Oleh: Nana Sudiana (Direktur Akademizi, Associate Expert FOZ)
Bila bicara kelemahan, tentu saja kita tak boleh hanya berfokus pada faktor eksternal semata, yang hasilnya lalu menyalahkan pihak-pihak lain. Bicara kelemahan harus proporsional, melihat faktor luar dan Internal. Kelemahan kita bisa juga lahir dari ketidakmampuan dalam beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi. Perubahan kadang tak mudah, bisa juga panjang dan berliku. Apalagi perubahan dalam gerakan zakat di negeri ini. Namun, sayangnya, para amil dan penggeraknya tidak memiliki pilihan lain selain maju dan menerima tantangan perubahan yang terjadi. Dalam menjalani dinamika perubahan yang ada, setidaknya kita harus menyiapkan tiga hal.
Pertama, nilai-nilai (values).
Kehidupan boleh terus berubah, namun kebutuhan manusia terhadap nilai-nilai tidaklah berkurang. Di tengah banyak ketidakpastian banyak orang mencari pegangan yang pasti, mereka terus mencari pedoman dalam kehidupan walau tak jarang banyak yang berlebihan mencarinya dan malah tak menemukan nilai kesejatian. Ada juga yang awalnya tak peduli, namun begitu menghadapi ujian, mereka baru gelagapan mencari pegangan hidup yang bisa menenangkan dirinya. Sebagai bagian dari perjuangan panjang memperbaiki kehidupan, terutama bagi mereka yang tergolong kurang mampu dan papa dalam kehidupan, tentu para amil memerlukan kekuatan nilai untuk bersama elemen masyarakat mengubah kehidupan.
Nilai-nilai amil yang ingin mendorong perilaku kebaikan menjadi pilihan dalam kehidupan ini tentu tak mungkin dimiliki tanpa tertanam lebih dahulu di jiwa para amil. Amil yang akan mengubah tata kebaikan harus punya terlebih dahulu nilai itu dalam dirinya.
Dengan demikian, transisi dari spirit zakat untuk membantu mustahik menjadi muzaki tak akan bermakna bila hanya bersifat tangible semata, atau menyentuh sisi material saja. Ini tak akan banyak mengubah kondisi mustahik. Harus ada transfer nilai-nilai bagi proses perubahan yang akan dilakukan. Walau bukan seorang ideolog amil tetap harus mempunyai kesadaran diri bahwa mereka harus kuat keyakinannya dan siap menjadi mitra mustahik menuju perbaikan.
Amil juga siap menemani muzaki untuk berproses dalam hidupnya dengan nilai-nilai kebaikan dalam kehidupan. Nilai-nilai tadi, sebagai bagian dari spirit zakat, tentu nilai yang selaras dengan Islam sebagai rahmatan lil 'alamin. Nilai yang mengajak setiap perubahan dilakukan dengan damai, penuh kesadaran, dan dalam bingkai kebaikan bersama Bila amil sudah kuat nilai-nilai dalam dirinya, maka sejatinya mereka telah siap mendorong mustahik membebaskan diri dari mentalitas, sikap, perilaku dan budaya yang ada untuk mengarah pada kemajuan dan kesejahteraan kehidupan.
Kedua, kepemimpinan (leadership).
Semangat kepemimpinan adalah semangat perubahan. Sejarah telah menunjukkan bahwa dalam setiap perubahan besar peradaban pasti ada spirit kepemimpinan inan di dalamnya. Dalam gerakari zakat pun tak luput dari hal ini, perubahan gerakan zakat memerlukan orang-orang yang berjiwa leader. Mereka yang siap berjuang tanpa kenal lelah dalam memastikan bahwa kehidupan harus lebih baik dari sebelumnya. Dalam konteks gerakan zakat, kepemimpinan diperlukan untuk mengonsolidasikan lembaga-lembaga zakat yang berserakan agar seluruh kekuatan yang ada bisa menimbulkan dampak yang jauh lebih besar dibandingkan bila dilakukan secara sendiri-sendiri.
Kepemimpinan di tengah gerakan zakat lebih pada fungsi penyelarasan, laksana seorang dirigen yang mengatur seluruh vokalis dalam paduan suara agar bisa menyanyi secara harmoni. Para amil dan pendukungnya adalah bagian dari kebaikan. Untuk menyempurnakan kebaikan yang ada, fungsi kepemimpinan diperlukan. Para amil juga sejatinya adalah pemimpin di tengah-tengah masyarakat yang menyeru kepada kebaikan kehidupan dan memandu masyarakat agar meninggalkan keterbelakangan hidup dan kebodohan. Para amil bak juru dakwah yang menjadi bagian dari mata rantai barisan penyeru kebaikan itu. Allah berfirman dalam surat an-Nur ayat 55, "Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi." Berdasarkan ayat ini, kekuatan-kekuatan yang dimiliki para amil dan lembaganya mesti dipersiapkan secara sistematis demi meraih kebaikan dan kesejahteraan umat dan bangsa.
Ketiga, pertolongan Allah (al-intishar).
Hakikat keberhasilan sejati bukan semata hasil akhir. Islam memang meminta setiap kita berikhtiar maksimal menuju hasil terbaik. Namun, hasil bukanlah segala-galanya dari ikhtiar. Pasalnya, ada nilai yang harus kita pastikan dalam setiap hakikat kemenangan bagi umat, yaitu ketika Allah telah menurunkan pertolongannya untuk mencapai kemenangan sejati. Kemenangan tidak semata-mata diukur oleh selesainya masalah yang dialami tapi juga ketika tangan tangan Allah ikut bersama kita menyelesaikan masalah-masalah yang ada, terutama masalah-masalah yang dianggap berat. Dengan dilibatkannya perasaan bahwa Allah Maha Mengetahui dan Maha Menolong, sejumlah masalah sejatinya tak akan lagi dirasa berat. Sebesar-besar masalah hakikatnya masih ada Allah Yang Mahabesar. Dengan dirasakan adanya Allah dalam seluruh sendi kehidupan, ibarat cahaya, maka tak ada tempat di setiap jengkal bumi pun yang luput dari naungan cahaya-Nya. Setiap bagian bumi dan langit berada dalam naungan perlindungan dan kasih-sayang-Nya. Bila hal ini dirasakan dalam kehidupan kita, maka apa pun yang terjadi akan menjadi nikmat yang bisa senantiasa disyukuri setiap saat.
Kehidupan amil dan dunianya boleh bergerak dinamis. Namun, dalam kacamata makrifat, sesungguhnya masing-masing pelaku dalam kehidupan ini bukan bertambah jauh perginya, melainkan justru sedikit demi sedikit menuju jarak akhir kehidupan. Kita boleh jadi bergerak bebas menuju titik baru, bahkan bisa terasa melelahkan saat menempuh perjalanannya. Kita kadang kurang menyadari bahwa apa yang hari ini dimiliki sejatinya tak sempurna kepemilikannya. Bila kita tarik persoalan ini pada gerakan zakat, sejatinya sama. Gerakan zakat yang terus digagas untuk diperbaiki setiap saat hakikat sebenarnya bisa jadi justru akan ditemukan banyak masalah baru. Masalah-masalah ini hadir agar setiap orang dari sebuah generasi amil ke generasi amil berikutnya memiliki saham, andil atau kontribusi bagi perbaikan gerakan zakat Indonesia. Jangan pernah berharap semua masalah gerakan zakat ini akan tuntas dan paripurna. Jangan jangan ketika hal ini terjadi justru gerakan zakat telah sampai pada kematiannya. Berhenti bergerak dan diam tak memiliki ruh dan dinamika apa pun.
Sesungguhnya menjadi bagian hidup sebagai amil zakat adalah rezeki dari Allah yang tak ternilai harganya. Dengan menjadi bagian dakwah zakat, lalu menjadi perpanjangan tangan lembaga zakat, insya Allah ada pahala menanti setiap saat yang tak sedikit jumlahnya Asal terus menjaga keikhlasan dalam bekerja, insya Allah buah kebaikannya bukan hanya untuk diri sendiri tapi juga sampai kepada para muzaki, mustahik, dan keluarga serta orang-orangtua dan keturunan kita hingga akhir zaman. Amil yang saleh adalah pejuang, muzaki yang saleh juga pejuang, dan mustahik yang sabar dan terus menjadi baik juga adalah pejuang. Islam adalah agama para pejuang, yang akan terus mengubah kegelapan menjadi cahaya kebaikan. Yang akan terus menerangi umat dan menjauhkan diri dari gelimang harta dan kemaksiatan. Semoga, jadi apa pun kita hari ini, dibingkai kebersamaan yang terbina saat ini, kita semua akan dipertemukan kembali oleh Allah di tempat kekal nan abadi. Yakni di surga-Nya Allah yang di dalamnya tak ada lagi derita, dan hanya ada kebahagiaan semata. Semoga kebersamaan kita dalam setiap kebaikan adalah tangga yang akan mengantarkan pada kebersamaan para penghuni surga.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H