"Bisa dong..."
"Silahkan.."
"Pancasila....... satu ketuhanan yang Maha Esa. Dua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Tiga, keadilan sosial...."
"Waduh, loh kok gitu..? Jelas salah dong urutannya.."
Mungkin obrolan ringan seperti yang dicontohkan diatas menjadi sebuah obrolan yang sering kita lakukan pada saat momen Hari Lahirnya Pancasila diperingati seperti hari ini.
Seketika ruang-ruang publik dipenuhi oleh obrolan sederhana semacam itu. Untuk memutar ulang ingatan hafalan Pancasila yang selama ini kita lakukan. Bahkan sejak kita masih usia belia.
Tapi nyatanya tidak semua orang bisa langsung lancar membacakan Pancasila dengan utuh tanpa ada sedikitpun kesalahan. Tak sedikit yang belepotan saat membacakan ulang Pancasila tanpa teks sebagai hafalan di luar kepala.
Bahkan kejadian memalukan terkait insiden belepotan membaca Pancasila ini terakhir kali dipertontonkan ke hadapan publik di panggung pemilihan Puteri Indonesia. Dimana salah seorang finalisnya tidak bisa membacakan semua sila dalam Pancasila secara gamblang.
Terlepas dari pengaruh kesiapan mental yang belum siap karena adanya perasaan gugup karena adanya tekanan dari ribuan penonton yang menyaksikan secara langsung di ruangan itu. Sehingga menjadi beban moril tersendiri bagi si finalis ditambah oleh faktor waktu yang dibatasi karena dalam sesi tanya jawab atau Q&A.
Insiden tersebut menjadi fenomena memalukan yang sangat luar biasa dan tidak bisa dilupakan begitu saja oleh seluruh penonton yang menyaksikan baik menonton secara langsung maupun melalui tayangan di layar kaca di rumah. Hingga kini insiden itu masih menjadi buah bibir di segala lapisan masyarakat.
Di lain kesempatan, ketika sang finalis tersebut disuruh untuk membacakan ulang Pancasila, alhasil ia dapat membacakannya dengan baik tanpa ada sedikitpun kesalahan penyebutan kata maupun urutannya. Karena sudah pasti ia hafal Pancasila karena latar belakang pendidikannya sebagai sarjana hukum.