Dugaan kami sementara lantaran kondisi tersebut dipengaruhi oleh hasil interaksi dengan teman-temannya yang benar-benar dalam kondisi ABK dari segi kondisi fisik maupun kondisi mental atau psikis.
SLB sebagai tempat keponakan kami bersekolah menjadi salah satu SLB yang menjadi tujuan para orang tua ABK untuk menyekolahkan anaknya. Jumlah muridnya pun cukup banyak serta fasilitasnya pun cukup baik. Termasuk adanya layanan bus antar jemput bagi para siswa ABK.
Tapi tetap saja kami menilai hasilnya kurang maksimal dalam hal peningkatan kemampuan kognisinya.Â
Apakah disebabkan selisih antara jumlah guru dan ABK yang tidak sebanding sehingga "treatment" atau penanganan secara profesional kepada setiap siswa ABK menjadi kurang maksimal. Atau mungkinkah pengaruhnya datang dari segi interaksi dengan siswa ABK lainnya? Entahlah, kami tidak belum mampu menyimpulkan secara gamblang.
Kini keponakan kami sudah besar dan tumbuh layaknya anak-anak dalam kondisi normal lainnya. Bahkan keponakan kami dapat menjalin pertemanan dan berinteraksi dengan baik bersama teman-temannya.Â
Syukurlah temannya tidak ada satupun yang melakukan bullying terhadap kondisinya. Mungkin karena sudah memaklumi kondisi yang dialami oleh keponakan kami.Â
Lagian keponakan kami dari segi sikap dan karakter juga cukup baik bahwa ia tidak pernah mengganggu temannya atau tidak pernah mencari masalah.Â
Selain itu, ia juga mampu membawa motor dengan seorang sendiri.Â
Bagaimana dengan kondisi psikisnya?
Kami melihat kondisi sesungguhnya juga sudah sangat positif karena dia bisa dibina untuk dekat dengan ajaran agama dengan selalu beribadah.Â
Ia pun ternyata juga sudah mengenal lawan jenis. Hal itu terbukti ketika penulis pura-pura meminjam handphone-nya dan kami coba periksa pesan chat yang dikirimkannya kepada teman perempuannya.Â