Namun, ketika ia sedang bahagia dengan sepatu, jas, dan kemeja kerennya itu, ketika ia sedang bahagia dengan aroma sejuk super wangi dari kamar apartemen barunya itu, teringatlah Bedil dengan janji teguhnya. Sudah saatnya untuk menolong si pengemis tua itu! Setidaknya, ia berikan uang hasil dari rezeki lotre biarpun sedikit. Setidaknya, Bedil bisa membuat si pengemis tua tersenyum. Berangkatlah Bedil menuju sekitaran Stasiun Pasar Minggu.
Ketika sudah di sekitaran Stasiun Pasar Minggu, tepatnya tempat si pengemis tua itu menggelandangkan dirinya, Bedil merasa aneh. Bedil penasaran dengan kerumunan orang-orang yang ramai tidak seperti biasanya. Kerumunan orang itu ramai mengelilingi mayat yang tewas di sekitaran Pasar Minggu. Lalu, Bedil mencari-cari tahu dan melihat mayat itu. Ternyata, mayat itu adalah si pengemis tua yang hendak ditolong oleh si Bedil atas janji teguhnya. Terkejutlah Bedil dengan kejadian itu. Tiba-tiba, seorang ibu berkata di kerumunan itu, “Ya Allah, menyesal sekali saya tidak memberikan pertolongan! Saya hanya melihat dan melewatinya saja tanpa peduli kondisi pengemis ini hingga akhirnya pengemis ini mati kelaparan! Ampuni Hamba-Mu, ya Allah!”
Seluruh kerumunan itu berkabung dalam doa. Mereka mendoakan si pengemis tua supaya bisa tenang di alam-Nya. Bedil pun menangis karena tidak bisa berbuat apa-apa. Ia sadar bahwa tindakannya salah. Menyesallah dia terhadap tindakannya sendiri. Jenazah itu akhirnya diurus oleh polisi dan Bedil pulang ke rumahnya dengan tangan hampa. Sepanjang perjalanan pulang, merenunglah Bedil dengan tindakannya. Ia menyadari kesalahannya karena mengulur waktu untuk memberikan sedikit pertolongan.
Sesampainya di Stasiun Pondok Cina, Bedil mencari warung nongkrong untuk mendinginkan kepalanya sedikit pasca melihat kematian yang tidak disangka-sangkanya itu. Duduklah Bedil di warung itu sambil merokok dan minum teh. Sesudah pikirannya tenang, berangkatlah ia menuju parkiran motor di stasiun untuk pulang ke Kukusan Kelurahan. Saat menuju parkiran motor, ia melihat kembali pengemis tua dengan nasib yang sama seperti pengemis tua sebelumnya, namun punya wajah yang berbeda. Ketika Bedil melewati pengemis tua itu, si pengemis menarik celana panjangnya dan berkata, “Minta uang sumbangannya Mas, untuk makan saya sehari ini saja.”
Bedil sangat bersimpati kepada pengemis itu, namun dalam hati ia berkata, “Ah, sayang buat bayar parkir.” Bedil pun tak mengacuhkan permohonan si pengemis tua itu dan akhirnya kembali pulang ke Kukusan Kelurahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H