Jawabannya bisa saja terjadi baik secara sengaja maupun tanpa disengaja yang mana sama sekali tak terduga oleh guru maupun pihak sekolah pada saat proses penerimaan peserta didik baru atau PPDB.Â
Sebagaimana pada artikel liputan khusus PPDB kemarin bahwa penulis pernah menyinggung terkait ada saja orangtua yang anaknya berkebutuhan khusus tetapi malah dicoba untuk didaftarkan di sekolah reguler.Â
Jika pada saat proses PPDB, siswa berkebutuhan khusus tersebut dapat langsung terdeteksi maka calon murid baru tersebut dapat langsung diarahkan untuk didaftarkan ke sekolah khusus.Â
Untuk itulah pentingnya aturan tentang penerimaan peserta didik baru di sekolah reguler yang mengharuskan orangtua dan anaknya hadir di sekolah pada proses PPDB. Karena dengan begitu sekolah bisa benar-benar memastikan bahwa siswa yang akan diterima jelas kondisinya apakah berkebutuhan khusus atau tidak.Â
Namun terkadang hal ini bisa saja tak terdeteksi pada masa awal proses PPDB dan pada masa awal dimulainya pembelajaran pada Tahun Pelajaran Baru. Karena sebenarnya kategori anak atau siswa berkebutuhan khusus ini cukup luas tidak hanya sekedar terlihat perbedaannya pada kondisi fisik semata.Â
Siswa yang mengalami kondisi keterlambatan berbicara dan berkomunikasi serta dengan kemampuan kognisi yang lambat sehingga susah untuk menerima pelajaran atau disebut juga dengan slow learner juga dapat dikategorikan sebagai siswa berkebutuhan khusus.Â
Kembali kepada topik utama yang sedang kita bahas kali ini bahwa ternyata di sekolah kami pernah mendapati siswa yang ternyata memiliki kebutuhan khusus atau ABK.Â
Padahal sekolah kami bukanlah sekolah yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai sekolah inklusif.Â
Sekolah inklusif adalah sekolah reguler yang secara khusus ditetapkan oleh pemerintah menjadi sekolah yang dapat menerima siswa berkebutuhan khusus dan siswa biasa.Â
Sekolah inklusif juga tersedia guru, fasilitas serta kurikulum dengan sistem pembelajaran, pengajaran, kurikulum, sarana dan prasarana, serta sistem penilaian yang mampu mengakomodasi kebutuhan anak berkebutuhan khusus, sehingga mereka dapat beradaptasi dan menerima pendidikan sebaik mungkin.
Lalu, bagaimana bisa siswa berkebutuhan khusus nyasar ke sekolah reguler yang bukan sekolah inklusif?