Saya pernah berpikiran bahwa hal terbaik yang bisa saya lakukan sekarang adalah menciptakan sesuatu. Mungkin ada yang beranggapan bahwa kata "menciptakan" yang saya gunakan terlalu berlebihan.
Namun, di situlah letak energi semangat untuk terus berkarya dan "menciptakan" sesuatu. Meski hanya dari ceceran tulisan yang terbentuk dari pemikiran sendiri. Apapun itu, bagi saya lebih baik daripada berdiam diri dan secara tidak langsung membatasi diri saya untuk berekspresi.
Dulu, saat masih awal sekali mengenal dunia tulis menulis begitu bersemangat. Namun, tetap ada masanya semangat itu luntur. Sebabnya banyak. Dari kritikan yang tak menyenangkan atau daya dukung yang kurang dari keluarga. Hal-hal itu cukup membuat saya tertekan dan berpikiran untuk berhenti.
Meskipun begitu, ada saja yang membuat saya memulai lagi. Mulai melanjutkan apa yang sudah saya mulai dulu. Dengan begitu, bagaimana pun hasilnya nanti, proses yang berupa progress kecil akan membawa saya pada kebaikan. Entah kebaikan itu berbentuk apa dan bagaimana.
Setiap tahun selalu ada hal yang dimulai atau diakhiri. Maka dari itu, agar hal itu terjadi, adanya resolusi di setiap tahun bisa menjadi awal yang baik. Sama halnya dengan tahun 2020, tahun di mana saya mulai mengenal pahitnya kehidupan. Dari permasalahan yang sederhana sampai yang rumit.
Tahun-tahun di mana saya masih dalam pencarian jati diri. Seperti saat saya menemui banyak kegagalan dan kesulitan yang mulai merangkul saya menjadi beban dan tanggung jawab yang saya rasa tak pernah selesai.
Banyak hal yang saya mulai, tapi di penghujung tahun belum ada yang bisa saya akhiri. Menjadikan saya tak banyak berharap di tahun 2021. Hanya beberapa harapan yang pasti masih bisa saya upayakan dengan segala kegagalan dan kesulitan yang saya rengkuh di tahun sebelumnya.
Tahun berganti, secara otomatis umur bertambah, tapi masa hidup berkurang, begitulah kiranya. Pada umur yang bertambah, jika belum bisa apa-apa dan menjadi sesuatu, hal itu yang akan menjadi beban tersendiri.
Jujur, saya sendiri merasa seperti itu. Banyak orang sering bilang, orang seperti saya biasa disebut sebagai “beban orang tua”. Ahh! Apapun yang menyangkut orang tua, saya langsung merasa ciut. Merasa menjadi anak yang tidak berguna sama sekali.
Bagian terburuk dari itu semua, jika orang tua tidak mampu atau bahkan tidak mau mengerti dan memahami, ditambah dengan penilaian buruk tetangga, ditambah lagi kegagalan yang kita terima, biasanya menjadi bahan candaan dan dengan mudahnya mereka mentertawakan kegagalan itu.
Meskipun di masyarakat hal itu sudah lumrah, akan tetapi bagi kita hal itu berubah menjadi beban. Beban yang seakan semakin bertambah tanpa adanya solusi dan progress yang berkesinambungan.
Kemudian, saat kegagalan itu selalu menghampiri, bahkan sama sekali belum ada keberhasilan yang bisa diraih. Rasanya, beban di pundak bertambah lagi. Hal seperti itu yang menjadi alasan utama, mengapa orang-orang dengan mudah berputus asa sebelum mencapai apa yang mereka upayakan.
Lantas, apa yang harus dilakukan untuk setidaknya tak menyerah saat kegagalan dan kesulitan menghampiri?
Nah, hal yang perlu dilakukan yaitu mengubah cara pandang terhadap kegagalan itu yang awalnya negatif menjadi positif. Sebab, cara pandang akan mempengaruhi pikiran untuk memutuskan apa yang harus dilakukan. Jika cara pandangnya saja sudah negatif, apalagi action-nya kan?
Semisalnya saja, saat kamu melakukan sesuatu untuk pertama kalinya dan gagal, lalu kamu mengutuk keadaan karena kamu gagal. Nah, ini merupakan cara pandang yang negatif.
Lalu, diubah menjadi cara pandang yang seperti apa?
Dengan menerima kegagalan itu dan tidak perlu mengutuk keadaan yang menjadi penyebab kegagalanmu. Ubahlah cara pandangmu itu menjadi seperti ini. “Dari kegagalan akan membuatmu belajar lebih banyak dibandingkan ketika kamu mencoba untuk pertama kalinya dan berhasil.”
Karena, sifat manusia itu cenderung merasa cepat puas saat melakukan suatu hal. Jadi, kebiasaan merasa puas ini juga memengaruhi cara pandang kita terhadap sesuatu. Jadi, hati-hati ya?
Ingat saja hal ini. Seberapa pun banyaknya keberhasilan yang kamu terima saat ini, akan selalu ada kegagalan lain yang akan mengikuti di masa depan. Bukankah gagal sekarang lebih baik dibandingkan gagal di masa depan? Jadi, mau gagal sekarang atau di masa depan? Jawabannya ada pada dirimu sendiri.
Ada sebuah kalimat yang mungkin pernah kamu dengar dari seorang mantan CEO surat kabar terkenal, Dahlan Iskan. “Setiap orang punya jatah gagal. Habiskan jatah gagalmu saat muda.” Jadi, inti dari kalimat itu ialah setiap orang akan selalu menemui kegagalan, siapa pun itu.
Tenang saja, kamu tidak sendiri. Kegagalanmu sekarang itu bukanlah akhir. Sebab, akhir dari kegagalan adalah keberhasilan itu sendiri dan tidak ada manusia yang tidak pernah menghadapi kegagalan.
Berbahagialah dengan kegagalan. Karena semakin banyak kegagalan yang kamu rengkuh di masa muda –seperti yang saya katakan di awal tadi- akan menjadikan dirimu lebih banyak belajar, dibandingkan saat keberhasilan lebih dulu menghampirimu.
Bersyukur dan berbahagialah saat kamu menerima kegagalan, tapi jangan pernah mentertawakannya saat kegagalan itu terjadi pada orang lain.
Loh, kenapa malah bahagia?
Karena, kamu juga berhak berbahagia saat gagal sekalipun. Percayalah! Perlahan, banyaknya kegagalan yang saat ini atau pun yang akan kamu alami, itu yang akan menuntunmu menuju keberhasilan di masa depan.
Lalu, mengapa tidak boleh mentertawakan kegagalan orang lain?
Disaat kamu gagal dan ditertawakan oleh orang lain, bukankah rasanya ingin marah? Ingin mengungkapkan sumpah serapah? Sebab mereka mengejek kegagalanmu dengan mentertawakannya? Bahkan ingin menyerah? Sama halnya saat orang lain mengalami kegagalan dan ditertawakan olehmu, mereka juga akan merasakan hal yang sama.
Jika ingin diperlakukan baik, maka berbuatlah baik. Namun, saat diperlakukan buruk, tidak serta merta membalas dengan hal buruk juga. Tetaplah berbuat dan berlaku baik, sebanyak apapun kegagalan yang kamu terima. Sederhananya begitu.
Jadi, kesimpulannya, apapun yang terjadi pada hidup, berapa pun banyaknya kegagalan yang diterima ataupun kesulitan yang dihadapi, jangan sampai hal-hal seperti itu menjadi alasan untuk berhenti dan menyerah.
Tidak seharusnya kamu menyerah. Sebab, kamu tidak pernah tahu, langkah ke berapa yang akan membawamu pada keberhasilan. Boleh mendongak ke atas untuk melihat seseorang menuai keberhasilan, tapi jangan lupa menunduk untuk melihat seberapa banyak seseorang menerima kegagalan.
Semangat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H