Lalu, ketika pekerja wanita diharuskan cuti karna melahirkan mengapa perusahaan harus melarangnya dan berat hati?
Hal ini wajar lantaran yang namanya perusahaan yang ada dalam prinsipnya hanyalah mencari keuntungan sebesar-besarnya.
Namun demikian, ada beberapa hal yang bisa kami tawarkan sebagai bahan pertimbangan bagi perusahaan agar menyepakati aturan ini.
1. Merekrut pekerja wanita adalah sebuah tantangan yang takkan bisa dielakkan
Bagi masyarakat awam yang kontra dengan aturan pemberian cuti melahirkan selama 6 bulan ini dan sangat menyayangkan nasib dan dilematis yang dirasakan oleh perusahaan.Â
Seharusnya dinilai dan dicermati ulang dulu apakah perusahaan nantinya memang akan enggan untuk merekrut perempuan? Kami rasa tidak juga.
Lantaran keberadaan perempuan adalah sebuah keniscayaan dan terkadang tidak bisa digantikan oleh pekerja pria.Â
Sebut saja, misalkan profesi bidan. apakah ada laki-laki yang menjadi bidan? Laki-laki yang jadi dokter kandungan memang sudah banyak.Â
Tapi tetap saja selama yang kami tahu di rumah sakit dokter kandungan lelaki yang menentukan langkah penangan bagi pasien yang akan melahirkan, namun yang membantu dan menjalankan segala macam hal teknisnya tetap perempuan yang pada sistem rekrtutan menduduki posisi berlatar belakang profesi bidan.
Coba kita menengok fenomena yang terjadi di perusahaan-perusahaan atau pabrik yang ada saat ini. Hampir semuanya dipenuhi oleh karyawati.Â
Kuantitas pekerja perempuan di sebuah tempat bekerja dimanapun berada, saat ini sudah didominasi oleh karyawati atau pekerja perempuan.