Mohon tunggu...
Muhammad Akbar
Muhammad Akbar Mohon Tunggu... profesional -

Citizen Journalist (JURU TULIS LEPAS)

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

MERUMUSKAN MITIGASI BENCANA TRANSPORTASI, SI PEMBUNUH YANG HAMPIR TERLUPAKAN

7 Juli 2015   10:28 Diperbarui: 7 Juli 2015   10:28 1332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Oleh: Muhammad Akbar

(Jl. Imam Bonjol G.Amal No.24, P. Brandan, Langkat Sumatera Utara.

Guru, 082277176651, akbarasiageografi@gmail.com)

 

Gunung Sinabung, fenomena vulkanisme di dataran tinggi Karo, beberapa waktu terakhir tidak hentinya menjadi headline di beberapa media baik cetak maupun elektronik. Beberapa gunung api aktif lainnya juga seperti tidak mau kalah dengan Sinabung, Gunung Raung di Jawa Timur misalnya. Sebagai bagian dari rangkaian “Ring of Fire”, alamiahnya Indonesia memiliki potensi bencana amat besar, ditambah lagi banyaknya penduduk Indonesia menyebabkan implikasi bencana yang ditimbulkan sangat berbahaya dan begitu mengancam nyawa penduduk. Peristiwa 26 Desember 2004 adalah satu dari sekian banyak contoh bencana yang teramat melekat di memori seluruh penduduk Indonesia, sampai-sampai pada beberapa jenjang sekolah saat guru bertanya contoh bencana di Indonesia pasti selalu ada yang menjawab gempa dan tsunami Aceh satu dekade silam.

Indonesia memang negeri yang akrab dengan bencana. Sejarah mencatat, sejak berdiri bangsa ini telah mengalami semua jenis bencana. Jika membicarakan bencana, yang terbesit difikiran sebagian besar umat manusia di bumi ini adalah gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir bandang, tanah longsor, angin puting beliung, kebakaran hutan, dan kekeringan. Tidak salah memang, karena secara defenisi-kontekstual beberapa contoh tersebut memang sangat pantas disebut sebagai bencana, sebagaimana defenisi bencana itu sendiri menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 yakni peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan menggangu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga megakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Melihat kenyataan di masyarakat, umumnya sebagian besar penduduk Indonesia hanya mengenal bencana yang disebabkan oleh alam, padahal bencana tidak hanya berkutat pada fenomena alam, sesuai defenisi bencana menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun  2007 bencana juga disebabkan oleh faktor nonalam. Banyak yang hampir lupa dengan adanya bencana sosial, bencana akibat wabah penyakit, bencana akibat kegagalan aplikasi teknologi, dan bencana akibat kegagalan transportasi baik di darat, laut, dan udara.

---Bencana Transportasi, Si Pembunuh Besar yang Hampir Terlupa---

Medan, 30 Juni 2015. Pesawat militer TNI-AU Republik Indonesia jenis Hercules tipe C-130 dengan nomor A-1310 jatuh setelah baru 2 menit lepas landas dari Lanud Soewondo (dulunya Bandara Polonia) Medan sekitar pukul 11.50 pagi. Jatuhnya pesawat ini sekitar 2 km dari lokasi pesawat Mandala Airlines yang jatuh satu dekade silam di sekitar Jalan Djamin Ginting, Padang Bulan Medan. Korban tewas mencapai lebih dari 140 jiwa. Pihak Pangkalan Udara menyatakan dari 140 lebih korban 122 diantaranya prajurit dan penumpang yang ada di dalam pesawat, selebihnya adalah warga sekitar lokasi pesawat tersebut jatuh.

Kejadian ini begitu menghentak dunia transportasi udara di tanah air setelah di awal tahun 2015 maskapai Air Asia QZ-8501 tujuan Singapura jatuh di sekitar selat Karimata dan menewaskan sekitar 162 orang termasuk 7 awak pesawat. Selain kecelakaan transportasi udara, Indonesia juga memiliki ribuan kasus kecelakaan transportasi laut, sungai, dan darat. Data Statistik Kejadian Bencana Tahun 2014 dari Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Kemenkes mencatat sepanjang 2014 kejadian bencana alam tercatat sebanyak 456 kejadian dengan jumlah korban meninggal mencapai 957 jiwa. Sementara itu, data Korps Lalu Lintas (Korlantas) Mabes Polri merilis data sepanjang Januari-Nopember 2014 tercatat angka kecelakaan lalu lintas di Indonesia mencapai 85.765 kejadian dengan korban jiwa meninggal mencapai 26.623 jiwa. Jika dibandingkan dengan kejadian bencana alam, bencana transportasi nyatanya 28 kali lebih tinggi daripada bencana alam. Dilansir dari WHO, Indonesia berada di urutan kelima dengan jumlah kematian terbanyak akibat kecelakaan lalu lintas dengan jumlah korban mencapai 120 jiwa per harinya. Dekade Aksi Keselamatan Jalan yang dicanangkan PBB pada tahun 2010 silam seolah tiada arti jika melihat jumlah korban yang ada tiap tahunnya.

Bencana transportasi atau yang disebut juga sebagai kecelakaan transportasi adalah kecelakaan moda transportasi yang terjadi di darat, laut, dan udara. Bencana transportasi yang hampir sebagian besar penduduk belum mengenalnya sebagai salah satu jenis bencana yang termaktub dalam Undang-Undang sesungguhnya adalah mesin pembunuh yang sangat ganas. Ia seperti pembunuh besar yang hampir terlupakan. Bagaimana tidak? Setiap hari ratusan nyawa melayang, namun masih benyak juga yang belum menyadarinya. Terlebih lagi bencana transportasi yang disebabkan oleh pembunuh nomor satu, yakni kendaraan bermotor. Keberadaan 60 juta unit sepeda motor dan 8 juta unit mobil di jalanan Indonesia rasanya cukup menjadi “modal” pembunuh manusia secara massif dengan perlahan.

---Merumuskan Kembali Mitigasi Bencana Transportasi---

Istilah mitigasi mencuat dan popular di Indonesia setelah terjadinya bencana besar yang melanda negeri ini. Beberapa lembaga negara non kementerian dibentuk untuk menangani kasus bencana sebelum, pada saat dan setelah terjadinya bencana tersebut. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana mendefenisikan mitigasi sebagai serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.

Apabila menyinggung masalah mitigasi dan keterkaitannya dengan bencana, pola pikir masyarakat masih tetap mainstream dalam arti kata selalu memikirkan bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, gunung meletus, longsor, dan lain-lain. Jarang sekali atau hampir tidak pernah masalah mitigasi dikaitkan dengan transportasi, padahal ada 68 juta unit lebih moda transportasi yang menjadi hidden disaster yang berperan sebagai mesin pembunuh dan  bisa membunuh kapan saja. Setiap hari ada sekitar 120 jiwa melayang akibat kecelakaan lalu lintas. Ketika pemberitaan meletusnya gunung harus ditetapkan sebagai bencana nasional dibesar-besarkan, ketika itu juga secara diam mesin-mesin pembunuh di jalan raya bekerja menghilangkan ratusan nyawa. Perlahan tapi pasti.

Dalam hal ini, penting sekali merumuskan kembali model mitigasi untuk bencana transportasi di Indonesia. Sebab, kecelakaan juga merupakan peristiwa yang mengancam dan menggangu kehidupan dan penghidupan masyarakat oleh faktor nonalam atau faktor manusia sehingga megakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan dan dampak psikologis sehingga dibutuhkan serangkaian upaya untuk mengurangi resiko (mitigasi), baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman.

Perumusan mitigasi bencana alam yang ada tampaknya sudah sangat memadai mulai dari sebelum terjadi hingga pasca bencana. Gempa bumi misalnya, mitigasi yang dilakukan untuk menghadapi gempa sudah amat mapan, penduduk di wilayah rawan gempa sudah jauh-jauh hari membangun struktur bangunan tempat tinggal yang terbuat dari bahan kayu yang rekatif aman terhadap gempa. Pada saat terjadi gempa penduduk sudah mengerti bagaimana cara menghindar, setidaknya penduduk mengetahui bahwa tanah yang luas, jauh dari bangunan, bersembunyi di bawah meja adalah langkah-langkah yang ampuh untuk menghindari keganasan gempa. Setelah terjadinya bencana penduduk engan kembali ke rumah dikarenakan takut adanya gempa susulan, pasca bencana juga diisi dengan kegiatan rehabilitasi dan terkadang diisi dengan kegiatan trauma healing kepada para korban yang umumnya ada di bawah umur. Lantas bagaimana dengan mitigasi bencana transportasi? Bagaimana rumusan yang jelas tentang mitigasi bencana tranportasi sebelum kejadian? Apa yang dilakukan saat terjadinya kejadian di jalan raya? Serta bagaimana pendekatan pasca bencana? Adakah kita jumpai tim trauma healing yang menghibur sanak saudara korban yang darahnya terkucur di jalan, yang tenggelam di laut, dan yang terbakar di pesawat, kereta api, bus, dan moda transportasi lain?. Hal-hal inilah yang masih menjadi pertanyaan besar, ketika kecelakaan transportasi ditetapkan sebagai bencana menurut undang-undang negara dan ketika bencana transportasi menjadi pembunuh nomor satu, justru kegiatan mitigasinya seolah prematur, tidak komprehensif, dan tidak semassif kegiatan mitigasi bencana alam. Agaknya kita perlu merumuskan kembali secara menyeluruh bagaimana kegiatan mitigasi yang dilakukan untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan oleh bencana transportasi.

Kecelakaan transportasi, baik di darat, laut, dan udara merupakan kejadian yang harusnya mendapat mitigasi sedini mungkin. Tidak perlu melihat siapa yang salah siapa yang benar dalam hal ihwal kasus-kasus kecelakaan transportasi di tanah air. M Joel Deksa Mastana, Direktur Safety Ride and Drive Center Akademi Motorcycle Indonesia (15/04) mengatakan bahwa urusan lalu lintas adalah tanggung jawab bersama dan sistem lalu lintas di Indonesia masih jauh dari kata “baik”, mulai dari pengendara, penegak hukumnya, maupun pemerintahnya. Kecelakaan transportasi yang bermetamorfosa menjadi bencana transportasi harus mimiliki sistem mitigasi yang tangguh.

Pengendara dan awak moda transportasi sebaiknya mengetahui dasar keamanan dalam berkendara. Masyarakat sudah mengenal keberadaan KNKT (Komite Nasional Keselamatan Transportasi), namun umumnya masyarakat akan mendengar nama komite ini saat adanya air crush (kecelakaan pesawat), keeclakaan kereta api, atau bus yang berpenumpang penuh. Beberapa moda transportasi tersebut memang sejak dini sudah memiliki awak yang terlatih dan dipandu dengan standar operasional yang baku. Namun, bagaimana dengan pengendara mobil, angkot, dan pengendara sepeda motor?. Dilansir dari Korlantas Mabes polri, sepeda motor salah satu mesin pembunuh nomor satu diantara semua kejadian kecelakaan transportasi, yakni mencapai 75%. Pengendara kendaraan bermotor harus dibekali konsep mitigasi bertransportasi yang baik dan benar, tak hanya pengendara, masyarakat luas pun harus diberikan pengetahuan tentang kemitigasian dalam bidang transportasi agar siap sebelum, saat peristiwa dan setelah terjadinya peristiwa.

Di jalan raya, banyak ditemukan kesemrawutan lalu lintas. Prasarana lalu lintas yang belum memadai ditambah arogansi pengendara yang menimbulkan kegaduhan makin menambah potensi bencana transportasi di tanah air. Pendekatan preventif sebagai mitigasi sebelum terjadinya bencana harus ditekankan pada pengendara moda transportasi. Membatasi jumlah penumpang, memberlakukan pelarangan siswa membawa kendaraan bermotor, dan perbaikan sarana prasarana lalu lintas adalah beberapa langkah penting yang harus sesegera mungkin diaplikasikan. Jalan raya masih menjadi pembunuh mematikan bagi pengendara.

 Kapanpun semua masyarakat harus siap menjadi agen mitigasi dalam kasus bencana transportasi. Saat ada kasus kecelakaan kendaraan bermotor, kebanyakan orang-orang yang ada di sekitar kejadian hanya melihat dan takut mengevakuasi korban ke rumah sakit dan ke tempat yang lebih menjamin keselamatan korban, seharusnya masyarakat sekitar kejadian bisa menjadi saviour bagi korban yang mengalami kecelakaan bukan malah menjadi penonton dan wartawan dadakan. Ini adalah bukti lemahnya mitigasi saat terjadinya bencana transportasi. Masyarakat harus diedukasi mengenai mitigasi pada saat terjadinya bencana transportasi agar tidak hanya menjadi penonton. Setelah terjadi bencana transportasi, masyarakat dan pemerintah juga harus bergegas memperbaiki sistem lalu lintas. Masyarakat lebih preventif terhadap pengendara di bawah umur. Masyarakat juga harus bisa menggantikan peran petugas dalam menertibkan pengendara yang ugal-ugalan serta di bawah umur.

Itu sebabnya mengapa mitigasi bencana transportasi teramat penting untuk diedukasi kepada masyarakat luas. Mitigasi bencana transportasi sebelum peristiwa melalui pengetatan pengamanan dan perbaikan sarana prasarana transportasi setidaknya akan mengurangi angka korban. Kemudian edukasi kepada masyarakat agar lebih peka dan responsive terhadap kasus kecelakaan pada saat terjadi harus sesegera mungkin digalakkan agar masyarakat bisa menjadi savior bagi korban. Kemudian, pasca peristiwa harus dilakukan berbagai evaluasi dan perbaikan sistem serta pengetatan regulasi dan keikutsertaan masyarakat sebagai laskar peduli ransportasi agar dapat meminimalisir jumlah korban. Bencana transportasi merupakan pembunuh besar yang berbahaya, ia pelan namun pasti amat mematikan, bencana transportasi sebagai hidden disaster musti dirumuskan mitigasinya agar mengurangi bahaya dan jumlah korban jiwa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun