Tidak ada seorangpun yang tahu pasti kapan berakhirnya wabah besar ini, termasuk para ahli pandemi kelas dunia sekalipun.
Sangat wajar kita semua mengalami kejenuhan.Â
Kejenuhan masyarakat karena #dirumahaja, kejenuhan tim tenaga medis dan tim terkait terhadap tugas-tugas mulianya. Kejenuhan yang membuat kita menjadi stres, bahkan sudah ada yang mengalami depresi.
Selain diteror oleh wabah besar itu sendiri, kita juga diteror oleh infodemik, dibombardir informasi dari berbagai jenis media. Diteror oleh berbagai ketidakpastian dari segala arah.
Adalah fakta bahwa wabah besar ini memberikan dampak negatif yang sangat besar bagi kesehatan, perekonomian, politik hingga kebudayaan seluruh ummat manusia penghuni planet bumi.
Krisis dunia yang paling parah paska Perang Dunia Kedua.
Jika kita terlalu dalam tenggelam dalam kejenuhan ini, kita akan jadi korban fatal collateral damage pandemi CoViD-19.
Lantas, apa yang sebaiknya kita lakukan?
Terkait pengambilan suatu keputusan hidup berdasarkan konsep filsafat Stoikisme dari era Yunani Kuno, kita dihadapkan kepada tiga hal, yaitu hal yang dapat kita kendalikan sepenuhnya, hal yang sebagian bisa kita kendalikan dan hal yang benar-benar berada di luar jangkauan kita sebagai manusia biasa.
Opini pribadi, membaca buku atau tidak, memelihara kucing atau burung, adalah beberapa contoh sederhana yang sepenuhnya berada dalam pengendalian. Terlepas dari apakah virus SARS-C0V-2 penyebab penyakit CoViD-19 diciptakan oleh manusia atau tidak, munculnya pandemi ini adalah hal yang tidak bisa kita kendalikan, benar-benar peristiwa yang berada di luar jangkauan manusia.
Sudah beberapa dekade yang lalu para ahli wabah dunia memperkirakan kemunculan pandemi ini, namun tetap saja manusia tidak dapat mencegah terjadinya kejadiannya. Suka atau tidak, rela tidak rela, peristiwa ini adalah fakta kenyataan yang harus kita terima.
Sebagai manusia yang dianugerahi dengan akal, tentunya kita bisa mengendalikan sebagian dari peristiwa pandemi CoViD-19. Titik yang menentukan keselamatan badan dan kewarasan kita. Tahap yang menentukan apakah kita bisa survive, lolos dari seleksi alam yang sedang berlangsung atau tidak.
Langkah pertama adalah kita harus ikhlas menerima kenyataan pahit ini. Hati yang lapang akan diikuti oleh pemikiran yang lapang, otomatis jalannya kehidupanpun akan lapang.
Selanjutnya, kita melakukan apa yang bisa kita lakukan.
Pengobatan dan pencegahan tersebarnya wabah. Kita dukung sepenuhnya, kita bantu sebisanya, kita percayakan kepada para ahli pengobatan, kepada para ahli kesehatan, kepada para ahli mikrobiologi yang berada dimanapun di dunia ini, dan kepada tim-tim khusus pemerintah untuk mengatasi virus dan dampak negatif yang diakibatkannya. Kita doakan supaya tugas-tugas mereka sukses, berjalan lancar dan cepat.
Sementara itu, kita mengikuti arahan mereka supaya kita terhindar dari wabah. Menjaga kebersihan pribadi, mengenakan masker dan menjaga jarak dengan orang lain jika memang terpaksa harus ke luar ruangan misalnya untuk mencari makanan dan minuman untuk keluarga, menjaga keseimbangan asupan pangan dan sebagainya.
Bersyukurlah, keadaan kita masyarakat biasa ini, masih jauh lebih lapang daripada keadaan saudara-saudari kita yang sedang berjuang langsung di lapangan, yang langsung mempertaruhkan nyawanya, yang terpaksa mengisolasi diri dari keluarga dan orang-orang terdekatnya.
Bagi saudara-saudari yang sedang berjuang di lapangan, bersyukurlah, karena pekerjaan yang sedang kalian kerjakan sungguh sangat mulia, pahalanya sungguh sangat besar sekali. Kalian sedang memperoleh kesempatan emas yang cukup langka untuk memperoleh pahala jihad.
Dengan demikian, kewarasan dan keselamatan badan kita semua akan terjaga.
Sebagaimana pandemi-pandemi terdahulu, krisis kesehatan ini pasti berlalu. Yang jadi persoalan utama adalah apa yang kita lakukan, peranan apa yang kita mainkan dan bagaimana keadaan kita ketika dan setelah masa ini berlalu.
Terakhir, setelah kita berusaha semaksimal mungkin, kita serahkan semuanya kepada Sang Pencipta Alam Semesta. Takdir hidup dan mati kita berada dalam genggaman-Nya. Takdir yang terjadi berdasarkan keadilan, kasih dan sayang-Nya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H