Apalagi menyerang ranah pribadinya.
Dalam acara Debat Pilpres Pertama kemarin, ada sejumlah kesempatan untuk menyudutkan Jokowi, namun beliau malah melarang Sandiaga Uno melakukannya. Begitu juga dalam Debat Pilpres Kedua, beliau malah menghargai kinerja Jokowi sebagai presiden.
Difitnah sebagai pembunuh dan dituding berambisi meraih kekuasaan demi menyelamatkan dirinya sendiri, sungguh terlalu banyak untuk dipaparkan semua fitnah dan berbagai pengkhianatan-pengkhianatan politik yang selama ini diterimanya disini.
Kesemuanya itu beliau terima dengan sabar dan simpati.
Jika ditelaah dari sisi teknis politik, selain karena teguh memegang prinsip Satyagraha yang telah diuraikan diatas, Prabowo juga sedang bermain cantik dengan taktik politik yang tidak agresif menyerang lawan-lawan politiknya. Beliau sudah menguasai situasi dan kondisi lapangan.
Jika beliau agresif, emosional, apalagi sampai mengumbar amarahnya, maka karir politiknya bisa tergerus habis. Akan dijadikan lawan sebagai alat yang sangat efektif untuk menghancurkan citra positifnya, menjadi pembenaran terhadap berbagai fitnah yang cenderung didiamkannya saja selama ini.
Prabowo tidak mau menciptakan musuh melalui kekerasan verbal kepada sesama anak bangsa, apalagi kekerasan fisik, karena beliau memahami benar bahwa jika beliau nanti memang ditakdirkan sebagai presiden Indonesia, beliau membutuhkan tenaga-tenaga, keahlian-keahlian dan jaringan informasi mereka.
Gambaran besarnya, bekerja sama dan sama-sama bekerja adalah satu-satunya cara yang paling efektif dan efisen untuk menyegerakan tibanya masa kejayaan Indonesia sesuai dengan apa yang telah kita sepakati dalam Pancasila dan UUD 45.
(Rahmad Agus Koto)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H