkin terasa agak kasar hingga akhirnya ia akan membalas maka terjadilah perkelahian atau sebuah bentuk kekerasan yang tidak diinginkan. 

Oleh karena itu ditekankan kepada seluruh siswa bahwa bercanda itu ada batasnya. Bercanda boleh saja tetapi tidak dibarengi dengan tindakan kekerasan baik verbal maupun non-verbal.

2. Siswa laki-laki tidak memukul temannya terutama yang perempuan.

Pihak sekolah telah menegaskan kepada siswa tersebut bahwa perbuatan itu tidak boleh terulang kembali. Seorang anak laki-laki tugasnya adalah menjaga teman perempuannya dan melindunginya dari tindakan kekerasan. 

Begitulah kodrat laki-laki adalah melindungi kaum perempuan. 

Oleh sebab itu kekerasan kepada teman perempuan harus segera ditinggalkan dan tidak boleh diulangi lagi di kemudian hari.

3. Kepada siswi yang tadi mengalami pemukulan juga ditekankan kepadanya bahwa posisi lelaki memang untuk melindungi kaum perempuan. 

Seorang laki-laki juga memiliki batas kesabaran. Oleh karena itu, kaum perempuan juga tidak boleh asal bercanda dan mengolok-olok temannya yang laki-laki. 

Karena jika bercandanya telah melampaui batas dan mengarah kepada bully dan olok-olokan tentu temannya yang laki-laki tersebut juga dapat melampiaskan kekesalannya dengan cara yang tidak pantas berupa tindakan kekerasan seperti yang telah terjadi. 

Rasa kepercayaan kepada kaum laki-laki harus tetap dibangun dengan baik karena di masa depan, kaum perempuan akan hidup berdampingan dengan kaum laki-laki yang akan selalu siap sedia untuk menjaga dan melindungi.

Apakah ada sanksi yang bisa dijatuhkan kepada siswa yang melakukan tindakan pemukulan?

Bagaimanapun segala bentuk kesalahan di dunia ini pasti akan mendapatkan konsekuensinya. Termasuk perbuatan atau tindakan pemukulan yang dilakukan oleh siswa kepada teman perempuannya ini juga akan mendapatkan perhatian yang sangat besar dan perlu mendapatkan sanksi yang tegas agar siswa tersebut tidak mengulangi perbuatannya di kemudian hari.

Siswa itu harus benar-benar menyesali perbuatan yang telah ia lakukan tersebut.

Solusi seperti apa yang bisa diberikan kepadanya?

1. Sementara waktu tidak usah ikut ekstrakurikuler beladiri. 

Setelah dikoordinasikan dengan pelatihnya bahwa siswa tersebut untuk sementara waktu tidak dapat mengikuti kegiatan ekstrakurikuler beladiri. 

Walaupun siswa tersebut selama ini cukup berprestasi dengan memenangkan berbagai kejuaraan beladiri sebagai perwakilan sekolah. 

Namun, bagaimanapun seluruh siswa harus diberikan perlakuan yang adil dan berperikemanusiaan. Sehingga siswa tersebut walaupun berprestasi tetap harus diberikan sanksi akibat perbuatan yang telah dilakukannya. 

Sanksi ini hanya sementara waktu sampai siswa tersebut sudah benar-benar menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulanginya di kemudian hari.

2. Siswa pelaku pemukulan perlu didekatkan kepada ajaran agama. 

Dari informasi yang disampaikan oleh Guru Agama bahwa siswa tersebut biasanya di kelas memang lebih terkontrol sikapnya namun dari segi kemampuan di bidang agama masih kurang atau masih rendah dibandingkan teman-temannya yang lain. 

Bahkan ia masih belum bisa mengaji Al-Qur’an dengan usianya saat ini seharusnya ia sudah mahir mengaji. 

Mungkin selama ini dia lebih fokus untuk mengejar prestasi di bidang beladiri sehingga menyampingkan pentingnya belajar agama

Akibatnya siswa tersebut cacat di bidang akhlak dan kepribadian. Oleh karena itu, kesempatan yang ada ini dapat dimanfaatkan oleh siswa untuk lebih mendekatkan diri kepada ajaran agama.

Tujuannya membentuk sikap dan kepribadian dengan akhlak mulia

Dengan mendekatkan diri kepada ajaran agama, dapat pula menjadi benteng bagi dirinya agar tidak melakukan hal-hal yang dapat menjatuhkan martabat dan harga dirinya.

3. Perlunya dukungan orang tua agar siswa meraih Profil Pelajar Pancasila.

Kurikulum Merdeka yang telah digulirkan saat ini memiliki cita-cita untuk membentuk para siswa menjadi pelajar dengan profil Pancasila. 

Untuk mencapai hal tersebut maka orang tua perlu mendukung guru dan pihak sekolah agar apa yang dicita-citakan dapat tercapai dengan baik. 

Ketika anak berhasil dibentuk menjadi seorang pelajar profil Pancasila maka tentunya akan memiliki karakter yang yang baik seperti yang terdapat pada sila ke-3 yakni “Persatuan Indonesia”. 

Dengan kemampuan beladiri yang ia peroleh selama ini seharusnya kemampuan tersebut digunakan untuk hal yang baik demi menciptakan suasana yang kondusif di manapun siswa tersebut berada. 

Mendekatkan siswa kepada ajaran agama agar membentuk akhlak mulia (via Kompas.id)
Mendekatkan siswa kepada ajaran agama agar membentuk akhlak mulia (via Kompas.id)

Itulah beberapa hal yang bisa dilakukan ketika ada kasus siswa memiliki kemampuan beladiri tapi tidak dimanfaatkan untuk hal yang baik atau dalam artian digunakan untuk pelampiasan emosi kepada temannya.

Kegiatan ekstrakurikuler yang ada di sekolah semestinya dapat menjadi tolok ukur pembentukan karakter yang positif bagi siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler tersebut.

Para siswa di Indonesia kedepannya terus berjuang menjadi siswa dengan akhlak yang mulia dan dapat mengontrol emosi serta perilakunya.

Agar menjadi generasi impian di masa depan.

*****

Salam berbagi dan menginspirasi.

[Akbar Pitopang]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun