Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Dikelola oleh Akbar Fauzan, S.Pd.I, Guru Milenial Lulusan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta | Mengulik Sisi Lain Dunia Pendidikan Indonesia | Ketua Bank Sampah Sekolah, Teknisi Asesmen Nasional ANBK, Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri Diterbitkan Bentang Pustaka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Cara Orangtua Mengenalkan Literasi dan Minat Baca Anak Sejak Dini

9 Juni 2022   10:19 Diperbarui: 12 Juni 2022   16:20 1137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengenalan budaya literasi kepada anak sejak usia dini (Dokumentasi pribadi)

Penanaman budaya literasi tidak hanya menunggu guru dan sekolah dalam memperjuangkannya. Namun, orangtua sebagai wadah pendidikan informal harus ikut berperan mengenalkan budaya literasi dan menumbuhkan minta baca pada anak sejak usia dini.

Sedini mungkin sejatinya pada orangtua bisa mengenalkan budaya literasi ini kepada buah hati. Bahkan sejak masih dalam kandungan. Baik sang ibu maupun ayahnya bisa memulai mengenalkan budaya literasi dengan interaksi membacakan buku cerita dan mendongengkan.

Ketika anak sudah sedini mungkin memiliki kedekatan dengan buku dan ditanamkan kebiasaan-kebiasaan guna menumbuhkan minat baca maka ketika anak sudah berada di bangku sekolah mereka akan terbiasa dan tidak merasa canggung lagi.

Itulah sebabnya banyak kita melihat ada anak yang mudah untuk memahami sesuatu. 

Saat anak baru masuk SD, anak yang sudah dikenalkan budaya literasi sejak dini maka dia akan gampang diajarkan cara membaca.

Berbeda dengan anak yang belum dibiasakan dan didekatkan dengan literasi maka anak-anak tersebut menjadi sedikit lambat dalam membaca berbeda dengan teman-temannya yang lain yang sudah duluan lancar membaca.

Sebagai orangtua yang peduli akan perkembangan kecerdasan anaknya hendaknya dapat memantau segala sesuatu hal yang dapat menstimulasi hal itu. Salah satunya dengan mengenalkan buah hati dengan buku.

Orangtua yang berperan aktif dalam proses pengasuhan anak di rumah memiliki banyak waktu dan kesempatan dalam mendekatkan buku dan literasi kepada anak-anak.

Tidak ada yang salah ketika orangtua mulai mengenalkan budaya literasi ini bahkan ketika anak belum bisa berbicara sekalipun.

Hal ini bisa menjadi langkah preventif yang bisa ditempuh oleh para orangtua mengingat pengaruh budaya kekinian akan lebih mudah menginvasi perhatian anak daripada mengalihkan perhatiannya kepada buku dan pembelajaran sederhana.

Memang kendala terbesar yang dihadapi oleh para orangtua yakni keterbatasan waktu dan kesempatan dalam proses mengenalkan budaya literasi ini pada anak.

Tapi sejatinya para orangtua bisa mengenalkan literasi ketika kesempatan itu datang. Kesempatan bisa datang kapan saja. Para orangtua tidak perlu bingung dan canggung terkait bagaimana berliterasi kepada anak.

Di sini hal yang penting dilakukan yakni perlunya  mengubah mindset para orangtua bahwa literasi itu hanya akan dapat berjalan dengan baik ketika anak berada di sekolah.

Pemikiran seperti itu harus dapat diubah bahwa sebenarnya anak-anak juga perlu dikenalkan dengan budaya literasi ketika anak-anak berkumpul bersama orangtuanya di lingkungan rumah.

Sehingga orangtua dan buah hati bisa memanfaatkan waktu yang luas dan lapang ini untuk kegiatan yang sangat bermanfaat dan bernilai. Waktu dan kesempatan yang ada tidak hanya dihabiskan oleh anak hanya dengan sekedar bermain dan bermain saja.

Mulailah dengan langkah mudah yang bisa dilakukan para orangtua yakni membelikan buku-buku dan bahan bacaan sebagai referensi literasi yang akan ditanamkan kepada anak.

Orangtua membelikan buku dan bahan bacaan yang menyesuaikan dengan fase perkembangan anak. Anak-anak yang masih di usia belia memerlukan buku yang memiliki banyak gambar dan ilustrasi di dalamnya dikarenakan belum mengenal huruf dan angka.

Maka di sinilah peran orangtua diperlukan dengan cara mendongengkan anak lewat buku cerita bergambar. Dari gambar dan ilustrasi yang ditunjukkan kepada anak maka mereka akan mampu berimajinasi dan menangkap kosakata kegiatan terkait ilustrasi tersebut.

Kami merasakan efek yang luar biasa dari kegiatan pengenalan literasi ini kepada buah hati sejak dini. Di usia anak yang masih di bawah 2,5 tahun anak sudah memiliki cukup banyak kosakata untuk diucapkan.

Kini di usianya yang sudah memasuki 2,6 tahun anak sudah mampu mengutarakan apa yang dia inginkan. Anak telah mampu menarasikan sesuatu hal yang sederhana dalam kosakata yang mudah untuk dipahami.

Bahkan anak terkadang menunjukkan sikap sedang berimajinasi dengan cara menunjuk sesuatu yang tak terlihat lalu menyampaikan kepada kami apa yang sedang ia imajinasikan itu dengan kosakata yang cukup runtut dan rapi.

Kami memahami betul bahwa mengenalkan budaya literasi ini kepada anak sejak dini tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Terkadang ada rasa malas yang terasa sangat berat dan susah untuk dihindarkan.

Tapi ketika kesempatan itu datang maka kita sebagai orangtua harus dapat mengelolanya dengan baik walau dengan cara yang sangat sederhana sekalipun.

Misalnya, saat anak sudah bosan memainkan mainannya maka kita bisa menyodorkan buku kepada anak dan mulai menceritakan apa cerita dalam buku tersebut kepada anak.

Orangtua harus mampu mengenali situasi kapan anak merasakan kebosanan. Ketika anak bosa bermain, maka orangtua bisa langsung menyodorkan buku. Begitu pula sebaliknya, ketika anak bosan dan teralihkan perhatiannya dari buku maka anak bisa melanjutkan kegiatan bermainnya.

Selain mengenalkan literasi kepada anak yang dilakukan di lingkungan rumah. Orangtua juga dapat membawa anak ke perpustakaan termasuk pula ke perpustakaan keliling ketika memungkinkan.

Pengenalan budaya literasi kepada anak sejak usia dini (Dokumentasi pribadi)
Pengenalan budaya literasi kepada anak sejak usia dini (Dokumentasi pribadi)
Beberapa waktu yang lalu kami memiliki kesempatan untuk membawa anak ke perpustakaan. Tujuan kami adalah ke Perpustakaan Soeman HS yang di dalamnya terdapat fasilitas chindren library untuk anak-anak lintas usia.

Fasilitas yang terdapat dalam children library ini selain memiliki koleksi buku untuk anak-anak yang cukup beragam. Ada pula panggung boneka untuk kegiatan pewayangan atau mendongeng. 

Selain itu pula ada moda permainan berupa seluncuran dan ayunan. Sehingga perpustakaan menjadi sangat menyenangkan bagi anak.

Saat kami membawa anak kami ke children library yang terdapat di perpustakaan Soeman HS ini, kami mempersilahkan anak untuk bebas melakukan berbagai hal yang ingin dilakukannya.

Pada awalnya memang anak kami memiliki untuk berlarian ke sana-ke mari sambil memainkan ayunan dan seluncuran. Bahkan anak kami meloncat-loncat di panggung dongeng dan rebahan di lantai children library.

Kami membiarkan ia mengekspresikan perasaan senang yang sedang dirasakannya. Untuk beberapa saat, anak sibuk dalam kegiatan bermain. Hal itu wajar dan sangat normal sekali.

Anak mengekspresikan imajinasinya dari ilstrasi bukunya (Dokumentasi pribadi)
Anak mengekspresikan imajinasinya dari ilstrasi bukunya (Dokumentasi pribadi)

Tapi ketika kesempatan telah datang, anak diarahkan untuk duduk  di kursi untuk kemudian dibacakan cerita dari buku yang dipegangnya. Tapi sebelumnya, anak juga diberi kesempatan untuk memilih buku mana yang ia sukai. Maka buku tersebutlah yang akan kami ceritakan isinya kepada anak.

Setelah kami mengisahkan isi dari beberapa buku cerita yang ada kepada anak. Lalu anak diberi pula kesempatan untuk menceritakan ulang apa yang sudah kami sampaikan sebelumnya.

Anak diberi kesempatan untuk menceritakan ulang dengan bahasanya sendiri (Dokumentasi pribadi)
Anak diberi kesempatan untuk menceritakan ulang dengan bahasanya sendiri (Dokumentasi pribadi)

Selain itu, anak mampu menceritakan kepada kami terkait gambar apa yang ia tunjukkan kepada kami. Walaupun dengan perbendaharaan kosakata yang masih terbatas tapi kami mampu memahami apa yang sedang dicoba sampaikan oleh anak kepada kami.

Begitulah manfaat yang akan diperoleh melalui upaya pengenalan budaya literasi ini kepada anak. Akan tertanam dalam dirinya bahwa kegiatan membaca buku ini adalah merupakan sesuatu kegiatan yang sangat menyenangkan yang tentunya akan sangat bermanfaat bagi mereka di kemudian hari.

Anak SD yang memiliki minat baca dan tertanam budaya literasi (Dokumentasi pribadi)
Anak SD yang memiliki minat baca dan tertanam budaya literasi (Dokumentasi pribadi)

Mungkin itulah yang dirasakan oleh beberapa siswa dari Sekolah Dasar yang kami jumpai di lokasi saat itu. Kami menyaksikan ada anak SD yang sedang membaca banyak buku cerita di meja yang ada didepannya.

Selain itu pula kami juga melihat siswa SD tersebut melakukan peminjaman buku untuk dibacanya di rumah.  Sehingga kami menilai bahwa kegiatan membaca buku sudah menjadi kegiatan yang menyenangkan bagi siswa tersebut. dengan begitu, upaya penumbuhan minat baca telah berhasil diupayakan oleh orangtuanya.

Siswa SD meminjam buku di Children Library yang berada di Perpustakaan Soeman HS (Dokumentasi pribadi)
Siswa SD meminjam buku di Children Library yang berada di Perpustakaan Soeman HS (Dokumentasi pribadi)

Kami selaku orangtua juga bercita-cita bahwa suatu saat anak kami juga melakukan hal yang sama. Anak menjadi penuh semangat dan memiliki motivasi yang tinggi untuk membaca buku. Termasuk pergi ke perpustakaan lalu melakukan peminjaman buku untuk dibaca di rumah bersama orangtua dan keluarga.

Baca juga:Children Library Perpustakaan Soeman HS untuk "Quality Time" si Buah Hati

Perjuangan ini belum berakhir. Malahan perjuangan ini baru saja akan dimulai. Perjalanan masih panjang. Tantangan setelah ini akan semakin banyak dan masif dalam mempengaruhi perhatian anak kepada buku dan bahan bacaan.

Tapi, jika kita tak memulainya sejak awal dari sedini mungkin tentu kita juga akan kewalahan dengan sendirinya.

Satu hal yang perlu diingat bahwa orangtua bertanggung jawab penuh dalam menumbuhkan minat baca dan budaya literasi kepada anak-anaknya. Jika orangtua peduli dengan fase perkembangan anak maka orangtua akan memiliki perhatian yang lebih akan hal ini.

Hendaklah orangtua dapat memanfaatkan masa golden age anak sebagai upaya dalam menstimulasi anak dengan hal-hal yang dapat merangsang kecerdasan dan imajinasi anak. Sehingga anak akan memiliki kemampuan untuk menalar dan mengkomunikasikannya dengan cara yang luar biasa.

Salam literasi.

[Akbar Pitopang]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun