Saat ini merupakan minggu-minggu terakhir siswa kelas 6 akan segera meninggalkan sekolah asalnya untuk kemudian melanjutkan studi di bangku SMP.
Sebelum siswa kelas 6 benar-benar meninggalkan sekolah asalnya, maka perlu diadakan kegiatan perpisahan.
Kegiatan perpisahan sekolah merupakan sebuah kegiatan tahunan yang biasanya sering dilakukan sebelum siswa kelas 6 memperoleh kabar tentang kelulusan.
Kegiatan perpisahan sekolah ini merupakan sebuah kegiatan yang memberikan nilai positif di antaranya dapat menjadi fondasi silaturahmi antara siswa, guru, orang tua dan sekolah agar dapat terus dirawat dan terjaga dengan baik.
Karena cukup banyak kejadian yang kami temukan di lapangan bahwa tetap saja di kemudian hari banyak siswa yang telah menjadi alumni malah berubah menjadi sombong atau menutup interaksi dengan gurunya.
Bahkan tak jarang ketika guru dan siswanya berjumpa di jalan atau di tempat-tempat keramaian lainnya, siswa malah membuang muka atau pura-pura tidak mengetahui keberadaan gurunya tersebut.
Tentu hal ini merupakan suatu hal yang menyakitkan bagi guru di mana selama ini guru sudah membina interaksi yang intens di saat siswa masih menimba ilmu di sekolah. Sehingga dengan adanya kegiatan perpisahan sekolah ini diharapkan kesenjangan tersebut dapat teratasi.
Sudah lebih kurang 2 tahun sekolah tidak melaksanakan kegiatan perpisahan dalam bentuk seremonial dikarenakan masih dalam suasana pandemi.
Bahkan perpisahan siswa kelas 6 pada masa pada masa pandemi yang lalu seperti "datang dijemput pulang tak diantar". Karena walau bagaimanapun perpisahan harus dengan cara "datang tanpa muka, pulang tampak punggung".
Tiba-tiba saja siswa datang ke sekolah untuk urusan administrasi kelulusan. Setelah itu tak pernah lagi mereka muncul penampakan batang hidungnya di sekolah.
Entah bagaimana nantinya yang akan terjadi ketika kami sebagai guru berjumpa dengan murid-murid kami yang lulus dan berpisah di masa pandemi.
Apakah mereka akan terus menghargai kami sebagai guru dengan tetap menyapa kami dengan sopan santun. Atau mungkin sebaliknya, malah bersikap pura-pura lupa.
Sebuah kasus mengenai hal ini sudah kami alami sendiri saat beberapa hari. Siswa kelas 6 yang saat ini sedang menunggu kabar kelulusan sudah menunjukkan tanda-tanda yang tidak akrab terhadap gurunya.
Kami menjumpai murid tersebut di tempat fotokopi yang berada di sebelah gedung sekolah. Siswa tersebut datang bersama orang tuanya untuk membeli sebuah peralatan sekolah.
Sepertinya tidak mungkin jika siswa tersebut tidak mengenali kami sama sekali. Karena kami juga sama-sama berinteraksi dengan pemilik tempat fotokopi itu.
Walaupun kami pribadi memang jarang berinteraksi secara langsung dengan siswa tersebut di kelas. Tapi tetap saja kewajiban murid kepada guru untuk tetap menyapa seluruh majelis guru di sekolahnya ketika berpapasan di luar lingkungan sekolah.
Belum ada informasi resmi terkait kelulusan, sikap siswa tersebut sudah membuat kita menggelengkan kepala. Apalagi jika nanti sudah lama tak bertemu mungkin lain lagi kesannya yang akan kami dapati. Guru sungguh merasa heran.
Padahal kalau kami menilai bagaimana karakter siswa tersebut di sekolah. Bahwa ia termasuk siswa yang baik hati. Tidak nakal dan tidak pula menonjol karena prestasi atau keaktifannya.
Nah, oleh karena itu kegiatan perpisahan sekolah memang perlu untuk terus diadakan. Namun perlu nantinya digaris bawahi beberapa hal yang harus dicermati dalam sebuah kegiatan perpisahan sekolah.
Acara perpisahan sekolah kembali diadakan sebagai buntut kebijakan pemerintah terkait pelonggaran masker
Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah beberapa hari yang lalu menjadi sebuah momentum untuk diadakannya kembali kegiatan perpisahan sekolah.
Di atas kami telah memaparkan bahwa dengan tidak diadakannya kegiatan perpisahan sekolah secara tatap muka dengan alasan pandemi. Hal itu menyebabkan terjadinya sebuah dinding pembatas hubungan keakraban antara guru dan siswa.
Oleh karena itu, di masa-masa transisi antara masa pandemi dan era new normal seperti saat ini, maka kegiatan perpisahan sekolah dapat kembali diadakan.
Pihak sekolah dapat membawa siswa ke tempat yang telah ditentukan atau disepakati bersama dengan para orang tua wali murid. Jika memang kegiatan perpisahan ini diputuskan untuk diadakan di luar lingkungan sekolah.
Rasa kekhawatiran dari semua pihak sudah mulai berkurang. Sehingga kita semua saat ini bisa melakukan berbagai aktivitas luar ruang dengan lebih leluasa.
Walaupun tentu penerapan protokol kesehatan harus tetap dianjurkan untuk terus diamalkan. Selain tentunya fasilitas prokes seperti tempat cuci tangan masih tersedia di berbagai tempat hingga hari ini.
Kabar yang kami peroleh dari rekan sejawat lintas satuan pendidikan bahwa pada umumnya sekolah tempat mereka bertugas telah kembali mengadakan kegiatan perpisahan sekolah.
Ada yang mengadakannya tetap di lingkungan sekolah. Namun banyak juga sekolah lain yang mengadakan acara perpisahan di tempat lain seperti tempat wisata atau tempat makan.
Baik SD maupun SMP, saat ini instansi satuan pendidikan itu sudah kembali mengadakan acara perpisahan sekolah.
Nilai esensial dibalik sebuah seremonial
Ketika sekolah mengadakan acara perpisahan untuk siswa dan para orang tua, maka perlu sekali kegiatan ini dibumbui dengan nilai-nilai kebaikan yang perlu ditabur kembali dalam sanubari siswa.
Sekolah ataupun panitia yang mengelola kegiatan perpisahan sekolah ini perlu menentukan susunan acara dengan diselipkan kegiatan yang bermanfaat dan berkesan bagi seluruh siswa.
Jangan hanya sekedar mengadakan kegiatan makan bersama, outbound bersama, maupun sekedar acara foto-foto bersama.
Lebih dari itu kegiatan perpisahan perlu hendaknya berisi kegiatan yang bermanfaat yang memberi kesan dan rasa kepekaan sosial yang harus diamalkan siswa di masa depan.
Acara perpisahan sekolah ini bisa diramaikan dengan menghadirkan ceramah agama tentang pesan moral yang harus dirawat dalam bentuk hablum minannas.
Menjalin hablum minannas atau menjaga hubungan baik dengan sesama manusia, juga perlu diterapkan kepada guru maupun segenap warga sekolah.
Walaupun sebenarnya tentu guru bidang studi agama di sekolah bisa saja ditunjuk untuk memberikan tausiyah. Tapi ada baiknya sekolah memilih menghadirkan ustadz atau tokoh agama.
Alasannya untuk menghindari anggapan siswa bahwa guru atau pihak sekolah memiliki kepentingan sepihak yang mewajibkan para siswa untuk selalu menghormati guru.
Walaupun untuk menghormati guru merupakan sebuah kewajiban yang memang harus diamalkan terus oleh seluruh siswa, baik bagi yang masih menimba ilmu di sekolah maupun ketika sudah menjadi seorang alumni.
Dengan adanya penekanan oleh ustadz atau tokoh agama maka diharapkan siswa benar-benar akan menghormati dan menghargai guru untuk selamanya. Dikarenakan apa yang disampaikan berlandaskan dalil yang bersifat hakiki.
Selain itu, untuk pemilihan tempat, bisa saja dilakukan di panti asuhan misalnya. Gunanya adalah untuk menumbuhkan sikap saling menghargai antar sesama. Walaupun setiap siswa memiliki perbedaan di antara mereka sebagai seorang yang akan beralih menjadi remaja.
Menjadi alumni yang  selalu menghargai dan menghormati guru
Hal krusial yang harus ditancapkan ke dalam dada setiap siswa adalah posisi guru sebagai pembuka cakrawala siswa.
Dulu, saat pertama masuk sekolah siswa belum bisa calistung (membaca, menulis dan berhitung) sama sekali. Belum bisa membedakan mana hal baik dan buruk. Diajarkan cara beribadah dan beramal soleh. Serta ditunjukkan jalan bagaimana meraih cita-cita dan harapan.
Itu semua jelas dilakukan guru dengan penuh dedikasi yang tinggi. Semata-mata berlandaskan niat sebagai dasar menjalankan tugas mulia guna mencerdaskan kehidupan generasi bangsa.
Oleh sebab itulah, bagaimanapun kondisinya, tidak alasan bagi siswa untuk tidak menghargai apalagi sampai membeda-bedakan guru terkait tingkat penghormatan kepada setiap guru.
Jangan heran jika selama ini kita seringkali menjumpai kasus seorang petinggi di negeri ini yang memiliki kekuasaan atau kekuatan yang besar tapi suka menzolimi masyarakat.
Begitupun dengan kadar jumlah generasi yang menjadi beban bagi masyarakat dan negara. Walaupun ia bisa dikatakan seseorang yang terpelajar.
Penyebab itu semua adalah ilmu yang tidak mendapatkan keberkahan. Karena tidak bisa memberikan penghargaan kepada guru.
Penghargaan yang dimaksud bukanlah semata-mata dalam bentuk materil. Namun, lebih kepada penghargaan moril yang sejatinya harus diperoleh oleh gurunya.
Ibarat sebuah kacang, siswa tak boleh lupa kulitnya -- mengabaikan jasa gurunya. Ketika siswa sudah menjadi orang hebat nantinya, hal yang tak boleh diabaikan adalah bagaimana cara menghargai guru. Sederhananya bagaimana saat seorang siswa berjumpa kembali dengan gurunya di sebuah kesempatan.
Jika setiap insan cendekia di muka bumi ini mampu menghargai dan menghormati setiap gurunya maka ilmunya akan menjadi berkah.
Sejalan dengan itu, apapun yang diraihnya semisal harta kekayaan, kekuasaan, dan segala bentuk pencapaian yang diraihnya juga akan ikut merasakan keberkahan.
Kadar keberkahan tak bisa diukur oleh segala jenis bentuk alat pengukuran yang diciptakan manusia di dunia ini. Kita sering luput bahwa keberkahan adalah kunci kebaikan hidup.
Menjadi orang tua atau wali murid yang mengakui para guru
Peran guru adalah sebagai sosok orang tua bagi seluruh siswa di lingkungan sekolah. Guru dan mendidik, membimbing dan membina siswa dalam upaya memanusiakan manusia.
Orang tua atau wali murid di rumah sudah mempercayakan anaknya untuk dididik oleh orang tua kedua yaitu guru di sekolah.
Selayaknya para orang tua ini mampu memberikan penghargaan kepada guru. Cara paling sederhana yang bisa dilakukan adalah hanya menegaskan kepada siswa bahwa guru di sekolah posisinya sejajar dengan orang tua di rumah.
Bagaimana cara anak berbakti kepada orang tuanya, seperti itu pula lah siswa berbakti kepada guru layaknya mereka menjadikan orang tua adalah sosok yang mulia.
Kebanyakan sikap yang ditunjukkan oleh para orang tua kepada guru adalah sikap yang tidak bersahabat, penuh kecurigaan dan tak ayal sedikit kesalahan guru bisa menjadi masalah yang dibesar-besarkan oleh orang tua.
Jika orang tua bersikap seperti itu kepada guru dari anak-anaknya, tentu sudah pasti cara siswa menghargai gurunya juga sama dengan yang dilakukan orang tuanya.
Orang tua jangan menjadi toxic yang meracuni pikiran dan karakter anaknya padahal nilai-nilai moral sudah ditanamkan oleh guru di sekolah kepada anak.
Orang tua bisa menjadikan momen acara perpisahan sekolah sebagai wadah untuk menyampaikan rasa terima kasih atas jasa guru yang telah berjuang mendidik anak-anak selama ini.
Tak ada istilah "mantan" dalam hubungan guru dan siswa
Dengan beberapa pertimbangan di atas, maka acara perpisahan sekolah masih sangat perlu untuk kembali diadakan.
Silaturahmi dan hubungan baik antara guru dan siswa harus tetap terpelihara sebagaimana mestinya.
Karena tidak ada istilahnya "mantan guru" maupun "mantan siswa", karena kita adalah sebuah keluarga.
Kemarin saat momen lebaran, ibunda kami kembali dikunjungi oleh muridnya semasa bertugas di sekolah tempat siswa tersebut menimba ilmu.
Murid tersebut sudah merantau ke luar pulau. Namun, setiap mudik pulang kampung, ia senantiasa menyempatkan diri untuk menemui ibunda kami, guru yang selalu dirindukannya.
Itulah bukti bahwa fondasi siluturahmi telah tertancap dengan kuat ke dalam sanubari seorang siswa. Hal sekecil dan sesederhana itu yang telah ditanamkan saat acara perpisahan sekolah ternyata memiliki dampak yang sangat luar biasa di kemudian hari.
Teruntuk para siswa se-Indonesia, tetaplah menjadi siswa yang baik hatinya setelah kita berpisah.
(Akbar Pitopang, 23 Mei 2022)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H