Nah, momen hari raya Idul Fitri atau lebaran seperti saat ini merupakan suatu momen yang dapat dimanfaatkan untuk menjalin hubungan dengan bako.Â
Pada saat momen hari raya, anak kemenakan akan berkumpul di kediaman paman. Momen ini dalam budaya minang disebut dengan "bakumpua di rumah bako".
Kegiatan berkumpul ini tidak hanya sekedar ajang kumpul-kumpul semata tanpa ada tujuan dan manfaat.
Pada saat bakumpua di rumah bako ini dapat dijadikan momentum untuk memperbaiki kualitas hubungan antara seorang paman dengan kemenakannya. Serta untuk mempererat hubungan antar sesama kemenakan dengan bako-nya.Â
Dapat pula dijadikan momentum untuk menyampaikan keluh kesah atau masalah-masalah kehidupan yang dialami oleh kemenakan kepada pamannya.Â
Lalu, apa kabar tradisi "bakumpua di rumah bako" dalam budaya Minang ini masih eksis hingga saat ini?
Secara garis besar, literasi tentang tradisi bakumpua di rumah bako ini masih dipahami oleh segenap masyarakat termasuk generasi mudanya.Â
Sedangkan untuk prakteknya di lapangan, saya menilai tradisi ini masih tetap dijalankan. Walaupun mungkin ada beberapa yang sudah jarang melakukannya. Jarang bukan berarti tidak lagi dijalankan, loh ya.
Mungkin saja tradisi bakumpua di rumah bako ini dilakukan tidak bertepatan dengan momen lebaran hari raya. Dan dilakukan pada saat acara penting seperti acara pernikahan dari salah seorang kemenakan atau dari keluarga bako.
Hal ini berdasarkan kebiasaan yang dijalankan oleh tiap masing-masing keluarga kemenakan dan keluarga bako. Tradisi ini mungkin dijalankannya bisa disesuaikan dengan selera dan kesempatan yang ada.
Lalu, bagaimana dengan kami sendiri. Apakah tradisi bakumpua di rumah bako ini tetap diamalkan?
Alhamdulillah, kami masih menjalankan tradisi ini. Setiap momen lebaran tiba semua anggota dari keluarga kami akan berkumpul ke rumah paman atau bako kami.