Mohon tunggu...
Akbar Faris Rama Hunafa
Akbar Faris Rama Hunafa Mohon Tunggu... Lainnya - Taruna Politeknik Ilmu Pemasyarakatan

Bersyukur, Berdoa dan Tahu diri

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Problematika Perlindungan dan Pemenuhan Hak Asasi Manusia bagi Penyandang Disabilitas

3 Desember 2020   20:18 Diperbarui: 3 Desember 2020   20:42 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penyandang Disabilitas (Foto: museumsyndicate.com)

Dasar Hukum

Indonesia merupakan Negara hukum. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat 3 secara tegas mengatakan "Negara Indonesia adalah Negara hukum". 

Prof. Miriam Budiardjo mengatakan konsep Negara hukum mempunyai beberapa fungsi, yaitu, fungsi keadilan, fungsi pertahanan, fungsi kemakmuran dan kesejahteraan serta fungsi penertiban (Law and Order). Konsep Negara hukum tentu juga memiliki elemen substantif. Salah satu elemen substantif yang ada dalam konsep ini adalah perlindungan hak asasi.

Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Hak asasi manusia sebagai hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia bersifat universal, perlu dilindungi dan dihormati, serta dipertahankan, sehingga perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia terhadap kelompok rentan, khusunya penyandang disabilitas dapat terpenuhi.

Penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas merupakan kewajiban Negara, hal ini juga ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, sehingga masyarakat juga mempunyai tanggung jawab untuk menghormati hak penyandang disabilitas.

Hak Penyandang Disabilitas

Dikutip dari liputan6.com, negara merupakan rumah bagi seluruh rakyatnya, termasuk bagi kaum difabel atau disabilitas. Sudah seharusnya, Negara dapat menciptakan rasa aman, nyaman, damai, maupun jaminan terhadap keberlangsungan hidup setiap warganya. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka harusnya tidak boleh ada diskriminasi kepada seseorang atau pun suatu kelompok, seperti dikutip dari www.newsdifabel.com, Rabu (11/92019).

Difabel menjadi salah satu contoh masyarakat minoritas, meski begitu, keberadaan difabel di suatu Negara haruslah dijamin keberlangsungan hidupnya. Namun nampaknya, peran Negara masih sangat jauh dalam memahami kebutuhan apa saja yang perlu dipenuhi untuk para difabel.

Menjadi kewajiban Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin keberlangsungan hidup setiap warga negara, tanpa terkecuali para penyandang disabilitas. Di mana para penyandang disabilitas sebagai warga Negara Indonesia punya kedudukan hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) yang sama untuk hidup maju, dan berkembang secara adil dan makmur sebagaimana tercantum dalam pasal 28 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Secara lebih jelas disampaikan juga dalam UU NO.8 Tahun 2016 beberapa hak para penyandang disabilitas. Salah satu diantara banyak hak penyandang disabilitas adalah persoalan aksesibilitas yang meliputi memperoleh aksesibilitas untuk memanfaatkan fasilitas publik dan mendapatkan akomodasi yang layak sebagai bentuk aksesibilitas bagi individu.

Dengan mendapatkan pemenuhan hak tersebut, diharapkan penyandang disabilitas bisa maju dan berkembang secara adil dan makmur sebagaimana yang dicita-citakan UUD 1945. Aksesibilitas yang baik bukan berarti fasilitas mewah atau istimewa, melainkan terjangkau dan mendorong para penyandang disabilitas untuk mandiri dalam melakukan segala hal

Realita Saat Ini

Dikutip dari liputan6.com, hal ini diungkapkan oleh Cucu saidah, menurutnya para Penyandang disabilitas masih belum mendapatkan hak-hak dasar mereka, termasuk dalam mobilitas, akses pekerjaan yang layak, akses pendidikan, hak berwisata, hingga perlindungan hukum.

Pertama, hak mobilitas maksudnya, menjamin ruang gerak para difabel ketika mereka beraktivitas di luar rumah, diantaranya ialah trotoar yang aksesibel bagi seluruh penyandang difabel.

Selain itu akses di tempat-tempat publik seperti perkantoran, pusat perbelanjaan, tempat pariwisata, dan tempat angkut umum yang belum ramah bagi seluruh penyandang difabel atau disabilitas.

Kita bisa memulai analisa sederhana dengan merasakan masih banyak trotoar yang tidak ramah terhadap difabel. Tidak sedikit trotoar yang bolong-bolong, tanpa ada guiding block.

Kemudian kita lihat di kereta (KRL) masih banyak warga yang menggunakan kursi prioritas. Selain itu, kesadaran warga untuk tertib lalu lintas juga mempengaruhi kenyamanan difabel. Jika Negara tidak memenuhi akses ruang publik bagi penyandang disabilitas sama halnya dengan memenjarakan mereka, mengasingkan mereka, dan menutup hak-hak mereka untuk hidup sejahtera. Maka oleh sebab itu diperlukan sarana dan upaya yang memadai, terpadu atau inklusif dan berkesinambungan yang pada akhirnya dapat mencapai kemandirian dan kesejahteraan penyandang disabilitas.

Kedua adalah hak hukum yang juga merupakan bentuk diskriminasi masyarakat difabel. Yaitu, kurangnya perlindungan hukum karena pengetahuan aparat penegak hukum yang minim terhadap difabel. Padahal seluruh umat manusia siapa pun itu termasuk penyandang disabilitas tanpa terkecuali mendapatkan kesempatan yang sama atau kesetaraan di hadapan hukum. Mereka berhak mendapatkan perlindungan dan manfaat hukum yang setara.

Hal ketiga, diskriminasi yang sering kali diabaikan adalah adanya prasyarat sehat jasmani dan rohani, baik untuk melamar pekerjaan ataupun pendaftar di institusi pendidikan. Ketika melamar pekerjaan, syarat tersebut masih dicantumkan di nomor pertama sehingga langsung mendiskreditkan kualifikasi-kualifikasi lain, seperti tingkat pendidikan, kemampuan-kemampuan, dan pengalaman kerja yang sebenarnya mereka miliki. Mayoritas perguruan tinggi saat ini pun masih mencantumkan syarat tersebut, sehingga pilihan sangatlah terbatas. Maka dari itu Negara harus segera menghentikan segala bentuk diskriminasi, karena hal itu tidak dibenarkan oleh alasan apapun

Tindak Lanjut

Kemudian Presiden Joko Widodo memastikan pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM) bagi Penyandang disabilitas di Indonesia terjamin dengan baik. "Dari sisi Undang-Undang dan produk aturan turunannya, sangat jelas bahwa paradigma pemenuhan HAM bagi warga Negara penyandang disabilitas bukan hanya retorika," Angkie Yudistia, Staf Khsus Presiden.

Saat ini sudah terbit dua peraturan pemerintah sebagai aturan pelaksaan UU nomor 8 tahun 2016. Dua Peraturan Pemerintah nomor 52 tahun 2019 tentang Kesejahteraan Sosial bagi penyandang disabilitas dan Peraturan Pemerintah nomor 70 tahun 2019 tentang Perencanaan, Penyelengaraan dan Evaluasi Upaya Penghormatan, Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang disabilitas.

Indonesia belum ramah terhadap para penyandang disabilitas, masih ada hak-hak yang belum terpenuhi atau diabaikan. Perlu komitmen pemerintah untuk terus memberikan perhatian terhadap para Penyandang disabilitas, karena Negara merupakan rumah bagi seluruh rakyatnya, termasuk bagi kaum difabel atau disabilitas. Dan menjadi kewajiban Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin keberlangsungan hidup setiap warga negara, tanpa terkecuali para penyandang disabilitas. 

Dengan di terbitkannya Peraturan Pemerintah nomor 52 tahun 2019 dan 70 tahun 2019, dapat menjadikan Indonesia ramah terhadap para Penyandang disabilitas guna tercapainya "Perlindungan Dan Pemenuhan Hak Penyandang disabilitas".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun