Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Dikelola oleh Akbar Fauzan, S.Pd.I, Guru Milenial Lulusan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta | Mengulik Sisi Lain Dunia Pendidikan Indonesia | Ketua Bank Sampah Sekolah, Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri Diterbitkan Bentang Pustaka

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Bagaimana "Long Distance Parenting" Mengubah Mindset Orangtua Mendidik Anak?

27 Juli 2022   05:08 Diperbarui: 3 Agustus 2022   08:45 1276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah sebelumnya kami membahas tentang latar belakang yang menyebabkan kami memilih pola pengasuhan jarak jauh alias long distance parenting. Kemudian kami mengulas beberapa dampak dan manfaat penerapan pola asuh ini terhadap perubahan karakter dan pengembangan kognisi anak.

Selanjutnya, pada kesempatan kali ini kami akan menyelisik tentang apa saja efek dari penerapan long distance parenting ini terhadap mindset atau pandangan orang tua dalam mengasuh serta mendidik anak.

Sekali lagi, pilihan orang tua untuk menerapkan long distance parenting wajar saja diambil sebagai salah satu pola asuh yang bisa diterapkan kepada anak.

Long distance parenting ini dapat dilakukan dengan menitipkan anak sementara waktu kepada keluarga di kampung.

Karena memilih untuk menitipkan anak kepada keluarga di kampung, bukan berarti orang tuanya dicap sebagai orang tua yang tidak sayang atau tidak peduli terhadap kemajuan fase tumbuh kembang anaknya.

Jika anda berpandangan seperti itu, maka anda sudah keliru dalam menilai dan menjatuhkan vonis terkait peran pengasuhan oleh orang tua.

Hal yang pertama sekali perlu kita pahami adalah bahwa orang tua yang memilih pola pengasuhan jarak ini karena dipaksa oleh keadaan. 

Alasan logisnya adalah karena faktor pekerjaan. dimana kedua orang tua harus bekerja. Sedangkan orang tua belum bisa menitipkan anaknya ataupun belum siap untuk membawa anak ikut ke tempat kerja misalnya.

Sehingga tentu mau tak mau untuk sementara opsi menitipkan anak di kampung bisa ditempuh oleh orang tua sebagai sebuah satu-satunya pilihan yang masuk akal.

Kedua, walau pola pengasuhan ini dilakukan secara jarak jauh, bukan berarti orang tua menyerahkan peran parenting ini semata-mata kepada pengasuh atau keluarga di kampung.

Memang keberadaan keluarga pengasuh di kampung sangat membantu dalam upaya mengasuh anak. Tapi fungsinya adalah sebagai kolaborator bagi orang tua untuk memastikan upaya parenting yang dilakukan selama ini berhasil menuju level yang lebih baik lagi.

Orang tua selama ini sudah mendidik dan mengajari anak beberapa hal, maka peran pengasuh sementara di kampung sebagai penyempurna didikan yang telah dilakukan selama ini.

Karena sebagaimana yang sama-sama kita tahu bahwa anak biasanya akan lebih manja, banyak ulah, dan rewel ketika bersama orang tuanya.

Tapi, jika anak sedang bersama paman atau bibinya, atau sedang dengan anggota keluarga kita yang lainnya, anak malah lebih gampang untuk diatur sehingga memudahkan untuk menjalankan fungsi parenting.

Walau begitu, orang tua akan selalu mengawasi dan memantau tumbuh kembang kembang dari jauh. 

Meskipun dilakukan dengan cara virtual misalnya lewat video call, kami rasa itu tak menyurutkan niat mulia orang tua untuk terus menjalankan perannya sebagai orang tua yang berupaya mempertegas posisinya sebagai pihak utama dalam upaya parenting.

Untuk dapat menjadi seorang ayah yang baik, penulis berbagi peran dengan istri dalam mengasuh anak. 

Alasan penulis meridhoi istri untuk bekerja karena perannya di tempat kerja tidak hanya semata-mata untuk bekerja membanting tulang. Namun, karena niat pengabdian melayani pasien di rumah sakit.

Keadaan inilah yang membuat penulis ikut mengambil peran aktif dalam mengasuh anak. 

Jadi, apa yang dirasakan oleh para bunda selama ini dalam mengasuh anak, juga sudah penulis alami secara langsung dan sangat nyata sekali.

Semua suka dan duka dalam proses mengasuh dan mendidik anak sudah penulis jalani. Ibarat kata, hanya melahirkan dan meng-ASI-hi bayi saja yang tidak bisa penulis perankan. Selebihnya, tak usah diragukan lagi.

Jadwal masuk kerja istri di rumah sakit dibagi ke dalam sistem shift sehingga ketika istri bekerja penulis lah yang akan benar-benar menggantikan peran istri untuk mengurusi anak dengan segala tetek-bengek yang sangat kompleks.

Penulis sudah melakukan berbagai hal dalam pengasuhan anak, misalnya saja mulai dari memandikan, memberi makan, menidurkan, mengganti pakaian, membersihkan kotorannya, dan lain sebagainya.

Mengasuh anak adalah sebuah tugas mulia. Tidak hanya diserahkan seutuhnya kepada istri, namun juga para suami harus ikut pula mengambil porsinya sendiri dalam pengasuhan anak.

Long distance parenting menyebabkan orang tua memperbaiki pola asuh menjadi semakin berkualitas (Foto: Shutterstock)
Long distance parenting menyebabkan orang tua memperbaiki pola asuh menjadi semakin berkualitas (Foto: Shutterstock)

1. Orang tua belajar self control untuk lebih sabar

Dalam menjalankan tugas mulia ini, terkadang kita sebagai orang tua memang seringkali dihadapkan pada situasi yang mengobok-obok sisi emosional dan level kesabaran.

Tidak ada orang tua yang sempurna di dunia ini. sehingga secara tidak sengaja orang tua memarahi anak karena sudah tidak mampu mengendalikan suasana serta emosinya.

Bagi pasangan muda atau pasangan yang baru pertama kali menjalani peran sebagai orang tua, pada saat mengasuh anak, adakalanya orang tua gagal dalam upaya kontrol diri hingga akhirnya terjadilah luapan emosi kepada anak.

Self control ini bukanlah suatu hal yang mudah untuk dilakukan. namun yang bisa orang tua lakukan adalah terus belajar mengontrol diri dan menanggulangi emosi.

Para orang tua pasti akan merasa sangat bersalah ketika secara tidak sengaja memarahi anak. Walaupun bentuknya hanya sepele dan dianggap tidak ada dampaknya terhadap regulasi emosi pada anak, tapi tetap saja orang tua merasa sangat bersalah dan merasa gagal sebagai orang tua yang tidak mampu menjaga regulasi emosinya sendiri.

Maka, momen long distance parenting ini dapat dijadikan untuk introspeksi diri agar kedepannya lebih mampu untuk melakukan self control.

Semua orang tua pasti sayang anaknya, tapi tak semua orang tua mampu mengendalikan diri dan emosinya untuk terus sabar. 

Yuk, orang tua belajar lagi untuk bisa sabar. Orang tua pasti bisa. 

2. Meningkatkan rasa sayang dan kepeduliaan kepada anak

Ketika orang tua berhadapan dengan pilihan untuk menerapkan pola pengasuhan jarak jauh ini pasti akan merasa sangat emosional dan dilematis sekali.

Sebenarnya pilihan pola asuh long distance parenting ini tidaklah mudah untuk dilalui oleh orang tua. 

Sungguh tidak ada orang tua di dunia ini yang sanggup untuk hidup berjauhan dengan buah hati yang sangat mereka sayangi. Jika tak ada alasan logis seperti misalnya untuk tujuan kuliah atau menuntut ilmu, maka pasti semua orang tua mengharapkan untuk selalu bisa menjalani hidup bersama-sama dengan anak.

Maka bagi orang tua yang menerapkan long distance parenting termasuk orang tua yang sangat luar biasa karena telah berkorban perasaan dan rela untuk sementara waktu hidup saling berjauhan dengan anak.

Pada situasi tertentu, orang tua akan merasa rindu dengan anaknya. Dari perasaan rindu tersebut akan menimbulkan rasa sayang dan kepeduliaan kepada anak melebihi rasa sayang yang pernah dicurahkan selama ini.

3. Lebih aware terhadap proses tumbuh kembang anak

Begitu pun tidak ada orang tua yang rela melewatkan proses tumbuh kembang anaknya. Setiap kemajuan yang terjadi dalam bentuk sekecil apapun, semua itu sungguh sangat berarti.

Misalkan mulai dari anak baru pandai berdiri, lalu mulai berjalan langkah demi langkah, hingga anak bisa lancar berjalan bahkan sampai bisa berlari. Semua proses tumbuh kembang semacam itu selalu dinantikan perkembangannya oleh para orang tua.

Sebagai contoh, sebelumnya anak ketika menginginkan segala sesuatu selalu ditunjukkan dengan perasaan yang tidak sabar atau sangat rewel.

Ketika dilakukan long distance parenting, orang tua pasti akan selalu memantau bagaimana tingkat perkembangan cara anak meminta sesuatu hal yang diinginkan anak.

Apakah masih tidak sabar dan rewel, atau apakah sudah mulai kalem dan bisa mengenal arti dari kata sabar.

Semua itu pasti akan terus dipantau perkembangannya oleh orang tua dalam pengasuhan jarak jauh.

Prinsip dari long distance parenting ini sejatinya harus dilakukan oleh orang tua dengan sistem pengawasan terkontrol. 

Orang tua harus meraih hasil positif dalam proses penerapan long distance parenting ini.

4. Merancang quality time untuk masa yang akan datang

Selama menjalani long distance parenting, orang tua dan anak jelas saling berjauhan yang dipisahkan oleh jarak.

Pada masa menjalani long distance parenting, orang tua hanya bisa mereview foto dan video kebersamaan bersama anak yang pernah dilakukan selama ini.

Para orang tua di posisi tersebut pasti mendambakan quality time yang penuh arti dan bermakna ketika sedang bersama anak.

Harapan orang tua setelah proses long distance parenting ini telah selesai dilakukan maka orang tua akan membangun quality time bersama anak dengan lebih berkualitas dari sebelumnya.

***

Demikianlah efek positif yang akan diraih oleh orang tua yang menerapkan pola pengasuhan jarak jauh alias long distance parenting.

Long distance parenting membawa manfaat bagi orang tua terutama dalam perubahan mindset terkait pola asuh yang lebih bermakna dan berkualitas di masa yang akan datang.

*****

Salam berbagi dan menginspirasi.

[Akbar Pitopang]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun