Dengan mendapatkan pemenuhan hak tersebut, diharapkan penyandang disabilitas bisa maju dan berkembang secara adil dan makmur sebagaimana yang dicita-citakan UUD 1945. Aksesibilitas yang baik bukan berarti fasilitas mewah atau istimewa, melainkan terjangkau dan mendorong para penyandang disabilitas untuk mandiri dalam melakukan segala hal
Realita Saat Ini
Dikutip dari liputan6.com, hal ini diungkapkan oleh Cucu saidah, menurutnya para Penyandang disabilitas masih belum mendapatkan hak-hak dasar mereka, termasuk dalam mobilitas, akses pekerjaan yang layak, akses pendidikan, hak berwisata, hingga perlindungan hukum.
Pertama, hak mobilitas maksudnya, menjamin ruang gerak para difabel ketika mereka beraktivitas di luar rumah, diantaranya ialah trotoar yang aksesibel bagi seluruh penyandang difabel.
Selain itu akses di tempat-tempat publik seperti perkantoran, pusat perbelanjaan, tempat pariwisata, dan tempat angkut umum yang belum ramah bagi seluruh penyandang difabel atau disabilitas.
Kita bisa memulai analisa sederhana dengan merasakan masih banyak trotoar yang tidak ramah terhadap difabel. Tidak sedikit trotoar yang bolong-bolong, tanpa ada guiding block.
Kemudian kita lihat di kereta (KRL) masih banyak warga yang menggunakan kursi prioritas. Selain itu, kesadaran warga untuk tertib lalu lintas juga mempengaruhi kenyamanan difabel. Jika Negara tidak memenuhi akses ruang publik bagi penyandang disabilitas sama halnya dengan memenjarakan mereka, mengasingkan mereka, dan menutup hak-hak mereka untuk hidup sejahtera. Maka oleh sebab itu diperlukan sarana dan upaya yang memadai, terpadu atau inklusif dan berkesinambungan yang pada akhirnya dapat mencapai kemandirian dan kesejahteraan penyandang disabilitas.
Kedua adalah hak hukum yang juga merupakan bentuk diskriminasi masyarakat difabel. Yaitu, kurangnya perlindungan hukum karena pengetahuan aparat penegak hukum yang minim terhadap difabel. Padahal seluruh umat manusia siapa pun itu termasuk penyandang disabilitas tanpa terkecuali mendapatkan kesempatan yang sama atau kesetaraan di hadapan hukum. Mereka berhak mendapatkan perlindungan dan manfaat hukum yang setara.
Hal ketiga, diskriminasi yang sering kali diabaikan adalah adanya prasyarat sehat jasmani dan rohani, baik untuk melamar pekerjaan ataupun pendaftar di institusi pendidikan. Ketika melamar pekerjaan, syarat tersebut masih dicantumkan di nomor pertama sehingga langsung mendiskreditkan kualifikasi-kualifikasi lain, seperti tingkat pendidikan, kemampuan-kemampuan, dan pengalaman kerja yang sebenarnya mereka miliki. Mayoritas perguruan tinggi saat ini pun masih mencantumkan syarat tersebut, sehingga pilihan sangatlah terbatas. Maka dari itu Negara harus segera menghentikan segala bentuk diskriminasi, karena hal itu tidak dibenarkan oleh alasan apapun
Tindak Lanjut
Kemudian Presiden Joko Widodo memastikan pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM) bagi Penyandang disabilitas di Indonesia terjamin dengan baik. "Dari sisi Undang-Undang dan produk aturan turunannya, sangat jelas bahwa paradigma pemenuhan HAM bagi warga Negara penyandang disabilitas bukan hanya retorika," Angkie Yudistia, Staf Khsus Presiden.