Mohon tunggu...
Akbar Fithriansyah
Akbar Fithriansyah Mohon Tunggu... Jurnalis - Gerilyawan Muda

Penikmat kopi hitam

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sekelumit Isu Covid, Himbauan dan Jari-Jari Mati Rasa

28 Maret 2020   15:21 Diperbarui: 22 April 2021   22:44 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wabah Corona terus menghantui dunia, nyata dan maya. Dalam 4 bulan terakhir, terhitung sejak akhir tahun 2019, Virus kecil bernama Corona telah menghebohkan banyak manusia. Bagaimana tidak, saban waktu pemberitaan tentang pandemi COVID-19 selalu menghiasi halaman depan media. Virus Corona menjadi headline di berbagai media massa, baik media local, nasional, maupun internasional. Begitu pula kicauan netizen di microblogging twitter, isu virus tidak kasat mata ini kerap menjadi trending topic. Ada yang menanggapi serius, tidak sedikit pula yang bercanda dan mencibir, bahkan sepele. 

Beragam berita tentang COVID-19 dimunculkan, mulai dari himbauan pemerintah, sebaran wilayah zona merah, pasien positif, fasilitas rumah sakit dan alat kelengkapan para perawat yang tidak memadai, rontoknya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, hingga dampaknya pada perekonomian masyarakat kecil. Semua dikupas secara tuntas. Pada intinya, pesan yang paling banyak disampaikan kepada masyarakat tentunya kewaspadaan, kesiapsiagaan dan langkah antisipatif dalam menghalau virus mematikan ini.

Pun di laman media social, juga tak kalah heboh. Sebut saja mulai dari grup-grup whatapps dan facebook, instagram, sampai youtube. Para peselancar dunya maya baku lomba memposting informasi terkait virus Corona, semuanya tentu ingin menjadi yang terdepan. Perkembangan media social sangat signifikan akhir-akhir ini, sebagai pesaing utama media-media online dalam menyajikan informasi. Meskipun akurasi berita yang disajikan masih disangsikan kebenarannya (perlu verifikasi pembaca), namun media social memiliki kecepatan tinggi (high speed) dan jangkauan yang jauh. Tidaklah heran jika informasi baru dan unik diedarkan di media sosial, apalagi menyangkut hajat hidup orang banyak, akan cepat viral.

Kepiawaian jari-jari tangan itu, diiringi oleh fitur-fitur canggih serta fasilitas yang mumpuni pada tiap-tiap akun, merupakan sebuah perpaduan mewah. Ibarat jalan tol, lancar memandu para pengguna (users) menjadi "pewarta", dalam tempo yang singkat. Tentu saja, informasi dikemas sesuai selera dan kepentingan user itu sendiri. Layaknya  media elektronik Televisi, media sosial kini juga bisa menyelenggarakan acara  nonton bareng dan bahkan siaran langsung atau tunda. 

Media social terus berupaya mengupgrade tampilannya. Khusus facebook, sekarang sudah memiliki filterisasi sendiri dalam mendeteksi video-video hoaks (palsu) yang disebarkan. Patut diapresiasi. Namun informasi palsu dalam bentuk tulisan (copy paste) dan narasi, nampaknya facebook masih kesulitan mengidentifikasinya. Di sinilah peran kita sebagai pegiat media yang kritis, agar aktif dalam meluruskan informasi yang beredar 

Ketika Jari-Jari Mati Rasa Ikut Membingkai Isu Corona 

Pada ulasan kali ini, saya coba memberikan 2 buah contoh kasus berita yang cukup menghebohkan dan sempat viral di media social beberapa waktu lalu. Pertama, tentang kabar kota Wuhan dipenuhi ribuan burung gagak dan foto satelit merah yang diklaim karena kremasi mayat beredar luas di media social. Kabar ini disebarkan oleh situs media media-umat.com dengan judul artikel: "Bikin Merinding, Burung Gagak Hitam dan Foto Satelit Merah Menyala di Kota Wuhan".

Media online Liputan6.com mencoba menelusuri kebenaran informasi mengenai burung gagak yang berkumpul di Kota Wuhan untuk mencari mayat korban virus Corona. Penelusuran dilakukan dengan menggunakan mesin pencari google dengan memasukan kata kunci "crow wuhan". Hasilnya ditemukan sebuah artikel yang membantah kabar burung gagak berkumpul di Kota Wuhan karena mencari bangkai manusia. Artikel berjudul "Fear 'death crows' are feasting on coronavirus corpses as thousands swarm over Wuhan" yang diunggah situs dailystar.co.uk. Artikel tersebut menjelaskan bahwa tidak ada bukti kuat untuk mendukung teori bahwa burung gagak mencari mayat.

Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa tidak ada bukti kuat untuk mendukung teori burung gagak mencari dan memakan bangkai manusia korban virus Corona di Wuhan. Sedangkan foto satelit merah tidak ada kaitannya dengan kremasi mayat korban virus Corona di Wuhan. Kesimpulan, narasi yang disebarkan situs media-umat.com tidak sesuai dengan fakta sebenarnya alias hoax. Silakan cek situs berikut: https://www.liputan6.com/cek-fakta/read/4181653/cek-fakta-burung-gagak-dan-citra-satelit-merah-di-wuhan-ini-faktanya

Kedua, tidak lama setelah geger burung gagak, muncul lagi kabar tentang nyamuk raksasa menyerbu Kota Wuhan, kabar tersebut disebarkan oleh situs beritaislam.org dengan judul artikel "Video, Nyamuk Raksasa Serang Setelah Geger Muncul Ribuan Burung Gagak". Lagi-lagi berita ini dengan mudah dipatahkan oleh media yang lebih kredibel seperti Liputan6.com.

Tim cek fakta Liputan6.com mencoba menelusuri kebenaran informasi dan video yang diunggah situs beritaislam.org tersebut. Gambar yang diklaim sebagai kawanan burung gagak dalam artikel itu ditelusuri dengan menggunakan google images. Hasilnya ada satu artikel yang menjelaskan tentang peristiwa kawanan burung memenuhi atap mobil.

Adalah artikel berjudul "Thousands of black birds -- aka grackles -- take over parkirng lot in Houston" dari situs 1063thebuzz.com yang menjelaskan peristiwa tersebut. Artikel tersebut juga mengunggah sebuah video yang sama dengan situs beritaislam.com. Artikel itu menjelaskan bahwa peristiwa kawanan burung itu terjadi di Houston, Amerika Serikat. Burung-burung yang berwarna hitam dalam video itu pun bukan gagak, tapi grackle.

Penelusuran selanjutnya dilakukan dengan menggunakan mesin pencari google dengan memasukan kata kunci "Wuhan Giant Mosquito". Kemudian terdapat artikel dari situs theepochtimes.com berjudul "Are Unusual Animal Phenomena in China Related to Wuhan Coronavirus?" yang menjelaskan tentang fenomena di China yang berhubungan dengan virus Corona.

Dalam artikel tersebut terdapat video yang diklaim oleh situs beritaislam.com sebagai nyamuk raksasa di Wuhan. Video tersebut ternyata juga diunggah oleh akun twitter @Raymond999USA pada 27 Januari 2020 lalu. Kesimpulan dari kasus tersebut di atas, bahwa klaim beritaislam.org yang menyebut kota Wuhan dikepung burung gagak dan nyamuk raksasa ternyata tidak benar. Narasi yang disampaikan dalam artikel tersebut tidak sesuai dengan fakta sebenarnya. Hasil lengkap penelusuran tersebut bisa cek di https://www.liputan6.com/cek-fakta/read/4182175/cek-fakta-video-setelah-burung-gagak-nyamuk-raksasa-serang-wuhan-ini-faktanya 

Bahkan tidak jarang saya melihat media besar terpeleset akibat Corona, sebut saja Tempo.co yang sempat memberitakan seorang maestro sepakbola bermurah hati memfasilitasi hotel dan menanggung seluruh biaya pengobatan pasien Covid-19 di daerahnya, sontak saja postingan tersebut dikunjungi banyak viwers. Rupanya khilaf pemirsa dan diklarifikasi kemudian. Inilah bedanya media online ternama, mereka lebih mudah mengakui "dosa", ketimbang media - media kecil.

Kalau saja betah berlama-lama berselancar di media social, tentu ada banyak lagi contoh kasus lain yang aneh-aneh kita temukan. Misalnya saja, tentang sebuah video cara petugas Malaysia mengusir kerumuman warganya menggunakan drone, yang viral di Youtube. Ini jelas video fitnah yang keji dan tidak dapat dibenarkan, karena kejadian yang sebenarnya adalah di Brazil. Jika saja kita mau bersabar sejenak, sebelum menjudge kebenaran informasi atau bahkan ikut membagikan berita tersebut, begitu referensi di google yang menerangkan bahwa sebenarnya sebagian besar video tersebut adalah hoax. Pada kasus lain, video-video yang beredar tersebut bisa saja benar atau merupakan suatu peristiwa atau kejadian, namun tidak actual dan tidak ada kaitannya dengan Corona atau China, bisa saja kejadian di tempat lain dan pada masa yang sudah lampau.

Saya menyebut hal ini bagian dari upaya sekelompok orang yang tidak bertanggungjawab dan memiliki jari - jari yang sudah mati rasa. Mereka begitu mahir memanfaatkan emosi umat dengan cara membangun narasi, kemudian menggiring opini tersebut sekelamak perut mereka sesuai dengan kepentingan sendiri atau kelompok, guna  mencapai tujuan tertentu.

Belum lagi jika membuka Grup WA, sejak satu bulan terakhir ini hampir semua Grup WA membahas Virus Corona. Ada member yang hanya sekedar memposting hasil copy paste, ada pula yang detil membahas dan mengaitkan Isu Corona dengan nilai-nilai keagamaan, kadang perang ujung jari tak dapat dielakkan. Tidak sedikit pula yang lihai meramu rempah dapur, bak tabib zaman baheula mencipta obat atau jamu penangkal Corona. Namun yang lebih banyak dishare ialah himbauan dari Pemerintah, MUI dan maklumat Kapolri. Ya, semua pihak kini sibuk menghimbau.

Himbauan AJI, KPI dan AMSI

Media massa selaku pihak yang mengabarkan perkembangan virus corona diminta berhati-hati dalam memberitakan isu virus corona. Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) memberikan catatan bagi pemilik media terkait pemberitaan virus corona. Ada beberapa catatan dan imbauan yang perlu diperhatikan.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mengimbau media massa tidak mempublikasikan indentitas WNI yang terjangkit virus corona. Sebab, hal ini dapat menimbulkan kepanikan masyarakat. Seperti yang disampaikan oleh Asnil Bambani selaku ketua AJI Jakarta, bahwa media perlu menjaga kerahasiaan identitas pasien dan keluarganya seperti nama lengkap dan alamat, guna menghindari kepanikan massal. Selain itu, dirinya juga meminta media tidak mengeksploitasi korban demi sebuah sensasi dalam pemberitaan.

Asnil juga mengatakan, perusahaan media juga harus berupaya melindungi karyawannya dari penyebaran virus corona. Menurut Asnil, perusahaan media harus memberikan peralatan khusus untuk karyawan terutama yang berada di lapangan guna mencari berita terkini terkait virus corona, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, para pemberi kerja harus memperhatikan kesehatan dan keselamatan kerja para jurnalis.

Sementara itu, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia ( KPI) Pusat Agung Suprio mengimbau pemilik media untuk menjaga kualitas informasi perihal penyebaran virus corona. Selayaknya televisi dan radio, hanya menyampaikan informasi yang sudah terkonfirmasi kebenarannya. Agung juga meminta, media memastikan informasi yang dipublikasikan ke publik berasal dari sumber yang bisa dipertanggungjawabkan. Sebab, media menjadi saluran informasi yang paling dipercaya oleh publik. Disiplin verifikasi dan konfirmasi ulang dari setiap informasi harus tetap dilakukan untuk mencegah masyarakat menelan berita bohong dan menyesatkan, jangan sampai masyarakat dilanda kepanikan karena informasi sesat yang disebar media.

Kemudian, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) mengimbau seluruh pemilik media mengedukasi publik bahwa peluang sembuh dari virus Corona sangat besar. Oleh karenanya, media bisa mendorong masyarakat untuk hidup sehat dan bersih dengan melakukan pendekatan dasar. Seperti, mengkonsumsi makanan sehat, olahraga, cara mencuci tangan, dan begitu banyak cara-cara sederhana agar terhindari dari virus corona. 

AMSI juga mengimbau media massa untuk melakukan sosialisasi pencegahan virus Corona secara terus-menerus, sesuai dengan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Selain itu, mendorong pemerintah memberikan informasi terbaru terkait penanganan virus corona. Hindari ruang media kita dipakai untuk debat kusir, bertengkar, berpolemik yang tak perlu, yang justru menimbulkan kebingungan dan kepanikan di tengah masyarakat.

Catatan di Tepian Malam 

Dari contoh kasus di atas, setidaknya kita dapat melihat betapa pentingnya pengaruh media massa dan media sosial dalam musibah besar dunia yang sedang melanda ini. Oleh karena itu, media massa mestilah mengedepankan kaidah jurnalistik dalam membingkai setiap pemberitaan tentang virus Corona.

Saat ini gerakan 'Stay At Home' atau 'Work At Home' yang digagas oleh pemerintah pusat sebagai pengganti istilah 'Lock Down Mandiri' sepertinya kurang berjalan dengan baik. Di tengah keterbatas informasi dan ketidaktahuan akan gejala virus Corona, himbauan social distancing hanya selebaran sepintas lalu di beranda-beranda linimasa. 

Begitu pula aktivitas masyarakat dan pedagang di pasar-pasar tradisional, tetap berjalan seperti biasanya. Kebetulan penulis juga tinggal di pasar Pakandangan, dimana "hari balai"-nya setiap hari kamis, jadi bisa memantau suasana dari dekat. Satu-dua pedagang memang sudah ada yang mengeluh akibat menurunnya omzet, atau bahan belanjaan yang langka dan sulit didapat.

Pada kesempatan ini, penulis menyarankan agar masyarakat tetap waspada dan mengikuti himbauan pemerintah, maupun ulama. Kiranya dapat selalu menjaga imun tubuh dan kalau perlu selama wabah ini masih bercokol di Bumi Nusantara, lakukan olahraga setiap hari dan rutin berjemur. Mari kita hadapi keganasan virus Corona ini bersama-sama.

Dengan segala kerendahan hati, penulis juga mengajak kita semua agar lebih mengoptimalkan daya kritis kita dalam menelaah setiap pemberitaan terkait virus Corona ini. Karena jikalau turut serta membagikan informasi yang keliru atau hoax, selain sudah menyebabkan kegaduhan baru di tengah masyarakat, kita juga bisa berhadapan dengan hukum melalui UU ITE. 

Bagaimana caranya? Mudah sangat! Gunakan mesin pencarian google, lalu ikuti langkah seperti yang dilakukan oleh para jurnalis media online dalam menelusuri sebuah fakta. Jadilah pelopor gerakan bijak bersosmed di lingkungan kita masing-masing, bukan malahan ikutan latah "menghimbau - himbau" pula. Demikian. 

Pakandangan, 28/3/2020 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun