Gunanya agar mahasiswa tersebut dapat berkembang dan pola pikirannya terbuka akan perbedaan dan toleransi dari upaya saling mengenal satu sama lain.
Penulis merasakan betul betapa besarnya manfaat bergaul dengan rekan-rekan yang berasal dari wilayah Jogja sendiri. Mereka mahasiswa yang baik dan sangat welcome terhadap para pendatang seperti kami.
Tak jarang kami para perantau sering diajak ke rumahnya ketika sedang musim durian dan salak pondoh. Itu contoh sederhananya saja bukti kebaikan dan manfaat yang akan diperoleh oleh mahasiswa rantau.
Dulu, penulis pernah memutuskan tidak pulang kampung ketika Hari Raya Idul Fitri.Â
Tanpa kami minta, rekan kami yang asli Jogja yang beralamat di Cangkringan malah menawari penulis untuk merayakan lebaran bersama keluarganya.Â
Betapa syahdu momen berharga seperti itu. Yakinlah, itu adalah keberkahan karena menjalin silaturahmi dengan warga lokal.
6. Masak makanan sendiri? kenapa tidak!
Semasa kuliah, penulis sering memasak makanan sendiri. Karena kebetulan penulis termasuk salah satu mahasiswa yang memiliki keterampilan memasak yang dipelajari secara otodidak.Â
Keterampilan memasak pada masyarakat Minang, khususnya kaum lelaki bukanlah sesuatu hal yang aneh karena merupakan sebuah bagian dari budaya.
Dengan memasak makanan sendiri, selain makanan tersebut dijamin kebersihan, higienis dan kualitas rasanya. Tentu pula alasannya adalah biar lebih irit dan hidup hemat.
Ya, maklum saja bahwa dengan latar belakang sebagai mahasiswa yang bukan berasal dari keluarga kaya raya, penulis harus menerima keadaan dan memanfaatkan dana yang ada dengan semaksimal mungkin.Â